Jumat, 31 Oktober 2014 0 Messages

KAPAN ORANG TUA KITA MENYURUH SHALAT




Matahari bahkan telah tergelincir di ufuk barat, sang anak belum juga datang. Ibunya berkeluh kesah dan gelisah, "mane be si anong. Jam segetok balom balik-balik. Mandek pun baloman ye be!"

Suaminya yang mendengar, cuma diam.

Dan tak-tak-tak....buah hati yang dicari muncul jua akhirnya.
"Cobe mandek lah udek. Bodo lalu marek nak maing be kau!". Kini giliran ayahnya yang mengutarakan isi hatinya dengan gaya memarahi.

=Kedua orang tua itu lupa tuk bertanya, UDAH SHALAT MAGHRIB, NONG?"=

Bak angin lalu, sang anak langsung menuju sudut belakang dapur. Byur-byur-byur...mandi sekenanya dan berbaju sekenanya. Langsung menghampiri hidangan makan malam. Ayah dan ibunya ada disana.
Azan Isya berkumandang, si anak siap-siap turun dari rumah lagi. "Yo, daan les ke malam itok?!" Ibunya was-was, takut uang les yang dikeluarkan sia-sia belaka. Percuma saja!

=Mereka lupa menuntut, "COBA SHALAT ISYA DULU!=

"Daan," si anak keluar secepat kilat. Sementara ibunya bisanya geleng-geleng kepala.
........

Empat lewat sepuluh. Masjid menggemakan azan subuh, memecah sunyi. Si ibu bergegas bangun, beraktivitas. Suaminya menggeliat sebentar, membetulkan kain lagi. Di kamar berbeda, sang anak tak terjaga sedikitpun. Siapa yang peduli!

Tok-tok-tok-tok

Seperti mau jebol, si ibu mengedor pintu kamar anaknya. "Nong, liat matahari dah terang benderang yo. Jam berape barok nak paggi sekolah."

=Bahkan jebol sekalipun tak masalah, ASAL SI ANAK MELAKSANAKAN SHALAT SUBUH. DAN BERJAMAAH DI MASJID YANG TERBAIK=

Namun si anak yang dikamar meraih hp, dan menyetel alarm jam 6.45. Lalu menutup kupingnya dengan bantal. Si ibu tak kuasa, ia menyerah. Selalu saja setiap hari. Ia tahu anaknya akan bangun dengan sendirinya. Pasti ingat tuk berangkat sekolah.
..........

Sepulang sekolah, si anak menghampiri lemari es. Duh nikmat betul, setelah berpanas-panas di jalan, tenggorokan langsung diguyur air dingin seketika. Beginikah rasanya syurga???? pikirnya.
"Dah makan ke balom? Pikirkan parut yo. Datang-datang tang lalu langsung makan es."

=Bukankah pertanyaan utamanya seharusnya, "DAH ZUHUR?"=

Si anak telinganya mungkin pekak, tuli, dan semacam itulah. Ia justru membuka televisi, berbaring disana hingga Ashar bertandang. Dan terjaga jam empat lewat, perutnya minta di isi. Nampaknya jajanan di sekolah tadi telah pun menjadi daging. Barangkali.

=Tak masalah sama sekali kalau mengganggu tidurnya saat Ashar bertandang. "ASHAR DULU"=
...........

Lahap sekali. Setelah kenyang, tanpa ba-bi-bu, tak ada yang menahan langkah kakinya keluar rumah.
..........

Dan lagi, matahari telah pun tergelincir di ufuk barat. Baru si anak berkenan hendak pulang ke rumah.

Rabu, 22 Oktober 2014 0 Messages

Di Sebalik Kegelapan #satu



Seharusnya ini tadi malam, ketika semesta Sambas pekat gulita.
.......
Pelanggan PLN yang berbaik hati. Kami tahu, kebanyakan kalimat pertama yang terucap saat listrik terputus adalah, "giliran ke malam tok?" Dan atas kebaikan hati anda, sekali lagi, kami ingin berucap terima kasih atas kesetiaannya menunggu hingga terang lagi.

(Padahal print-an fotoku nyangkut di printer lantaran listrik KO)

Tetapi, sekali lagi, tak semuanya sepakat. Seorang tetangga bahkan mengumpat, "gile ke, tank kesah nak mati lampu tolen-tolen."

'Curhatnya' tersebut kedengaran sampai ke telinga sepasang suami istri di rumah sebelah, yang belum genap setahun merajut bahtera rumah tangga. Keduanya cuma bisa saling pandang, lalu mengedikkan bahu sedikit.

Mereka sejatinya juga berada di tengah kegelapan. Berteman satu lilin di dapur, satu lagi di kamar, dan satu lagi di ruang tengah. Namun memilih untuk tidak mengumpat, bersabar dan bersabar. Baik hati sekali kedengarannya ya??? hmmm.... barangkali memang masih banyak yang demikian saudara-saudari

"Nak, besar jadi Direktur PLN nanti, jangan biarkan hal-hal seperti ini, ya."
Si suami mengelus lembut perut istrinya yang tengah mengandung tujuh bulan lebih.

Sang istri tertawa kecil, lalu menimpali, "wah kalau memang demikian adanya, betapa buruknya negeri ini. Coba bayangkan, katakanlah anak kita berusia minimal empat puluh tahun menjabat posisi tersebut. Empat puluh tahun kedepan pula, bangsa kita terus-menerus was-was dengan hidup-mati-nya listrik."

Si suami berpikir sejenak. "Iya juga sih. Tapi kan seandainya."
He...he... mereka keduanya tertawa.

Sang istri melanjutkan, "kalau pun iya adanya, mungkin kita sudah terlalu sangat tua. Empat puluh tahun dari sekarang, saya berumur enam puluh tiga. Abang pulu enam puluh lima. Wallahu'alam, apakah umur kita sampai ke sana atau tidak."

Tiba-tiba, keheningan menengahi mereka berdua. Tak lama berselang, dapur
Minggu, 19 Oktober 2014 0 Messages

Dia adalah....

Soe sama tidak tahunya, kenapa ia ada disana dan dibawah pohon apa ia bersandar. Yang disadarinya hanyalah ia sudah menggelar tikar, menghidupkan si Oren di suatu tempat. Entahlah, serupa taman, atau tempat piknik, ya semacam itu. Hari itu, tak banyak pengunjung disana.

Tarian jari jemarinya diatas tuts menuangkan segala imajinasinya. Mengalir begitu saja dan semakin lancar saat bertambah dengan sore yang hangat.

Namun ternyata ada seseorang tak jauh dari tempatnya menulis. Soe menoleh sejenak. Lelaki itu sedang memangku netbook, juga berwarna oranye. Ia tidak sedang menulis, tetapi memerhatikan tiga orang dikejauhan. Seorang wanita berjilbab dengan dua anak berusia sekolah dasar, sepertinya. Bisa ditebak kan, besar kemungkinan itu keluarga kecilnya.

Semakin lama memerhati, semakin ada yang aneh. Lelaki itu, bukanlah sesosok yang asing. Ya, ia kenal lelaki itu.

Merasa ada yang memerhatikan, lelaki itu mengarah pandang ke Soe. Ia sempat ragu dan heran sejenak. Lantas mengangguk kecil, karena ternyata juga kenal akan Soe.
Tak salah lagi, dia adalah...., tukas Soe membatin.

..........
"Sudahlah, tunggu apa lagi?"
Lelaki itu memulai percakapan. Soe bungkam. Pertanyaan itu selalu menggelayuti hatinya belakangan ini.
"Dia telah memenangkan hatimu, bukan? Dalam pintamu kepada Rabb, hati kecilmu selalu menyebut-nyebut namanya, kan?"

Soe masih diam.

"Wajahnya memang jauh dari kecantikan Zulaika. Bukan pula seorang hartawan seperti Khadijah, dan ketangguhannya hampir berbanding terbalik dengan Fatimah. Namun, ia berhasil menjadi ibu yang sempurna bagi anak-anak kami. Istri yang terbaik bagiku. Insya Allah."

Soe menyebut nama itu dalam hatinya, "mungkinkah dia?"

Lelaki itu melanjutkan, "Dan dirimu tak setampan nabi Yusuf, tak bergelimang harta layaknya Usman ibnu Affan, dan seperkasa Ummar ibnu Khattab. Aku yakin, dirinya bisa menerima kelebihan serta kekuranganmu."

Tiada satu katapun keluar dari mulut Soe.

"Di waktu bersamaan, kamu harus bisa menerima kelebihan dan kekurangannya."
Soe ingin tahu dan melihat secara gamblang istri lelaki di hadapannya. Melihat dari jauh saja, rasanya belum afdol. Benarkan dia orangnya???

Soe bertanya, "Pak Soe, siapakah nama istri anda?"

Lelaki itu yang Soe adalah sendiri sepuluh tahun mendatang menjawab, "itu dia datang."

Soe tidak bisa menggerakkan kepalanya untuk menoleh ke belakang.

Soe terjaga.

=he..he.. just fiction, meski tak semuanya=

Sekian


 
;