Kamis, 28 November 2013 0 Messages

Siapa Ingin Jadi Miliarder

"helo Zen, ini Antowi dari kuis Siapa ingin jadi Milarder. Kamu kenal dengan Soe?"

"Soe? Oh..ya" Suara Zen agak kasar.

"Sekarang ini, Soe sedang berada pada pertanyaan ke lima belas. Dan selangkah lagi, beliau akan, untuk pertama kalinya di Indonesia dan kedua di dunia, menjadi pemenang di mega kuis ini. Dengan syarat bisa menjawab pertanyaan dengan benar. Zen, kamu punya waktu tiga puluh detik. Berikut ini adalah suara Soe..." Antowi, sang presenter menyudahi percakapannya.

"Hai Zen," Soe langsung menyapa. "Siapa....." terpotong suara Zen, temannya tiba-tiba.

"Ngape nelpon-nelpon Soe. Jasku mane. Aku mo makainye lusa' ni." Zen meluap-luap.

"Up, ade di rumahlah. Mane yak, kau tak ade sms aku. Aku mane ingat!"

Tit-24, tit-23, tit-22.....

Penonton mengerutkan jidat. Mas Antowi pula bingung.

"Tak mo tau. Besok harus udah ade. Titik."

"Iye lah."

Tit-18, tit-17, tit-16

Soe menambahkan, "tapi jawab dolok pertanyaan ni. 'Siapa nama presiden Amerika yang muncul dalam Seri Televisi bertajuk LAUGH-IN? a. Lyndon Johnson, b. Richard Nixon, c. Jimmy Carter, atau d. Gerald Ford?' "

Zen di ujung sambungan diam. Waktu terus bergulir. Detik demi detik hilang.

Tit-9, tit-8, tit-7

Zen masih tanpa suara.

Pikir Soe sambungan telah terputus. Tit-4, tit-3, tit-2....

Penonton yang hadir di Studio mulai panas. Detak jantung mereka semakin kencang. Soe terus menunggu di waktu tersisa, dan Mas Antowi gusar di kursinya sendiri.

"Richard Nixon"

Suara Zen diujung tanduk. Memecah hening dan ketegangan.

Uuuhaa...dengan serentak desahan nafas terurai. Penonton menjadi lemas. Sang pembawa acara masih tidak percaya. Benaknya tiba-tiba sesak mendengar jawaban Zen.

"Richard Nixon," suara Mas Antowi dipaksakan sesantai mungkin. Ia memang terlatih untuk hal-hal seperti ini. "Anda yakin dengan jawaban teman anda?"

Soe mengangkat bahu, "seratus persen."

Mas Antowi kaget. "Jadi jawaban final anda adalah b. Ricard Nixon?"

"Ya, b. Ricard Nixon."

Mempengaruhi jawaban Soe, Mas Antowi menyarankan, "anda masih punya dua pilihan. Ask the Audience dan Fifty-fifty."

"Jawabannya tetap, Richard Nixon."

"Ok, baiklah. Penonton di Studio dan pemirsa yang ada dirumah, apakah jawaban Richard Nixon ini akan menjadi sejarah baru dalam kuis SIAPA INGIN JADI MILIARDER di Indonesia atau malah, Soe, harus berpuas diri dengan hanya mendapatkan 36 juta rupiah saja."

Teerreeeeeng.......teereeeeeng. Musik mengalun. Menyusupkan ketegangan hingga ke sanubari. Untungnya Soe santai saja.

"Dan Soe, maaf....anda harus pulang dengan hadiah satu milyar rupiah!"

Soe meloncat dari kursi panas. Melompat sejadi-jadinya hingga menembus plafon ruang studio. Pecah. kemudian melintasi gumpalan awan. Semakin tinggi dan tinggi.
..........
"Soe, bangun!"

Pintu kamar di gedor hampir roboh dan mak masuk tanpa permisi tak lama kemudian. "Zen menanyakan jasnye tu. Ie di luar."

Just Fiction
Bisa dibilang terinspirasi dari kisahnya John Carpenter tahun 1999 yang untuk pertama kalinya memenangkan hadiah $ 1.000.000====
Sabtu, 09 November 2013 0 Messages

SAHARA, MOM THE HERO

"Mak, Anong daan mao bagi....."
Sahara yang tengah fokus pada piring-piring kotor dihadapannya, bangkit. Membilas tangan penuh sabun, lalu bergegas menuju sumber suara yang semakin gaduh di ruang TV. Anong mulai merengek egois, sementara abangnya, Taro memelas.
"Nong, bagilah makan. Daan boleh keminting dengan abang."

Entah dengar atau tidak, kedua bocah itu tetap dengan pendirian masing-masing. Akhirnya, Sahara turun tangan juga. Sebungkus nasi kuning milik Anong kini setengahnya berpindah tangan. Tangisan si bungsu pecah hampir merontokkan dinding (kalau tidak berlebihan). Taro pula berlari ke teras depan, bergabung dengan teman sebayanya, penuh kemenangan. Sahara beranjak tanpa peduli lagi. Itu, lakonan di rumahnya sehari-hari. Apa herannya?

Kembali menuju tempat cuci piring, langkah wanita berusia awal kepala lima tersebut berhenti. Tepat di kamar gadis mudanya.
"Ckkkkk.............."

Padahal cuma berdua dengan HP di kamar, Adel asyik dengan dunianya sendiri. Baru tersentak saat pintu kamar di buka dengan keras. Dan sesosok manusia menghalangi pintu.

"Ya Allah, Del. Balom jua cuci baju. Nak jadi ape be kau tok e. Kalak siang-siang agek. Ari dah galap yo. Bahari suke nak ujan. Awas mun daan kau cuci baju sekolahmu."

Adel suka menjawab. Tetapi kali ini terhalang lantaran ibunya duluan beranjak ke dapur. Ia kesal bukan main, menatap lekat pada layar empat setengah inci di tangannya lagi. Lagi seru-serunya chating sama seseorang nun disana....Urusan baju? Ah gampang. Ibunya cuma suka membesar-besarkan masalah saja. Apa sih susahnya dengan dua pasang seragam sekolah. Uhhhh!

Belum sempurna Sahara duduk di antara piring-piring kotor lagi, sebuah suara mengguntur. "Ra, bajuku be mane? Dari tadek urang minta, daan diambek-ambekkan!"

Sahara mengaruk kepala di balik kerudung instannya. Sesungguhnya ia tidak perlulah hingga bangkit segala, toh Tino, suaminya terlalu manja untuk dicarikan kemeja buat kondangan. "Tang ambek di lemari ye be. Dah tadek di padahkan di siye," jawab Sahara kesal.
"Sean, tau ke sean? Baju pun simanar lalu nyimpannye."

Wanita itu berjalan lurus menuju kamarnya sendiri. Malas untuk bertengkar melulu, baju yang sejatinya bisa ditemukan dengan hanya membuka lemari, di letakkannya dengan ganas di tempat tidur. Suaminya masuk, ia keluar. Keduanya saling cemberut.

"Care-care Rahmat tok e," kesal Sahara dalam hati.
Mendapati lampu kamar sebelah masih menyala, padahal sudah menunjukkan pukul sembilan. Anak lelakinya masih enak dengan alam mimpinya. Kebiasaan!
"Liat jam yo, mat! Nak jam berape agek baru bangun. Usah oi nak dibiasekan getok. Sean polehannye. Dah tau becewek, ngurus direk sorang pun an bise kau tok be."

Rahmat mengeliat beberapa detik. Dimatanya yang masih menyipit, ibunya tak lebih dari sesosok monster dalam mimpinya tadi. Masih terlalu pagi, kan tadi malam ia bergadang. Itu satu-satu alasan masuk akal yang membuat dirinya harus melanjutkan tidur. Menurutnya. 
"Jak mane tiap malam lama-lama barok tidok!"

Sahara pergi kemudian.

Piring-piring kotor masih setia menunggu dan menyambut Sahara di pojok dapur. Ia mengambil satu, mengusap-usapkan spon, meletakkannya, dan mengambil satu lagi. Selesai? BELUM.

"Ra, mane kau nyimpan kopiahku?!"
"Rinso dimane, mak?!"
"Mak, minta duit balli es!"
"Yo, ayek kopi tang dah habis!"
"Is umak, polahkan nasek goreng jiku!"

Sahara sempat mematung memandangi lima wajah bersamaan dihadapannya. Apakah sebaiknya ia pingsan saja di situ?


Membayangkan semua pintu surga bebas dimasukinya kelak, Sahara menghela nafas dalam-dalam. Melepaskannya perlahan-lahan. Ia bangkit.
Rabu, 06 November 2013 0 Messages

PEMBALASAN F1ZER

Wah hebat Fizer. Sejak sore, motor antikku itu telah berhasil membuat kalori dalam tubuh kurusku terbakar ludes. Menginjak starter berkali-kali hingga berkeringat. Hidup setelah ganti busi. Kirain langsung beres. Eh, setiap kali berhenti, maunya minta di lap businya. Kebanjiran? Bukan! Minta ganti tuh.

Dan minta ganti itu belum terlaksana lantaran malam menjelma. Aku sangsi kalau masih ada bengkel yang buka. Akhirnya aku mengalah. Mengelapnya lagi dan lagi. Puncak dari itu semua adalah pasca shalat isya di Masjid Tumok. Busi tiga buah gonta-ganti, yang di lap pun tak berbuah manis. Ku guncang itu motor, memastikan bensinnya masih ada. Oh, hampir habis. Seberkas cahaya mulai bersinar. Kios bensin terdekat di muka jalan. Lega rasanya.

Delapan ribu menebus satu liter bensin. Mengenyangkan tangki dan memupus harapanku. Fizer tidak juga mau meraung lantang. Nasib motor tua. Eittss, bagaimanapun si Fizer telah menemaniku sejak kelas dua SMK. Itu artinya, kami telah bersama-sama dalam kurun waktu sebelas tahun. Membanggakan, bukan?

Kembali aku melakoni buka bongkar busi. Fizer hidup sejenak, lalu mati. Sementara itu, gerimis tidak lagi menyejukkan badan. Keringat merembes dari pelipis.

"Itulah, saye lebih suka pakai gerete (sepeda)," seorang remaja bersuara wanita berkata pada gadis di kios.

"Iyelah, payahnye motor kalau mogok. Gerete daan gimane-gimane...." timpal gadis itu.

Uhh...berterus terang sekali. Bergosip di depanku yang tengah berjuang keras menghidupkan si Fizer. Tapi sebaliknya, aku sebenarnya ingin tertawa mendengarnya. Aku bungkam. Kedua tanganku tetap bekerja.

"Ini yang terakhir," ucapku membatin.

Fizer mengamuk setelah di ganti busi yang itu-itu juga. Gumpalan asap menggumpal keluar dari corong knalpot. Secara kebetulan menuju dua sosok manusia di kios, tiga dengan penjaga kios yang diam. Dan itu cukup buat menyumbat mulut mereka, kukira. Mereka terdiam, masuk ke dalam.

Bravo Fizer. Sejak lama, aku hampir percaya kita bisa berkomunikasi dengan cara kita sendiri. Puas? Well, aku harus mendorongmu lagi sejauh lima ratus meter untuk mencapai kos. Besok kita lanjutkan lagi membelah kota kecil ini. OK?
Minggu, 03 November 2013 0 Messages

TES CPNS

Padahal masih genap satu jam ke depan. Tapi pukul enam tiga puluh, aku sudah  keluar dari rumah. Setengah jam sisanya, ku perkirakan bakal sampai di tempat tujuan. Kalau, kalau ....... oh tidak, sudah wajar jalan AS kota khatulistiwa pagi minggu ini sesak. Maka, aku pun memacu laju sepeda motor lebih tinggi.

Persis. Bahkan tujuh lewat tiga, saat ku lihat jam HP, SMAN 2 Pontianak sudahpun ramai manusia. Tujuan sama, sama-sama sibuk, dan bersama-sama mencari tempat duduk. Sesuai nomor ujian tentunya. Bukannya mudah menelusuri ruang demi ruang. Memastikan disanalah jatah kursi kita. Yap, apalagi kalau bukan untuk berkutat dengan soal-soal beberapa menit yang akan datang.

Lega setelah akhirnya ketemu. Tidak juga langsung duduk disana, malah keluar lagi sekedar menenangkan diri. Beberapa peserta sibuk dengan catcil di tangan, memandang keatas sesekali, kembali menekuni apa yang tertulis disana. Berulang-ulang, seolah tiada yang memperhatikannya. Memang demikian, kecuali aku he...he... Ada pula yang seolah tanpa beban. Justru memilih ngobrol kesana kemari menghabiskan waktu bersama rekan. Diantara itu semua, kebanyakan sih sibuk dengan HP masing-masing. Aku? aku sibuk memperhatikan!

Jadi begini? Pertanyaan yang semua jawaban hampir betul. Katanya cari yang paling betul, meski aku sendiri bingung menemukannya. Berlalu saat bel menandakan waktu habis berbunyi. Jeda untuk pergi ke kantin belasan hingga dua puluh menit. Itu rata-rata diisi dengan membicarakan soal no ini dan no itu dengan teman kenalan baru. Sepertinya, kondisi senasib seperjuangan bisa menjalin keakraban sesaat. Syukur-syukur berlanjut.

Ujian selanjutnya digelar. Tak ada bedanya. Aku lebih banyak menjawabnya dengan lamunan jauh kemana-mana. Berharap dengan tidak sengaja, ada menawarkan jawaban gratis. Tahu-tahu, satu per satu, peserta Ujian Tertulis CPNS keluar ruangan. Bisa dipastikan, aku lima yang terakhir.......

............
Koran lokal pagi itu cepat sekali ludes. Kios-kios pinggir jalan kehabisan stok. Kemana lagi harus mencarinya? Belum lagi perasaan dag-dig-dug yang tidak karuan sejak semalam. Berkenaan lulus-tak lulus selalu saja menghantui. Kali ini lebih hebat di banding saat menerima kelulusan UAN semasa SMA.

Selalu ada yang lebih dulu dari yang dulu. Sekarang, media cetak yang me-rekap hasil tes tersampir di tanganku. Dapat dari seorang teman yang tentu ikut mendaftar CPNS juga. Apa peribahasanya, setali dua tali (benarkah?). Namanya tidak ada, begitu pula denganku. Asli, kenyataan begitu menyesakkan. Pelan-pelan kesalpun menyusup di hati.
"Ini," Aku menyodorkan koran padanya.
Eh, ternyata ia dongkol bukan main. Berlebih-lebihan dengan mengatakan, "buang saja!"
Gak segitunya kali.

..........
Di kampus hijau pun masih berlanjut. Lulusnya mahasiswa senior dalam tes CPNS waktu itu menyebar kemana-mana. Banyak yang takjub dan terkesima. Ada pula yang sakit hati. Mendapati bukan dirinya yang dibicarakan. Kecuali, kegagalan.
"Lulus ke?"
Gadis itu bertanya kepadaku basa-basi belaka. Kan kita sudah tahu bersama, kalau lulus pasti sudah ketahuan sebelum aku memarkirkan motor.
Pun jawaban sekedar basa-basi pula. "Tidak."

..........
Oho, kenangan sekitar 8 tahun itu menguak saat mendengar banyak teman yang mengikuti Tes CPNS hari ini. Yah, semoga hasilnya yang terbaik saja ya, sob. Insya Allah.
 
;