Ba'da Zuhur berada dalam persimpangan dengan penuh pertimbangan. Langsung go home, get lunch, dan take a nap then. Atau melanjutkan perjalanan ke Perpusda meski sebenarnya khawatir perut bertingkah seperti tadi pagi. Mmmm....
Dan si Fizer sepertinya menerima pilihan terakhir dengan senang hati. Makanya kami membelah kota kecil Terigas ketika hujan secara keseluruhan bisa dibilang reda. Berburu buku baru pun bermula.
Kendati hujan, pelayanan publik harus tetap jalan. Bahkan walau badai sekalipun. Peluang beralasan, "maaf pak, hari ini tidak masuk. Demam", terbuka lebar. Namun, saat memutuskan menjadi seorang abdi negara, hal-hal yang demikian itu juga mestinya masuk dalam pertimbangan. Bukan hanya bagaimana membuat kartu kuning, ikut tes, lulus, dan duduk manis sebagai pegawai negeri sipil.
Aku tetap melaju. Pasar yang mulai berwarna menyuguhkan berbagai transaksi jual beli. Rambutan yang telah melewati masa "kejayaan"nya masih mengisi di beberapa kios musiman di pinggir jalan.
Ohooo....pintu perpustakaan daerah yang bergabung dengan kearsipan itu tertutup rapat. Dua kemungkinan; pada istirahat siang bareng atau memang kompak membuat tanggal hari ini berwarna merah.
Entahlah. Cuma satu kepastian, aku putar balik dengan perasaan kecewa. Fizer mengikut saja kalau sudah begitu. Memacu kembali menuju jalan pulang. Tetapi singgah sejenak di pasar tuk beli hadiah buat sang gerilyawan di Sentras. Menyimpannya di enam titik krusial dan ingin mengatakan padanya, "selamat menikmati. Semoga tidak bertemu lagi!"
Dan si Fizer sepertinya menerima pilihan terakhir dengan senang hati. Makanya kami membelah kota kecil Terigas ketika hujan secara keseluruhan bisa dibilang reda. Berburu buku baru pun bermula.
Kendati hujan, pelayanan publik harus tetap jalan. Bahkan walau badai sekalipun. Peluang beralasan, "maaf pak, hari ini tidak masuk. Demam", terbuka lebar. Namun, saat memutuskan menjadi seorang abdi negara, hal-hal yang demikian itu juga mestinya masuk dalam pertimbangan. Bukan hanya bagaimana membuat kartu kuning, ikut tes, lulus, dan duduk manis sebagai pegawai negeri sipil.
Aku tetap melaju. Pasar yang mulai berwarna menyuguhkan berbagai transaksi jual beli. Rambutan yang telah melewati masa "kejayaan"nya masih mengisi di beberapa kios musiman di pinggir jalan.
Ohooo....pintu perpustakaan daerah yang bergabung dengan kearsipan itu tertutup rapat. Dua kemungkinan; pada istirahat siang bareng atau memang kompak membuat tanggal hari ini berwarna merah.
Entahlah. Cuma satu kepastian, aku putar balik dengan perasaan kecewa. Fizer mengikut saja kalau sudah begitu. Memacu kembali menuju jalan pulang. Tetapi singgah sejenak di pasar tuk beli hadiah buat sang gerilyawan di Sentras. Menyimpannya di enam titik krusial dan ingin mengatakan padanya, "selamat menikmati. Semoga tidak bertemu lagi!"