Selasa, 23 Juli 2013 0 Messages
Pemuda, ah rasanya kurang tepat untuk menyebutnya dengan kata itu. Bagaimana dengan 'lelaki'? Baiklah

Lelaki itu berharap setiap paginya di sepanjang bulan penuh berkah ini, dirinya punya segudang gairah dan semangat untuk berubah. Sejauh ini memang demikian adanya, sampai suatu pagi. Ketika matanya terpejam ayam sembari menunggu azan subuh bergema, sebuah pesan singkat masuk. Mendobrak dan menghilangkan rasa kantuknya tiba-tiba. Tak tercatat nama sang pengirim disana karena memang tidak lagi disimpannya sejak setahun silam. Tidak perlu. Urutan nomornya telah tertanam di otaknya. Walau demikian, ia tahu pasti dari siapa pesan singkat tersebut berasal. Isi pesannya selalu saja mendebarkan, terkadang mengejutkan. Seperti kala itu...

Jadi begitu......
Ia hanya bisa terdiam untuk beberapa saat. Ingatannya mundur ke lebih dari dua tahun silam. Saat pertama kali ia berkenalan. Awalnya tiada rasa yang kini barangkali disesalinya. Baru pada pertemuan selanjutnyalah lelaki itu merasa ada sesuatu yang aneh, hidup dan indah. Rasa penghargaan yang tulus dan ikhlas yang diterimanya menjadi punca segalanya. Hingga akhirnya, ia sadar bahwa itu adalah cinta. 

Waktu berlari bak seorang sprinter. Tahu-tahu, saat ini ia harus menghadapi kenyataan sulit. Rasanya tidak percaya. Memang ia belum pernah merasakan gempa sungguhan, namun guncangan itu telah sejak tadi terjadi di hatinya tak kalah dahsyat. Tangannya masih lekat pada alat komunikasi, sementara mata cuma bisa mengatup pelan. Hatinya menguatkan diri. Berupaya mencari alasan-alasan untuk menguatkan diri dan untungnya ketemu!

Kalau jodoh takkan kemana. Demikian pula sebaliknya, kalau tak jodoh takkan bisa ketemu. 
Meski sulit dalam beberapa hari setelahnya, tetapi ia berhasil keluar dari keadaan. Hidup masih berjalan meski tanpa cintanya, demikian pikir lelaki tersebut. Justru hal itu menjadi motivasi tersendiri untuk memetamorfosis diri agar lebih giat mencapai cita-cita. Bukannya ingin membuktikan padanya, bukan! Pembuktian itu, kata pemuda tersebut pada diri sendiri lagi, adalah pembuktian pada diri sendiri.



 
Minggu, 14 Juli 2013 0 Messages

Ramadhan 5th

Aku menyudut di kamar seluas kurang lebih empat kali empat. Pekat, kecuali temaram lampu dari ruang tengah serta pantulan layar notebook yang tengah kupakai. Bertemankan "tiada ide" di kepala dan hanya gairah sepuluh jemari menari diatas tuts, kutuliskan juga 'sesuatu yang, entah apa'. 

Sebelas lewat empat. Malam menjelang larut saja. Suara alam sudah mulai mereda, meski tidak benar-benar senyap. Paling tidak, di rumah ini, hanya aku yang masih terjaga. Sementara tiga anggota keluarga kecil yang menginginap disini sudah telah pun bergabung ke alam mimpi sejak satu dua jam yang lalu. Selasa pekan depan, mereka; suami istri dengan seorang bayi mungil, akan pulang ke kampung pasca kontrol bekas operasi cesar si bunda dan membongkar balutan pada paha si bayi akibat retak tulang.

Ramadhan malam kelima, mataku masih enggan menutup.

Paginya kami merapat ke kebun bambu di belakang rumah. Mengumpulkan benda panjang tersebut buat dijadikan tempat jemur pakaian. Berbagi tugas setelahnya. Aku sibuk memancang tiga bambu pada kanan dan kiri jembatan rumah. Menghubungkannya kemudian dengan bambu panjang yang melintang. Sukses. Sementara si ayah bayi, berhubung istrinya sakit, tanpa dikomando memasakkan sarapan pagi bagi wanita yang telah melahirkan zuriatnya. Lalu memcuci piring saat urusan pertamanya kelar. 

Kami melanjutkan dengan membenahi kondisi jembatan yang memprihatinkan. Bergoyang-goyang saat dilalui. Yang mengerikan adalah saat sosok berbadan gemuk seperti adikku melintas diatasnya. Oleh karena itu, hal tersebut bersifat mendesak dan prioritas. Dan menjelang pukul sepuluh, aktivitas kami berakhir. Setelah mandi, aku memilih merebahkan diri.


Senin, 08 Juli 2013 0 Messages

Be El Es Em

"Tiga waktu tepat gunting rambut adalah menjelang ramadhan, menjelang idul fitri, atau waktu yang tidak ditentukan. Alias kalau sudah gerah sendiri."

Mendengar pernyatan itu, saudara-saudara perempuanku cuma bisanya nyengir. Sementara ibu memilih diam. Aku melanjutkan membuat kopi instan panas. Hari itu adalah hari besar dalam keluarga kami. Kakak tertua datang liburan bersama anak-anaknya tahun ini. Meski hanya dalam hitungan kurang dari satu minggu, nilai kebersamaan dan kehangatan tiada berkurang sedikitpun.    

Itu beberapa hari di pekan lalu. Aku tengah mengendarai sepeda motor menuju pasar Sambas untuk memangkas rambut. Dan wow. Ada apa gerangan. Orang-orang pada berkumpul tepat di depan Kantor Pos Kabupaten Sambas. Kecelakaankah? Rupanya bukan. Scene itu adalah sebuah parade yang sangat ku benci. Bukan orangnya, tetapi entah apanya. Kemiskinan barangkali, yang semakin enak dan empuk saja dijadikan komoditas. Terutama komoditas politik. 

Ya. Seperti yang kuduga, masyarakat tengah antri mengambil uang gratis dari pemerintah. Katanya sih sebagai kompensasi pasca kenaikan Bahan Bakar Minyak. Emm...Aku terus berlalu dengan kecepatan di pangkas. Disana pak polisi sibuk mengatur lalu lintas lantaran banyaknya orang. Bahkan jalur di depan telah dialihkan lewat jalan belakang. 

Seorang kakek tertatih memaksakan diri menyeberang tanpa pendamping. Atau mungkin ia memang tidak membawa pendamping. Sepeda motor di depanku menginjak rem secara mendadak, otomatis demikian pula dengan ku. Di saat itulah, pandanganku menangkap sosok anak lelaki di pinggir jalan dengan pakaian, bisa dibilang baru, cuma agak kurang pas. "Wah, bajunya kebesaran." Nampaknya anak itu cukup percaya diri kok. 
.............
"Ini pas wa buat anak kau."
Setuju. Sangat setuju dengan amoy itu. Tetapi ayah berkilah dan meminta ukuran yang lebih besar. Si penjual mengalah demi meraih hati pelanggan. Kau tahu, tidak ada gunanya berdebat dengan raja.
Sementara gadis keturunan tionghoa itu memilih ukuran sesuai permintaan, ayah berbicara lewat tatapannya. Paling tidak itulah yang kutangkap. Aku tidak tahu pasti apa kata-katanya. Yang jelas terngiang ditelingaku adalah, "kalau besar, lama makainya."

Ayah tidak pernah tahu bagaimana rasanya di ejek teman-teman saat lebaran tahun lalu. Kata mereka, bajuku pantasnya buat anak SMP. Dan tadi siang, sewaktu mengantri di pinggir jalan, seorang abang memandangku dengan aneh. Ya, apalagi kalau bukan heran dengan 'kostum' yang kukenakan.



Sabtu, 06 Juli 2013 0 Messages

RANJAU

"Not clear!"
Lawan bicaranya mengangguk perlahan. "Hati-hati, kita tunggu sampai dia terlelap," katanya kemudian.
"Oke."
Tapi yang satu lainnya membangkang, "biasanya tidak juga begitu. Paling dia melihat ke arah kita dan berlalu. Aku-aku, kamu-kamu!" Lalu ia berpisah dari rombongan sambil menggerutu. Indera penciumannya menghidu sesuatu yang, wangi.  Kalau begitu, malam ini ia akan berpesta. Paling tidak, bakal lebih awal dari teman-temannya. 

Sosok yang tidak patuh pada arahannya semakin menjauh. Namun sebagai pemimpin, pantang baginya menarik apa yang telah keluar dari mulut. "Kita hanya perlu menunggu waktu sampai ia benar-benar memasuki kamar. Itu saja. Dan malam-malam sebelumnya, waktu itu tidak lama lagi. Bersiap-siaplah."
"Siap."

Hening sejenak. 

Saat belasan bawahannya secara teratur berpencar, sang ketua merasa ada sesuatu yang salah. Hatinya gundah serta penuh rasa was-was. Tapi jujur, ia sendiri tidak tahu apa itu. Lamunannya buyar lantaran suara di belakangnya. Rupanya disana masih ada selain dirinya.
"Apa itu?"
Lama ia baru menjawab. "Entahlah."
"Rekan-rekan lainnya sepertinya belum terlalu menyadari bau itu. Ini baru."
"Ya. Selama hidupku, ini memang tidak pernah ada sebelumnya." Kali ini sang ketua berbalik dan menatap lekat kearah lawan bicara. "Sebaiknya kamu juga bersiap. Jangan khawatir, tidak ada apa-apa."
"Saya pergi."
.......
Benar kan. Benda asing dihadapannya kian menggoda. Aneh dan cukup menggiurkan untuk dicicipi. Aromanya mengikat. Ia melihat sekeliling seketika. Dan sadar setelahnya bahwa ia yang paling beruntung malam ini. Diraihnya makanan hijau berbentuk kubus tersebut, dipegangnya erat-erat. Lalu berlari sekencang mungkin ke tempat persembunyiannya. 
.......
Setelah sekian lama meniatkannnya, baru kali ini tersampaikan. Akhirnya. Untuk edisi pertama malam ini, aku memasang enam ranjau di beberapa sudut berbeda. Tepatnya pada lalu lintas utama para tikus yang berkeliaran. Aku geram ketika harus bertatap mata dengannya. Pernah saking marahnya, ku acungkan arit sembari mengejar mereka. Makhluk kecil itu gesit dan tentu saja banyak celah buat mereka meloloskan diri. Oke, tidak apa!

Tapi tidak dengan 'ranjau' ini. 


Keesokan paginya kudapati, empat dari enam racun tikus yang kupasang raib! Dan beberapa hari setelahnya, rumahku mulai sepi saat malam tiba. 











 
;