Senin, 28 Oktober 2013 0 Messages

All Dream World

Aseli, KATA-KATA raib dari diriku. Yah, benda abstrak itu seolah lenyap seiring lajunye waktu. Bantuan Dora pun gak mungkin mengembalikannya. Ada ide?

Wooooww, pekerjaan apa ini. Saat sadar aku tengah memegang tang yang melekat pada gigi seekor binatang buas. tinggal di dimensi yang penuh kreativitas ini memang terkadang cukup aneh. Harimau itu menyeringai kearahku dimana aku tepat berada di bawahnya. Seseorang, tidak jelas juga siapa, ku kira bapak atau siapa pun itu, mengatakan, "mencabut gigi taringnya akan mempertajam gigi baru nantinya." Begitulah. Teori yang tidak pernah masuk akal. "Tidakkah ia akan menerkamku," aku memastikan segalanya baik-baik saja. "Tidak," jawab lelaki itu singkat. 

Sementara aku sibuk bekerja, dua pasang mataku dan Harimau itu beradu. Jauh di kedalaman penglihatan binatang kaki empat tersebut, aku mendapati ia tengah tersenyum. Well, entah bagaimana. Namanya juga mimpi kesorean. 

Belum lagi cerita yang mama Dedeh bergabung dalam sebuah Marching Band. Waduh, luar biasa banget! Bisa-bisa saja sih mencari selingan ditengah sibuknya beliau berdakwah, mengisi program rohani Islam pagi hari dan sesekali menjadi bintang iklan produk komersil. Aku tepat di belakangnya. Kami sama-sama meniup Melofon (sebenarnya tidak tahu namanya, baru saja search di google). Oho...luar biasa. Kalau ini kisah lantaran tidur lagi pasca subuh....Maaf Mama Dedeh. Kalau mo nyalahin, salahkan mimpiku saja.
Jumat, 25 Oktober 2013 0 Messages

Wisuda

Masih dengan secangkir WHITE COFFEE KAPAL API GRANDE plus sekantong kue...dari lantai 1 rumah kos (memang tak ade lantai 2 nye)

............
Bangun awal? Uhh...itu satu hal yang agak ku benci. Tapi hari ini jelas berbeda. Lima seperempat bahkan tubuhku telah menjajaki dinginnya air. Segar bukan main, sesegar pikiranku. Ibu sejak subuh belum bertandang sudah wara-wiri membangunkan kami sekeluarga. Hampir seisi kampung kalut dibuatnya, kalau tidak berlebihan. Memang itulah adanya. Orang-orang di kiri kanan rumah telah hidup dibuatnya. Ayah, terutama yang menjadi sasaran "amukan" wanita yang melahirkanku ke dunia itu dua puluh satu tahun lalu. Mmm...masih saja mengucek mata saat beranjak ke belakang. Patutkah aku merasa kasihan?. Sementara dikejauhan, mesin kapal boat telah dipanaskan. Itu, semakin menambah gairah pagi ini. Aku membayangkannya, tersenyum sendiri jadinya.
.........
Motor boat carteran sesak dan mengantar rombongan ke kota Terigas. Sayangnya aku tidak ada disana. Melainkan disini, digedung Aula Kantor Bupati,beserta ratusan wisuda/wisudawati yang tengah berdebar-debar. Satu kata yang kami sepakati bersama yaitu bahagia. Para pemudanya berwibawa, para ladiesnya pula bersaing siapa yang paling cantik. Aku tak habis pikir, berapa jam yang mereka habiskan untuk make-up seperti itu. Untungnya kami lelaki, pakai ini-pakai itu selesai.

Tak lupa, sebelum acara dimulai pukul 08.00, kebanyakan dari kami jepret-jepret. Mengabadikan salah satu momen terindah. Mungkin untuk pertama dan terakhir. Kecualilah bagi mereka yang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun, aku yakin tidak termasuk yang itu. Menghabiskan tiga tahun ini pun, meliputi keuangan dan pikiran, aku kepayahan. Apalagi mengambil kuliah tambahan? He..he..
..........
Padat merayap. Aku tidak malu kok membawa seluruh keluarga besar dari kampung. Karena, ini adalah kesempatan menunjukkan pada mereka bahwa kita orang desa juga bisa berprestasi. Meski....ah sudahlah. Paling tidak bisa bergelar sarjana juga. Ucapan selamat terlontar sana sini. Tak lepas photo-photo antar wisudawan/wati pun ada dimana-mana. Baik dengan keluarga serta kerabat maupun rekan-rekan selama mengenyam pendidikan. Setelah puas, kami tanpa dipandu mulai meninggalkan lokasi acara. Inilah akhir perjuangan di dunia akademisi. Sekaligus awal memasuki dunia yang lebih real. Menjawab tantangan dan menguji keabsahan pendidikan yang dikecapi selama tiga tahun silam.

Esoknya, saat ku terjaga di pagi hari, tahu-tahunya ada gelar baru disamping sarjana. Yah, pengangguran. Siap-siap menjawab pertanyaan warga, "kerja dimana, Soe?" Mengenyahkannya bukanlah hal mudah. Lapangan pekerjaan makin hari bukannya makin lebar, justru sebaliknya. Sekali lagi mm.....Aha! Ide cemerlang apa ini? Kenapa mesti cari pekerjaan yang jelas-jelas sulit, bagaimana dengan MEMBUKA USAHA SENDIRI? TERDENGAR MENYENANGKAN, KAN?
............
Congratulation buat temans Sentras dari Politeknik Negeri Sambas yang diwisuda hari ini.
Selasa, 22 Oktober 2013 0 Messages

The Tester

"Tidak enak!"

Sesingkat ia meletakkan kembali susu botol di meja stainless besar. Para ilmuan di laboratorium itu tercengang tidak percaya. Jangan-jangan perusahaannya telah memilih orang yang salah. Pun ide ini terdengar gila. Mereka sepakat untuk yang terakhir itu. Kecuali satu orang dari internal perusahaan.

"Apanya?" kepala bagian Research Development mewakili berbagai tanda tanya.

"Kurang manis dibanding merek sejenis. Dan agak hambar di lidah."
Tanpa jasa pemuda itu, bisa-bisa saja mereka sendiri yang mencicipi susu formula bayi itu. Namun, kesuksesan perdana mengesampingkan semuanya. Jelas-jelas meledaknya variasi sabun bayi terbaru punya produsen perlengkapan bayi menjadi tolak ukur. Disamping kontrak yang mengikat kedua belah pihak tentunya.

Cukup sederhana. Ia digaji besar-besar memang untuk berkata sejujur mungkin dari sudut pandang bayi. Kok bisa? Entahlah, ia sendiri bingung. Bakat, yang lebih tepat di sebut anugrah jenis apa yang menimpanya ini. Yang pasti, ia bersyukur punya kelebihan extra unik ini.

Mahasiswa yang hampir Drop Out itu harus bergegas meninggalkan ruang tersebut, lalu menuju produsen perlengkapan bayi. Setelah mengucapkan pamit, sosoknya menghilang di balik dinding.

Selanjutnya handuk. Yah, handuk. Tidak pernah terbayang kan bagaimana menggunakan handuk bayi? Bukan, ia bukan memakainya tetapi merasakan tingkat kenyamanan tekstur dari benda pengelap air itu. Itulah produsen pertama yang melambungkan namanya. Rasanya tidak berlebihan jika kontrak juga mengikatnya disana. Untuk dua tahun lamanya. Meliputi setiap jenis produk yang tengah di godok untuk diluncurkan ke pasar.

"Nyaman." Satu kata untuk handuk bayi yang siap memangsa market share kompetitor lain.
...............
<< Wuih, merangkak lagi mengumpulkan kelihaian menulis yang memang sekarat>>


Jumat, 18 Oktober 2013 0 Messages

Turn Back??

always like this, pikir Coolio.

Yah, musti turn back ke step awal lagi. Menulis itu laksana.....laksana apa ya? Coolio kebingungan mencari kata yang tepat untuk menggambarkan hal itu. Itu? apa yang dimaksud dengan 'itu'?

Sang penulis amatir tersebut tahu bahwa menulis, membaca, menulis dan membaca lagi adalah syarat utama tuk menjadi penulis sukses. Dan sesering ingatannya akan hal itu, seringkali pula dia memilah dan mencari waktu yang, tepat, katanya untuk menulis. In other word, menulis berdasarkan mood. Wow, seharusnya enggak banget deh. Di pelatihan kepenulisan manapun, kamu bakal mendapatkan sang narasumber berbuih-buih mulutnya menekankan hal diatas. Salah siapa coba, kalau Coolio selama ini tidak pernah mengikuti pelatihan seperti itu, SEKALIPUN! Sekalipun, kecuali mencuri dengar saat ia bekerja sebagai admin di sebuah perusahaan swasta. Hanya itu.

Coolio mulai mengakrabkan lagi jari-jemarinya dengan dasar tuts keyboard. Meski jauh dari janggal, dia merasa ada yang putus antara hubungan otak dengan kesepuluh jarinya. Memang begitu ya, kamu mungkin bertanya-tanya. Coolio menjawab, "memang begitu."

Lanjutnya lagi, "kebiasaan kita menulis itu lambat laun akan menciptakan sistem kepenulisan dalam otak kita. Sehingga ide yang melintas dalam kepala akan segera diproses ke dalam plot. Baru setelah itu rangkaian demi rangkaian muncul silih berganti. Tahap selanjutnya adalah menyusun puzzle tadi hingga jadi alur. Terakhir, baru menuliskannya. Versiku itu bertolak belakang dengan kebanyakan penulis hebat yang justru menuliskan dulu apa yang dipikirkannya, kemudian baru membabat habis-habisan kalimat sampah."

Ah, kamu sok seorang profesional saja di bidang itu!

He..he...Coolio cuma bisanya manyun. Sebenarnya ia tidak benar-benar harus memulai dari nol lagi sih. Selama kurang lebih satu minggu liburan lebaran kemarin, ia membangun sistem di otaknya. Dengan tidak ada satu hurufpun tertuang dalam kata-kata. Dan setibanya di kota TERIGAS ini, Coolio mulai mencongkel imajinasinya sedikit demi sedikit. Mendapat ucapan selamat ulang tahun ke dua puluh delapan tepat lebaran haji kemarin, tidak lantas membuatnya terlena. Sekarang, "here i am," tukasnya tegas. 
Kamis, 10 Oktober 2013 0 Messages

CINTA BANGKIT DARI KUBUR

Violin terkesiap. Apa yang baru saja didengarnya bak halilintar pembelah cakrawala. Ia mencoba untuk bertahan dan berpikir tenang. Sulit memang, berharap dirinya mampu bahkan untuk berucap sesuatu. Sementara Aval yang ada tak jauh dari dirinya melepas pandangan pada lembah jauh dihadapan mereka berdua. Sisa-sisa embun pagi masih menggumpal diatas pepohonan di bawah sana. Bermukim di desa daerah pegunungan menjadikan keuntungan tersendiri kalau begitu.

"Aku tak bisa memberikan lebih," Justru Aval kembali bersuara. Mencoba menangkap perasaan sang calon pengantinnya. Pengantin? Oh, ia telah merusak segalanya.
Bulan depan rencananya pelaminan akan digelar. Pemuda itu telah mempertimbangkan masak-masak tentang ini sebelumnya. Ia ingin Violin tahu bagaimana hatinya. "Apapun keputusanmu setelah mendengar ini, aku jamin, kesalahan akan tertuju padaku. Jadi untuk yang satu itu tidak perlu khawatir."

Violin masih mematung. Mencerna ucapan calon suaminya diawal pembicaraan, "Aku telah membunuhnya sejak hari itu. Tak tahu apakah masih ada atau tidak. Dan yang terakhir adalah jawaban atas perjodohan ini kalau kau ingin tahu." Itu mustahil, pikir Violin. Kata-kata Aval tak lebih dari keputusasaan. Mencintai yang bukan halal dan sayangnya terlalu berlebihan. Inilah akibatnya. Justru yang paling tragis, rasa cinta yang seharusnya anugrah di lubuk hati manusia, bagi Aval menjadi kebencian yang mendalam. Terpancar dari wajah sosok yang dijodohkan kedua orang tuanya.

Namun Violin tetap membiarkan keheningan membungkus mereka.

Aval tidak benar-benar yakin. Kata "membunuh" yang digunakannya sebenarnya bermaksud "mengubur". Jelas berbeda antara keduanya. Dimanakah itu? Akan terjawab ketika menemukan pendamping hidup yang dicintainya sepenuh hati. Itu tidak ditemukannya dalam diri Violin. Meski seandainya Violin mengabaikan keterusterangannya, lalu mereka melaju kepelaminan, bukan berarti ujungnya bakal manis. Pernikahan yang tidak berlandas cinta, ia tidak habis pikir itu ada! Tetapi Aval sendiri yang barangkali bakal melakoninya.

"Yah, terima kasih karena kamu telah berkata jujur," singkat, padat, dan jelas. Violin telah mengambil keputusannya hari ini.

.........
"Terima kasih, atas semuanya."
5 tahun bukanlah waktu yang singkat. Perjuangan memenangkan cinta suaminya dari sisa-sisa kelam masa lalu berbuah. Violin mendapati doanya terijabah hari ini. Ia telah mengenali tanda-tanda sejak setahun terakhir, tetapi hari ini terungkap sejelas ia melihat hamparan luas lembah dibawah sana. Rasa terima kasih kikuk dari Aval, suaminya disambutnya dengan penuh suka cita.

"Sama-sama."

Bagi Aval pula, empat tahun bukanlah hari-hari yang mudah untuk menghapus berjuta kenangan dengan seseorang. Semakin keras ia berjuang, semakin kuat pula bayangan itu menghantui. Violin terkadang memang terlepas dari pandangannya. Sekarang, pasangan hidupnya itu bukan hanya bertindak sebagai istri sempurna baginya, Violin telah membangunkan Cinta yang terkubur.

Sebelum mereka duduk saling menautkan bahu, Violin berteriak kecil pada si kembar buah hatinya, "Alvin, Alvina, jangan jauh-jauh ya...."

Apa yang lebih indah dari itu??????

He... 06:00 WIB
@ Ruang kamar 3 x 3 m berteman segelas White Coffee Grande dan Gorpis <Goreng Pisang>
Sambas

Tadinya mikir mo tidur lagi pasca subuh. Eeeh ada yang nangkring di pikiran, ketik deh.... have a nice read aja
Rabu, 09 Oktober 2013 0 Messages

Cermin Ajaib

Benarkah pungguk pernah sekalipun merindukan rembulan? Tujuannya?!

Dan sayangnya, pemuda itu sepakat bulat-bulat. Bukannya apa, ia malas mencari istilah pengganti. Sempat terpikir untuk merakit kalimat "Semut merindukan Gajah." Uhh benar-benar lucu. 

Lucu, dengan kata itu ia mentertawakan dirinya sendiri. Berdiri di sebuah cermin ajaib. Bak cerita dongeng, ia bertanya pada benda yang memantulkan bayangannya itu seraya mencibir, "diakah jodohku?"

Bukan cermin yang bisa dilihat kasat mata. Melainkan ada dalam hatinya sendiri. Cermin itu membalas dengan menampilkan sesosok anggun lengkap dengan pakaian Taqwanya.

Dari kancut menjadi luluh, tak bisa dipungkiri sekarang ia tak lebih dari seekor pungguk. Dan gadis itu, bahkan melebihi rembulan. Keshalehahannya tidak tergapai mengingat dirinya memanggul begitu banyak dosa. Bukankah seharusnya ia sadari sejak dini, wanita sholehah cuma buat lelaki sholeh.....
Selasa, 08 Oktober 2013 0 Messages

Takdir, Menggantung Niat Suci

Koran minggu lalu masih tergeletak di atas meja, disampingnya ia mendudukkan diri pada kursi ruang tamu. Posisi berita tertulis itu sama persis saat ia menaruhnya begitu saja. Siapa memangnya diharapkan untuk menyimpannya baik-baik. Dia dan istrinya bahkan tidak pernah memikirkan hal-hal kecil seperti itu. Namun, tidak untuk kali ini. Pagi masih terasa hangat ketika ia membolak-balikkan kumpulan berita tersebut. Juga seperti pekan lalu, ia berhenti pada liputan khusus Ibadah haji. "Jamaah haji Kalimantan Barat telah menuju Mekah...."

Entah bagaimana, rasanya masih sama. Sedih itu masih lekat. Seharusnya ia bersama jamaah haji asal Kab. Sambas disana, seandainya pemerintah Saudi tidak mengurangi kuota Jamaah Haji untuk Indonesia. Berada diurutan buncit, menyebabkan ia rentan gugur. Dan tepat, keinginannya baru bisa terlaksana tahun 2014 mendatang. Tetapi, inilah faktanya. Dari rumah tua miliknya sendiri, lelaki ringkih itu cuma bisa mengikuti pemberitaan media. Ia, menarik nafas dalam sebelum melepaskannya perlahan.

"Insya Allah, tahun depan."

Mereka berdua berpelukan saat acara berangkat haji pagi itu. Sapu tangan menyelamatkan air matanya, mendengar apa yang diucapkan temannya. "Insya Allah," jawabnya singkat. Terbersit sedikit keraguan disana. Apa ia mulai sangsi dengan umurnya? 63 tahun berikut dengan penyakit yang terus saja mengekor. Jika dibilang komplikasi, berlebihan kayaknya. Yang pasti, ia sering merasa tidak enak badan. "Insya Allah tahun depan," kembali ia menekan diri.
.........
Allahu Akbar-Allahu Akbar-Allahu Akbar-Laailahaillallahu Allahu Akbar-Allahu Akbar-
Walillahilhamdu

Pagi 10 ZULHIJJAH tahun ini di dusun Mulia punya dua agenda penting. Salah satunya meski disegerakan dan satunya bisa ditunda hingga empat hari kedepan. Setelah shalat ied, masyarakat berbondong-bondong mendatangi rumah duka. Kebanyakan berkoko lengkap dengan peci, bagi kaum Adam tua maupun muda. Kaum hawanya pula berkerudung instan kebanyakan. Beberapa pemuda dusun telah beranjak menuju pemakaman. Menggali tanah dengan ukuran 170 x 70 cm. Selingan senda gurau mereka disana, menyayangkan perihal niat suci si almarhum yang tidak kesampaian. Doa, di hati kecil mereka masing-masing terlontar ikhlas. Semoga, wafatnya lelaki tua itu bernilai husnul khotimah. Apa yang lebih baik dari itu!
...........

"Allahu Akbar........"
Ditengah kerumunan jamaah yang saling berhimpitan, ia bersama dengan sang istri, melontar jumroh yang pertama. Ada kelegaan dihati mereka berdua mendapati seolah tengah menghujani setan dengan batu tersebut. Allahu akbar, untuk yang kedua kalinya mereka lakukan lemparan bersama-sama pula.

"Allahu...."
Suara lelaki itu tercekat yang mengundang tanda tanya istrinya, "ada apa?" Padahal tangan keduanya sudah siap untuk melontar yang kali ketiga.
"Itu...." jawab lelaki tadi terbata-bata. Istrinya hampir tidak bisa mendengar.

..........
"Innalillahi wa innailaihi roji'un"
Segera ia menyampaikan berita wafat sahabatnya di Indonesia. Spontan sang istri menukaskan kalimat yang sama. Semuanya milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Tak lupa ia juga menceritakan pandangan anehnya saat melontar jumroh. Ia melihat sahabatnya itu ada diantara jamaah. Ia juga ikut melontar. Allahu Akbar.

09:30 @ Sentras 
Senin, 07 Oktober 2013 0 Messages

Styrofoam Art

Penasaranku terjawab sudah. Pasti ada sesuatu yang luar biasa bisa dibuat dari styrofoam. Terrre.....ng. Inilah hasilnya. Semoga bisa menjadi awal untuk berkreasi lebih banyak, tentunya pada karya yang lebih rapi dan unik. 


0 Messages

Hujan, Datanglah ....

Hujan, datanglah....Hujan-hujan-hujan?!

Langit mempertontonkan awan yang menggumpal. Menabiri cahaya surya yang seharusnya panas jam segini. Yakinlah, banyak yang senang untuk saat ini. Hujan, sudah berapa lama ya tidak datang? Hujan, datanglah..... 

Pemuda itu berdoa dengan penuh keyakinan di hati

Uhaa...asyik. Terperangkap hujan di rumah. Siang-dingin-mata ngantuk, apalagi kombinasi yang lebih hebat dari ketiga itu. Ehe...kira-kira bisa gak ya. Menyusup sedikit ide gila pada otaknya. Benar lo, kesempatan ini tak datang setiap hari. Bahkan sebulan dan setahun sekali pun belum tentu. Hujan lebat yang kelihatannya bakal lama, sepertinya bisa jadi alasan logis. Mmm....

Dan setelah makan siangpun, hujan belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Diam-diam HP memanggilnya. Entah bagaimana. Barangkali itu barang bisa telepati. Namun, sesungguhnya sejauh ini yang didengarnya dari tadi justru panggilan tempat tidur. Berkali-kali di dengarnya benda empuk itu membujuknya. Bagaimana ya....

Menunaikan niat, diraihnya alat komunikasi tadi. Jari jemarinya lincah di atas tombol benda kecil itu. Tak diragukan lagi, toh dia pernah menjuarai lomba SMS tercepat sewaktu kuliah dulu. Berhadiah luar biasa hebatnya, voucher dari operator terkait plus T-Shirt.

"Maaf pak mau izin, malariaku tiba-tiba kambuh. Jd mngkn tdk bs msk lg siang ini"

Pun ketika ia siap menjejalkan kepalanya diatas bantal, SMS nya kepada atasan belum berbalas. Tiba-tiba hatinya menjadi was-was. Hujan, lebatlah.......

Tittt..titt.... bersamaan dengan kesadarannya hampir hilang. Jawaban dari atasan. Terlanjur hampir setengah dua, peduli apa ia diberi izin atau tidak.

"Ya, smga cepat sembuh."

Asal kau tahu saja, kata pemuda itu pada dirinya sendiri. Di kantor pun lagi tidak banyak yang mesti dikerjakan. Tambah hujan macam ini, pasti semua pada layu.
Uhuui. Tidur Siang, i'm coming. "trima kash, pak."

Tiba-tiba ia sudah berada di tengah-tengah kerumunan. Di bilik sempit dengan pembatas jeruji. Sedang apa sih disini? Kan tadi ia lagi di rumah. Ia tak mengenal seorangpun disana. Wajah-wajah asing.

"Ven, keluar!"

Galak sekali sipir sok itu. Ia menahan diri untuk tidak bertanya, itu merendahkan diri, pikirnya, atas kesalahan apa ia disana. Dan sepantas angin pula, sidang digelar.

"Vendi Soecitro di jatuhi hukuman 2 setengah bulan karena mangkir dari pekerjaan"

.........
Bukan mimpi siang kemarin penyebabnya panas dingin pagi ini. Meski tak bisa disangkal sedikit berpengaruh. Ven menarik tinggi selimutnya hingga leher. Sesekali sampai menutupi kepalanya juga. Giginya bertautan satu sama lain. Badannya mulai menggigil. Lebih dingin dari biasanya. Wajahnya pucat, kata ibunya.

"Kau demam, Ven?"

Tak mampu menjawab. Ven merapatkan selimutnya sejadi-jadinya.

Terserah. "Maaf pak, saya tdk bisa masuk hari ini. MASIH demam." Ia mulai berpikir, doanya menjadi makbul. Semoga besok bisa masuk kantor lagi, pikirnya sembari berharap.

06:06 am
Di tempat tidur bersama segelas Top Kopi - Kopi Gula dan sekantong kue. Berharap tulisan ini ditulis kemarin siang. Cuma, lantaran netbook ketinggalan di Sentras saat hujan turun, yah terrreenggg... Ini lah dia.

Saatnya beraktivitas
Minggu, 06 Oktober 2013 0 Messages

Debat P

Kenapa pucat P? Gak usah segitunya kali!

P
"Bagaimana tidak khawatir, kamu berjam-jam memelototi netbook. Itu sih biasa sebenarnya, cuma malam tadi rasanya cukup membuatku was-was. Sepertinya kamu berencana mencari penggantiku. Mmm...Tidak ingatkah kamu kenangan-kenangan selama empat tahun bersama? Sungguh terlalu kalau begitu! Aku, yang menemanimu hampir kemana saja. Selalu membantu untuk urusan apa saja. Dan setelah jelek begini, kamu mulai berpaling. Barangkali semua itu sama sekali tidak berkesan di ingatanmu, ya. Ku akui, memang beberapa bulan terakhir ini sikapku kurang bersahabat. Mau bagaimana lagi? Aku hanya ......."
.......
Aku
"Bukan maksudku untuk .... ah sudahlah. Kabar baiknya, menggantimu baru setakat rencana. Melihat kondisi setelah lebaran haji. Jadi, kamu yang disana tak perlulah cemas sangat. Kebersamaan kita tidak pernah kutepikan sama sekali. Empat puluh delapan bulan, bukan waktu yang singkat untuk menghapus kesan. Seringkih dan sejelek apapun dirimu sekarang, aku tetap masih 'mencintai'mu. Paling tidak sebagai simpanan (mengerikan ya). Hanya saja, sungguh keadaan tidak memungkin lagi untuk terus mempertahankanmu. Karirku lebih utama. Titik. Oh, tida.....k. Aku tidak suka melihatmu sedih seperti itu. Please."
.......
P
"Aku tidak akan macam-macam lagi. JANJI! Kalau memang itu masih berlaku (suaranya melemah). Mau kah kau aku berterus terang?"

P diam.

"Ini semua salahmu!"
.......
Aku
"Hei..... (sebenarnya aku ingin marah). Sudahlah. Kau benar. Apa yang terjadi antara kita tidak semuanya kesalahanmu. Aku pernah 'mencampakkanmu' tanpa ampun. Namun terlambat sudah. Seperti ku bilang, karirku tidak mendukung kita berpasangan lagi. Ku harap setelah berpisah kelak, kau tetap mau membantuku sebisanya."

Masihkah seharusnya aku meminta setelah menyakitinya? Kau mungkin akan mengatakan diriku kejam. Beruntungnya......P yang baik hati mengatakan,
........
P
"OK"
........

Browsing, cari HP lokal murah meriah. Mengingat anggaran cukup itu doank. Mengesampingkan merk yang Andro2 atau yang BBM2 atau pada fitur2 wah lainnya, akhirnya jatuh cinta pada yang menang gaya. Gak apa-apa deh. He..he...

N/B: P hanyalah sebuah HP
Rabu, 02 Oktober 2013 0 Messages

Resiko tangan gak bisa diam!

Si oren yang jadi korban. 'Dirumah sakitkan' kemarin sore. Agak, eh bukan agak lagi namanya, dah memang hang. Netbook ku itu gak mau bekerja setelah di shutdown saat proses compress harddisk C:\ nya berjalan. Salah siapa, coba? Maksudnya sih mau ngeluasin kapasitas drive tersebut agar kinerja si Oren gak lelet. Eh, proses compress nya makan waktu. Dan sewaktu online, leletnya bertambah-tambah. Dimatikan dengan proses yang benar. Tahu-tahu itulah akhir nasib baik benda lipat tersebut. 

Alhamdulillah dalam menjemput rejeki pagi ini, masih bisa mengandalkan si Kompu. Komputer yang telah menemaniku sejak tahun 2007 lalu. Lebih dari itu, bisa juga latihan nulis online autodidak. Itu yang penting! 

Dalam kesempatan ini juga, Sentras mo ngucapin GO FIGHTING buat salah satu temans ( belum di add FB nya ) bernama Juliansyah, anak Mesin POLNES, yang hari ini akan berjuang 'menghadang' dosen-dosen penguji. Tentunya dalam sidang Tugas Akhir untuk mendapatkan gelar Amd. Wuihh...Deg-degan sekali pastinya. Jadi teringat sidangku dulu yang extra aneh dan unik di bulan September 2011 lalu. Satu penguji sahaja. Head to head. Ketaw-ketiwi, ngalur ngidul di ruang jurusan. Dimana dosen keluar masuk hilir mudik. Memang gak kelihatan tanda-tanda sedang Sidang/Kompre. Nilai berapa yang diharapkan dari itu. Syukur-syukur kena kasih angka 7 juga. B. (Boleh jadi nilai kasihan mengingat aku mahasiswa terakhir di angkatanku. Pun lewat beberapa bulan dari jatah seharusnya di DO). Rupanya ijazahnya segitu juga. Gak bagus-bagus amat.

He..he..
Selasa, 01 Oktober 2013 0 Messages

Si Gentong Nissa

Si gentong Nissa kemarin harus memisahkan diri dalam barisan upacara. Bak selebritis, ia mendapat sorotan dari ratusan pasang mata teman-temannya. Tidak membawa topi, itulah satu-satunya alasan mengapa ia ada disana. Guru memang tidak toleransi sedikitpun, pikirnya kesal. Padahal Nissa kan baru kelas satu. Badannya saja yang melebihi anak kelas tiga SD. 

Beruntung Nissa mudah hilang ingatan. Maksudnya tidak terlalu memikirkan hal-hal yang gak penting. Buat bocah 'raksasa' itu, makanan adalah segalanya. Dalam kesendiriannya, ia justru membayangkan tengah makan sosis goreng. Lidahnya menjulur lalu menyapu bibirnya sendiri. Diluar kesadarannya. 

"Lihat teman kalian. Itu tidak bisa dicontoh!"

Berbuih-buih pun mulut ibu pembina upacara tidak bakal masuk telinga Nissa. Dia malah melirik mamang Somai di luar pagar. Bukan orangnya, jelas. Hidungnya yang nyangkut di panci sana. Kalau itu, kau tak usah heran lah. Salah satu kelebihan Nissa yang sengaja dirahasiakannya.

Ting-ting-ting....
Es potong Ceria lewat saja.

"Hah yang kelas enam, sodah nak lupa. Daan lama agek Ujian Nasional. Harus......"

Harus beli nih, pikir Nissa. Nissa tahu, Es potong ceria akan mampir jam istirahat kelak.

"Bubar, jalan!"

Nissa mengingatkan diri untuk tidak bercerita pada ibunya di rumah.
............

Aku tengah santai-santai menarikan tuts laptop, ketika seorang bocah gendut melintas. Rambutnya sepanjang Dora, cuma agak mengembang. Berseragam merah putih lengkap dengan sepatu dan dasi.

Sebelah kanannya memegang tempe goreng berbalut saus dan kecap manis. Sedang tangan kirinya pula menggenggam erat sebungkus es. Jalannya mantap semantap kunyahannya.

Oh, barangkali ini Nissa yang diceritakan Fajar kemarin. Bocah gemuk yang temannya sekelas.
.............
Minggu depannya, tanpa di suruhpun Nissa menempati tempat favoritnya. Itu tu yang di pinggir lapangan Volly. Memisahkan diri dari barisan, lagi. "Nissa, minggu depan jangan lupa bawa topi ya!"

Nissa mengangguk samar.
 
;