Minggu, 04 Januari 2015 0 Messages

DUA PURNAMA



"Tidakkah ananda hendak menemani ibunda memandangi purnama?"

Sang pangeran muda menoleh. Meletakkan pena, lalu menjauhkan kertas beserta tinta. Menarik kursi ke belakang dan perlahan melangkah menuju balkon.
Bersamaan dengan itu, atas perintah ibunda ratu, para dayang berjalan keluar.

"Hilangkah dalam ingatan ananda, berapa lama lagi hari bahagia itu akan tiba."

Pangeran mendongak lekat pada bulan bersinar sempurna yang menggantung di langit bertabur bintang.

"Takkanlah sampai begitu, ibunda. Yang ibunda lihat hanyalah luaran saja. Kalau ananda menyibukkan diri menulis dan menulis adalah supaya waktu tak terbuang sia-sia. Mengingati dan membayangkan detik-detik itu, membuat ananda mati rasa, hidup tak bernyawa. Karenanya, dengan menulis ananda merasa masa lebih berguna. Lagipula sudah hampir di penghujung cerita, beberapa lembar lagi, tercapailah cita-cita ananda."

Ibunda ratu tersenyum pada zuriatnya.

"Dua purnama dari sekarang ibunda," pangeran muda memecah kesunyian.

"Yah, dua purnama lagi. Sungguh waktu terus berlari, sementara kita tak mampu mengiringi. Ibunda selalu berdoa, semoga Allah meluruskan dan memudahkan pernikahan ananda."

"Aamiin, insya Allah."

Ibunda keluar. Pangeran muda bergegas meraih pena dan secarik kertas. Setelah menulis maksud dihati, dipanggilnya burung Merpati pengantar surat.

Makhluk bersayap yang dipanggil datang dengan terburu-buru. "Ini, sampaikan saat ini juga."
........

Sang putri tengah menyulam dan terkejut mendengar kepakan sayap merpati di balik jendela kamarnya. Cepat-cepat ia membuka pintu dan sebuah surat berikat kain sutra hijau jatuh. Burung pengantar surat tersebut menerobos masuk, kemudian hinggap di meja tulis putri tersebut.

Sang putri meraih, membuka ikatan dan membacanya.

"PURNAMA YANG INDAH, BUKAN?"

Dari kamarnya, ia tidak bisa melihat benda bundar yang dimaksudkan dalam surat tersebut. Berlari-lari kecil ia ke arah balkon, tanpa memperdulikan teriakan para dayang. "Tuan Purtri...."

Dan ia tersenyum. Rupanya surat itu tidak bicara benar. Apa yang dilihatnya tidaklah indah, melainkan teramat indah!"

Merpati pengantar surat tak bermaksud pergi sama sekali, sampai sang putri mengambil pena dan mencatat dengan cepat sebagai surat balasan. Diikatnya kembali dengat sutra hijau yang tadi. Pak..pak...pak...burung itu melesat pergi.
........

"DUHAI SAUDARA, BETUL SEKALI APA YANG DIKATA. PURNAMA SUNGGUH MEMESONA."

Pangeran muda memasukkan surat balasan ke saku bajunya. Ia tersenyum sendiri, dan melanjutkan tulisannya yang sempat terseka.
........

Sementara sang putri tidak menuntaskan sulamannya. Saat para dayang sudah keluar, dan sebelum memejamkan mata, ia menggurat kata-kata...

"HAI, KENAPA DUA PURNAMA TERASA LAMA? APAKAH CINTA JADI SEBABNYA."

 
;