Rabu, 04 Juni 2014 0 Messages

DEMI

Air tumpah ruah dari langit. Berpasangan dengan bayu yang garang dan melecut pepohonan dan dedaunan rimbun. Awan masih tak ingin beranjak terang. Sepertinya, hujan masih lama baru reda.

Para petani sudah pada pulang semua, tiga bocah itu justru senang-senang. Bermain dalam genangan air di parit kecil di pinggir ladang. Debur air yang deras, hujan yang mengguyur, menjadikan mereka seolah lupa segalanya.

"Kalak barro' be," bantah salah satu bocah yang duduk di bangku TK.

Wanita separuh baya itu menggeleng, tiada tawar menawar. "Dah capat, kite balik udde'."

Si bungsu berkali-kali hendak turun dari gendongan dalam perjalanan pulang ke rumah. Bagaimana tidak, beberapa titik genangan air yang mereka lewati begitu menarik di mata hitamnya.

"Ooh, sodahlah. Ujan yo. Capat kite balik." Wanita paruh baya itu membetulkan posisi gendongannya.

Tap-tap-tap. Langkahnya semakin laju dan terhenti ketika sadar dua bocah lainnya berjarak jauh di belakangnya. Ia berteriak membelah derasnya hujan. "Ngape nak maing agek ye. Ooh, bang ngah capat sikitlah!"

Anak yang nomor dua berlari meninggalkan si sulung. Si sulung tak mau ketinggalan begitu saja. Jadilah, kesempatan sedikit itu, entah bagaimana tiba-tiba menjadi arena lomba lari bagi keduanya.

"Aku dolok," si Sulung puas, merasa menang.
Si tengah diam.
..........
"Oh awok. An ape-ape ye be."
Diam barang sejenak mendengar suara di ujung sambungan. "Hey kita' nak ngomong dengan umakmu ke?"

Si sulung tak mendengar dan langsung menghilang ke dapur. Si bungsu belum mengerti sama sekali, dan si tengah pula menggeleng kuat.

"Daan mao' biak ye, Lin. Tuahlah, ntah ngape jak kerjaannye ye."

"Awok, wa'alaikumsalam."
..........
"Assalamu'alaikum," wanita berumur menginjak empat puluh itu mematikan telepon selulernya. Sesuai restu ibunya di kampung, ia ingin melanjutkan masa kerjanya di Malaysia ini. Demi tiga buah hatinya, orang tua, dan rumah impian mereka semua. 
 
;