“Apa!”
Lois dengan malas menyodorkan
sobekan surat kabar hari ini kepada suaminya, Clark. Dalam hitungan detik
setelahnya, wanita itu memilih hengkang dari sana. Tidak peduli bagaimana
reaksi pasangan hidupnya itu. Menolak, ah ia hanya berusaha membantu. Tetapi
lebih baik seandainya lowongan yang diberikannya ditanggapi.
Akhir-akhir ini temperamen Clark
memburuk. Setumpuk tagihan yang mesti diselesaikan dalam bulan ini. Listrik,
air, telepon, biaya sekolah anak-anak, belum lagi sikap istrinya yang mudah
marah lantaran hamil muda. Namun apa yang bisa dilakukannya? Bukan berarti
dunia telah aman. Persaingan antar superhero semakin ketat. Dan para klien
tidak lagi membutuhkan jasanya. Yang terbaru adalah, kau tahu MAN OF STEEL.
“Pekerjaan sampah!”
Tangan Clark yang keras langsung melumat
kertas tersebut sejadi-jadinya. Membentuknya seperti bola dan memasukkannya ke
dalam keranjang sampah. Ia melanjutkan lagi menyesap kopinya yang dingin. Layar
komputer berkedip-kedip seolah menunjukkan perasaannya.
Lois muncul lagi setelah
menidurkan anaknya yang baru kelas satu sekolah dasar di kamar. Perang dingin
sebenarnya masih terjadi antara keduanya, tetapi hatinya lebih kepada keinginan
untuk mengetahui pendapat suaminya.
“Bagaimana, Clark?” Tanya Lois.
“Tidak!” Singkat, padat, dan jelas.
Artinya tiada kompromi setelahnya.
“Baiklah. Jhon sebenarnya sudah
berkali-kali memintaku untuk bekerja lagi padanya. Dan kukira ini saatnya
mengakhiri harapannya. Mungkin aku masih segesit dulu. Mulai besok, kau yang
akan mengurus anak-anak. Aku akan berangkat pagi-pagi sekali. Itu enam hari
selama satu minggu. Begitu seterusnya sampai …… “
Clark
memangkas omelan istrinya yang mengalir deras. “Tidak ada sampai. Karena aku
tidak setuju. Melakukan apa yang kau minta maupun kau yang bekerja. Titik.”
Gunung es di benak Louis mulai mencair.
Sialnya, itu membuatnya naik pitam seketika. “Lalu apa maumu, S?”
Clark membisu. Sementara istri yang
dinikahinya lima belas tahun silam itu mematung menunggu jawaban. Kedua
tangannya bersilang didada. Sebuah tanda perlawanan dan pantang menyerah. Oh,
wanita itu sudah jenuh dengan rumah tangganya yang jauh lebih berantakan kali
ini. Berulang kali Clark membujuknya, sebagai hiburan, untuk terbang ke langit,
sebanyak itu pula ia menolak. Saat ini, tidak ada yang lebih penting dari
hidupnya selain anak-anak. Tepatnya, nasib anak-anaknya yang memprihatinkan
saat ini.
“Kau lihat ini, Lois.” Clark menunjuk
kearah layar komputer. “Naskah ini sebentar lagi akan kelar. Dan aku yakin,
pasar akan memangsanya tanpa ampun. Seketika itu juga, uang akan mengalir deras
ke dompet ku. Dompet kita maksudku.” Untuk yang terakhir itu Clark menurunkan
suaranya. Bukannya ia tidak mau berbagi penghasilan dengan istrinya. Ia hanya
sama tidak yakinnya akan hasil tulisannya. Sejauh ini, plot tulisannya mandek
pada bagian ending. Terlalu biasa
atau seandainya dipaksakan berlanjut, maka akan tampak klise.
“Ok.” Lois mengendorkan tameng
dirinya. Memilih berbaring lekas di atas ranjang. Ujungnya sudah ketahuan, tak
lebih dari debat kusir. Dan sebelum ia menutup diri dengan seprai, Louis
berkata lemah, “bawa itu semua besok ke penerbitmu, ya. Susu formula Smith
hampir habis.”
………….
Ini mimpi buruk, benak Clark berteriak.
Apa yang tengah dikerjakannya diatas langit saat ini? Merendahkan!
Tetapi ia tetap meneruskan usahanya.
Penangkapan pertama belum juga membuatnya hatinya tersenyum. Kedua, tidak
berbeda. Ketiga dan keempat, tetap serupa. Sang Superman baru bisa menikmati
pekerjaan pada hitungan kelima dan seterusnya. Ada suara-suara berteriak
dibawah sana. Menyebut-nyebut dirinya. Sesuatu yang sudah lama hilang dari
kesehariannya. Dan itu, itu sangat menyenangkan.
“Lihat, Superman!”
Rasa terhina menyebabkan Clark
secepatnya menghilang dari langit. Lumayan, pikirnya. Paling tidak bisa
menaikkan nilai tawarnya pada Lois. Meski awalnya kesal, Clark masih ingin
mencobanya esok sore.
“Biar aku yang menjualnya,” pinta Lois
penuh sumringah di wajahnya saat Clark menyuguhkan apa yang didapatnya. Kali
ini Clark sama sekali tidak membantah.
Dalam angannya, Lois menghitung pendapatannya
dari menjual dua belas layang-layang yang dibawa suaminya. Di kalikan dengan penjualan
lima ribu rupiah perbuah, enam puluh ribu cukup untuk keperluan mereka yang
diperketat.
………
Malam sebelumnya, beberapa saat sebelum
Clark menutup harinya di depan komputer, lelaki itu mengambil lagi kertas yang
telah dilumatnya dari tong sampah. Disana tertulis;
“Musim menatap langit, pemerintah Kabupaten Sambas menjadikan musim ini
sebagai ajang memperkenalkan salah satu wisata budaya. Layang-layang memenuhi
cakrawala setiap sore. Sementara teriakan anak-anak pengejar layang-layang
putus menjadi irama yang mengikutinya.“