Rabu, 27 Agustus 2014

ALYA VS MIRA

"Alya?"
Aku terpana!

Lekat-lekat Alya menatapku. Oh sudah lama sekali aku tidak menemukan mata itu. Alya membelai tubuhku.

"Jangan!"
Larangan keras ibunya menyentak bocah tersebut. Pandangannya pun beralih cepat pada sumber suara. "Tak ah, mari kita pergi."

Aku kecewa sama dengan dia pastinya. Untuk kali terakhir sosok di hadapanku itu mengarah pandang. Dan wajahnya telah berubah. Ia bukan lagi Ayla, melainkan anak perempuan asing yg belum pernah kulihat sekalipun. Tetapi mereka punya persamaan. Cara melihat itu....

"Ayla, dimana kamu?"
.......
Di belahan bumi lainnya, Alya melemparkan setiap hadiah yg dibelikan kedua orang tuanya k dinding.
.......
"Barung...."
Ayla tak bisa menahan kakinya untuk tidak berlari. Tak peduli teriakan ibunya yg melengking serta tarikan tangan ayahnya. Ayla terlepas, bengal dan terus berlari menyebrang jalan.

"Ayla, benarkah kamu itu....Ayla....."
Aku membalas tanpa bisa menghampirinya yg ada d seberang jalan.

Sekali lagi, "barung..."
Ayla sudah d bahu jalan. Tetap berupaya menerobos mendekat n semakin mendekat. Dari arah kiri, tiba-tiba sebuah sepeda motor melesat cepat. Tak lama setelah itu, terdengar ban kendaraan roda dua tersebut berdecit. Menginjak rem mendadak. Namun apa hendak dikata. Tubuh Ayla terlanur terpental beberapa meter jauhnya....braaaaakkkk

Dan aku terjaga. Tahu-tahu mataku sudah basah. Dalam lirih ku berucap, "moga itu tak jadi nyata."

Sepasang tangan meraih tubuhku, lantas melemparkanku sesukanya. Jadilah aku tersungkur dan tertelungkup. Tak sempat kulihat wajah anak itu.

"Ini mau?"

Tak ada jawaban. Aku hanya tetap bisa mendengarkan.
"Yang ini berapa bg?"
Orang yg paling kubenci d dunia ini menjawab singkat, "empat puluh."
...........
Di kamarnya Ayla mulai luluh melihat hadiah bibinya. Sebuah boneka panda raksasa yg diberinya nama Panda.
...........
Tubuhku ditarik oleh tangan yg kasar dan agak gemetar. Ia seorang lelaki tua yg kulihat tadi memarkir sepeda ontelnya tepat d hadapaku.

Tanyanya kemudian, "yg ini berapa mas?". Ia terbatuk sekali.
"35, pak long."
.........
Aku berharap keajaiban terjadi. Lelaki tua itu adalah utusannya Ayla yg bertugas menjejaki keberadaanku. Rupanya salah besar!
Di rumahnya yang jauh lebih kecil dari milik Ayla, disanalah aku berada kini.
"Mira, lihat apa yg ayah bawa." Ia terbatuk lagi.
Mira yg dipanggil menggeser dudukannya k arah sang ayah. "Apa ayah." Raut mukanya seketika girang, sumringah sekaligus.
"Coba tebak..." sang ayah mendapatkan tangan Mira, meletakkan kejutan yg dibawanya.
Mira membuka bungkus plastik, langsung merabaku, "boneka..!"

Mira melonjak-lonjak di tempat duduknya.
"Mak mana?"

Saking senangnya, Mira mengesampingkan bicara ayahnya. Ia justru bertanya, "ayah, ini boneka apa? Apa warnanya ayah?"

"Ini boneka beruang, Mira. Warnanya coklat."

"Beruang, coklat? Seperti apakah itu?"
Sang ayah terenyuh terdiam. Bisanya menyeka matanya yg mulai sembab.
"Bisakah Mira melihatnya suatu hari kelak?"

Aku sudah dalam pelukan hangat bocah yg tak bisa melihatku sekalipun.

0 Messages:

Posting Komentar

 
;