Selasa, 16 September 2014

OH MALAYSIA

Deja vu. Tak pernah ia sangka ketika harus mengulang lagi. Menyerah pada nasib, merantau ke luar negeri, negeri Jiran Malaysia. Seharusnya itu menyenangkan jika tujuannya jalan-jalan, liburan, dan bersenang-senang semata. Nyatanya TIDAK!

Dan kali ini jelas-jelas berbeda. Status suami cuma tinggal catatan di Kartu Keluarga saja. Lelaki itu lenyap tanpa jejak. Tiada nafkah bahkan sejak dua tahun lamanya. Makanya, mau tidak mau, demi semata wayang hasil dari pernikahan mereka, bocah perempuan berusia empat tahun, ia mesti mendulang ringgit ke sana. Duh, Malaysia, kalau lah boleh memilih, tak ingin dirinya meninggalkan orang-orang yang dicintainya.

Tanpa menahan-nahan air mata yang mengalir deras, berkali-kali di peluk-ciuminya bocah perempuannya. Tiada kata-kata, karena sepertinya ikatan batin punya cara tersendiri berbicara. Sang bocah hanya terdiam dan heran.

"Ma, aku minta belikan sepatu ya."

Semakin menohok hingga ulu hati. Sekali lagi, cuma peluk-cium ia berikan sebagai jawaban. Dan stok air matanya seolah tak habis-habis meski ia tahu, kinilah saatnya harus berangkat segera.

Dua tas besar telah siap sejak semalam, yang bakal menemani perjalannya ke negeri orang. Sanak keluarga berkumpul di ruang tengah, ingin sekedar mengucapkan selamat jalan. Tak lepas tentunya, menghatur doa agar selamat sampai tujuan hingga pulang kembali ke kampung halaman.

Dua tahun. Wanita itu menghela nafas dalam. Ia berharap rentang waktu tersebut tidak mengubah apa-apa, kecuali kehidupan yang lebih baik. Tetapi tetap saja, sulit baginya tuk tidak khawatir dengan kondisi psikologis sang anak. Jangan-jangan, saat ia pulang kesini lagi, ikatan anak-ibu memudar, lalu tak bersisa sedikitpun.

0 Messages:

Posting Komentar

 
;