Hari itu menyenggat sungguh. Debu terbang sesuka hati tanpa ampun dari dum-truk yang melenggang santai. Seolah senang akan lubang jalan yang bertaburan dimana-mana. Sepeda motor dan kendaraan umum tidak mau ketinggalan ambil bagian. Di kawasan Jeruju, aktivitas tidak pernah terhenti barang sedetik. Riuh rendah dari manusia dan desing mesin-mesin. Dan aku bergabung disana.
Sengaja aku memacu kendaraan dengan alot. Berharap tentunya apa yang dicari segera ketemu. Papan nama bertuliskan sebuah lembaga bahasa kursus Inggris. Alamatnya memang ada dijalan ini, tapi nomor bangunan yang tidak lagi tersusun apik sungguh menyulitkan. Terlebih, di kota ini aku adalah orang baru, orang pendatang.
Berhenti mengambil nafas sejenak serta menambah sedikit informasi. Mudah-mudahan ada hasilnya. Rupanya nihil sama sekali. Orang yang kutanyai keberadaan lembaga kursus bahasa Inggris tersebut bisanya cuma menggelengkan kepala. Yah, semoga saja aku tidak mengganggu jualan buahnya. Toh, beliau memang tidak tengah melayani pembeli kok.
Aku terus bergerak. Kiri kanan mataku melihat. Memastikan tidak ada yang terlewat. Kuakui ini cukup berbahaya. Konsentrasi pecah antara menjejaki dan berkendara. Hingga akhirnya, diantara ribuan papan nama dari yang ada, nama lembaga itu terselip kecil disitu. Di sebuah pasar yang padat pengunjung atau sekedar lalu lalang.
Suatu pagi di beberapa hari setelahnya. Sejuknya kota hanya bertahan sampai pukul menjelang tujuh. Atmosfir hangat merambat dari aspal yang di tindih berbagai bentuk pengguna jalan. Gesekan antara karet ban dengan tubuh aspal, menciptakan panas tidak tertahankan.
Untungnya aku lepas dari itu semua. Sengaja pergi berpagi-pagi dengan tujuan datang tepat waktu. Dan ternyata tidak hanya tepat waktu, kedatanganku terlalu pagi. Terserah dari definisi manapun, lembaga itu tidak menerapkan disiplin ketat. Bahkan waktunya selentur karet gelang. Padahal seharusnya acara interview dan seleksi dimulai pukul tujuh, tujuh kurang lima menit pintu depan masih tergembok. Kalau tidak salah, beberapa puluh menit setelahnya baru datang sesosok wanita melepas kuncinya. Ia adalah seorang custumer service.
Tetek bengek pun berlanjut dengan tergesa-gesa. Ruang praktek mengajar sepertinya belum disiapkan, termasuk sang interviewer belum datang. Sementara peserta lain sepertiku mulai bermunculan satu per satu. Berkenalan dengan sesama pelamar, eh rupanya dia memang sedang kuliah di ABA (akademik bahasa asing), jurusan bahasa Inggris pula. Aku ciut? Tidak, toh ku anggap ini adalah pengalaman melamar pekerjaan perdana. Berbekal pengetahuan autodidak belajar bahasa Inggris, kukira memang tidak mungkin ada lembaga yang mau mempekerjakanku sebagai instruktur. Bagaimanapun, proses selesksi berjalan dan aku mengikuti saja.
Pertama-tama mengisi beberapa soal sederhana yang dilanjutkan dengan speaking test. Disini setiap orang diberi tugas untuk menyampaikan materi tertentu. Kebetulan aku dapatnya kebagian mengajarkan tentang "take". Pelamar lain sungguh mantap bahasa Inggrisnya! Cuma aku yang keteteran dan musti mencampur bahasa Indonesia sedikit. Sedih gak tu?
Sudah dapat ditebak hasilnya. Aku memang tidak terlalu berharap untuk lulus seleksi. Berkaitan dengan letak lembaga itu cukup jauh dari rumah, juga mengukur kemampuan diri baru setipis kulit ari.
Waktu terbang memasuki hitungan tahun sejak hari itu. Saat melintasi lembaga kursus tersebut, plang nama yang menunjukkan keberadaannya tidak ada lagi. Kemungkinan pindah ke tempat yang lebih besar. Atau kemungkinan lain, lembaga itu hanya tinggal sebuah sejarah. Entah bagaimana, hati kecilku cenderung pada pendapat kedua. Mengingat sistem yang belum terbangun dan fasilitas lembaga yang kalah bersaing kala itu.
Suatu pagi di beberapa hari setelahnya. Sejuknya kota hanya bertahan sampai pukul menjelang tujuh. Atmosfir hangat merambat dari aspal yang di tindih berbagai bentuk pengguna jalan. Gesekan antara karet ban dengan tubuh aspal, menciptakan panas tidak tertahankan.
Untungnya aku lepas dari itu semua. Sengaja pergi berpagi-pagi dengan tujuan datang tepat waktu. Dan ternyata tidak hanya tepat waktu, kedatanganku terlalu pagi. Terserah dari definisi manapun, lembaga itu tidak menerapkan disiplin ketat. Bahkan waktunya selentur karet gelang. Padahal seharusnya acara interview dan seleksi dimulai pukul tujuh, tujuh kurang lima menit pintu depan masih tergembok. Kalau tidak salah, beberapa puluh menit setelahnya baru datang sesosok wanita melepas kuncinya. Ia adalah seorang custumer service.
Tetek bengek pun berlanjut dengan tergesa-gesa. Ruang praktek mengajar sepertinya belum disiapkan, termasuk sang interviewer belum datang. Sementara peserta lain sepertiku mulai bermunculan satu per satu. Berkenalan dengan sesama pelamar, eh rupanya dia memang sedang kuliah di ABA (akademik bahasa asing), jurusan bahasa Inggris pula. Aku ciut? Tidak, toh ku anggap ini adalah pengalaman melamar pekerjaan perdana. Berbekal pengetahuan autodidak belajar bahasa Inggris, kukira memang tidak mungkin ada lembaga yang mau mempekerjakanku sebagai instruktur. Bagaimanapun, proses selesksi berjalan dan aku mengikuti saja.
Pertama-tama mengisi beberapa soal sederhana yang dilanjutkan dengan speaking test. Disini setiap orang diberi tugas untuk menyampaikan materi tertentu. Kebetulan aku dapatnya kebagian mengajarkan tentang "take". Pelamar lain sungguh mantap bahasa Inggrisnya! Cuma aku yang keteteran dan musti mencampur bahasa Indonesia sedikit. Sedih gak tu?
Sudah dapat ditebak hasilnya. Aku memang tidak terlalu berharap untuk lulus seleksi. Berkaitan dengan letak lembaga itu cukup jauh dari rumah, juga mengukur kemampuan diri baru setipis kulit ari.
Waktu terbang memasuki hitungan tahun sejak hari itu. Saat melintasi lembaga kursus tersebut, plang nama yang menunjukkan keberadaannya tidak ada lagi. Kemungkinan pindah ke tempat yang lebih besar. Atau kemungkinan lain, lembaga itu hanya tinggal sebuah sejarah. Entah bagaimana, hati kecilku cenderung pada pendapat kedua. Mengingat sistem yang belum terbangun dan fasilitas lembaga yang kalah bersaing kala itu.
0 Messages:
Posting Komentar