Pak Paiman bangga mendapati dirinya cepat belajar dari sang cucu, Garda. Bagaimana caranya memanggil,
apa yang musti ditekan untuk kirim dan buka sms. Semuanya mudah, pikirnya. Terlebih bila ingin mengecek pulsa dan bonus. Menyimpan nomor baru juga tak luput yang dipelajarinya dari siswa kelas 5 SD tersebut.

Blakbari, demikian ia dan istrinya menyebutnya. Alat komunikasi tersebut disimpan dengan apik di tempat yang lebih tinggi. Di pak-pak rumah yang apabila mengambilnya harus menggunakan kursi. Tidak ada pilihan lain. Soalnya, sinyal itu mengambang diatas kita, jelasnya sok tahu pada istrinya yang aktif bertanya. Hebatnya lagi, wanita itu mengangguk kuat sok paham.
Makanya, sesuai kesepakatan dan supaya tidak ribet, kursi plastik sementara semi permanen sengaja diletakkan disitu. Agar mereka berdua mudah untuk sesekali melihat aktivitas hape baru tersebut. Kan gawat tuh kalau-kalau anaknya, Maida di Malaysia sana nelpon. Makanya, dalam hitungan menit demi menit, rutinitias pak Paiman dan istrinya, Ainun, di rumah itu adalah mengunjungi blakbarinya.
Tadi pagi itu blakbari-nya demam. Bagaimana tidak, berbicara dengan Maida yang kebetulan tidak kerja hari ini seolah tiada habis-habisnya. Kalau pun habis, pasti ada topik-topik tak penting lainnya untuk dibicarakan. Cuma Maida di seberang sana menyadari pertanyaan "tangah ngape ye?" sudah lebih dari sepuluh kali. Ia cekikikan. Saat pak Paiman tidak ada lagi yang mau dibicarakan, istrinya cepat sigap mengambil alih. Sebaliknya, ketika Ainun lupa apa yang hendak diucapkan, pak Aiman tahu apa yang belum disampaikannya. Begitu berulang-ulang hingga anaknya, Maida dengan terpaksa memutus sambungan. Ada sedikit kerjaan, dia beralasan. Semoga bukan tergolong anak durhaka.
Bukannya kecewa, sepasang suami istri itu justru senang. Itu artinya, nanti Maida akan menghubungi mereka lagi. Bukannya demikian?
Pak Paiman membatalkan borongan menebas rumput khusus untuk hari ini. Ainun memilih tindakan sama, kantor kebun karetnya tutup dulu. Besok baru buka lagi. Sejam, dua jam, hingga sampai lima jam sekarang ini, kunjung mengunjungi itu terus berlangsung. Bosan? Tidak sama sekali. Pak Paiman merasa istrinya terlalu berlebihan. Masa mesti jenguk blakbari setiap detik. Ah, wanita memang sukanya begitu. Materialistis.
Sementara Ainun mengambil kesempatan ketika Pak Paiman berjalan ke belakang dan serambi. Sepersekian detik cepatnya ia menekan beberapa tombol. Layar blakbari terang seketika. Dan ia tidak bodoh untuk mengetahui seandainya ada panggilan maupun pesan masuk. Ia kan telah diajari oleh suami tercintanya. Hanya saja yang diherankannya adalah, kenapa pak Paiman tidak tahan berjauh-jauhan dengan si blakberi. Norak sekali lelaki itu. Ah, biasalah lelaki. Selalu saja merasa lebih tahu.
Akhirnya mereka jengah dan letih juga. Bolak-balik dan turun naik kursi selama tiga jam dan sekarang masuk lima, mereka sadar betapa bodohnya mereka. Bukan diri mereka sendiri. Menurut pak Paiman, Ainun norak. Menurut Ainun, Paiman kampungan. Tanpa komando, mereka saling mentertawkan diri ketika keduanya bersamaan ingin naik keatas kursi. Ingin memastikan tidak ada panggilan yang terlewatkan. Maupun sms yang belum terbalas.
Maida mengirimkan blakbari memalui agen penyalur TKI yang membawanya. Selama ini sangat sulit untuk menghubungi kedua orang tuanya. Dengan mengirimankan alat komunikasi itu ke kampung, pastinya kesulitan itu serta merta lenyap. Kalau dulu, gadis yang baru berumur delapan belas tahun itu harus me-call bibinya dulu jika ingin berbicara dengan orang tuanya. Lalu, ia mesti menunggu paling tidak setengah jam kemudian, baru bisa langsung berbicara. Jarak rumah yang agak berjauhan menjadi alasan utama. Dan sekarang, kapan saja ia menelepon, orang tuanya pasti bersegera mengangkatnya. Kecuali mereka lupa membawa blakbari bersama mereka.
Dua hari setelahnya, benda itu sampai. Paiman meminta Garda untuk segera membeli kartu perdana di konter HP. Mereknya tak penting, kata Paiman sewaktu Garda bertanya mau beli kartu apa. Mana peduli, asal bisa berbicara dengan Maida itu yang terpenting.
.............
Itu malam jum'at. Tiba-tiba blakbari teriak nyaring pukul delapan lewat tiga belas. Ainun baru saja selesai dengan Yasinannya. Paiman pun baru datang dan duduk setelah tahlilan dari rumah tetangga. Ainun berdiri dan berlari-lari kecil. Tapi Paiman lebih dekat untuk menggapainya duluan. Pesan singkat dari nomor belum dinamai.
Paiman kyusuk membacanya. Keringat dingin menyembul dari pori-porinya. Melihat itu, Ainun yang tidak bisa membaca bertanya-tanya dalam hati. Ada apa gerangan? "Ada apa?," tanyanya tak tahan.
Sepelan mungkin Paiman menjawab. Nadanya bergetar, suka dan merinding. Bagaimana mungkin orang yang telah meninggal bisa mengirimkan pesan. "Dari ummak!"
"Ummak, ummak sape?" Ainun terbawa emosi. Suaranya pun pelan-pelan saja.
Paiman menggeleng. Ia pun heran.
.............
Maida rencananya membujurkan badan lebih awal. Jam di dinding menujukkan hampir pukul setengah sembilan waktu setempat, Miri, salah satu wilayah di Malaysia Timur. Bila dikonversi ke waktu di kampungnya, sungguh itu baru pukul delapan tiga puluh. Namun, pekerjaan seharian hari ini membuatnya letih bukan main. Banyak berkutat pada pencatatan kayu masuk dan keluar, yang mentah dan setelah diolah, harus dilakukan dengan teliti. Kalau tidak, sang supervisor tidak segan-segan menyemburnya dengan kata-kata "manis." Uh, gaya saja, padahal lelaki itu juga seorang TKI.
Ayu Ting-ting berdendang merdu lewat MP3.
"Kemana...kemana....kemana....Ku...." Terhenti
Berganti. Kini Opick yang bersuara, "Bila waktu tlah terhenti...."
Ortu? pikir Maida. Malam-malam begini? Ada apa gerangan? (Sok bahasa Indonesia yang baik dan benar!)
"Wa'alaikumsalam, yah. Ade ape?"
Da, hebat inyan Hape yang kawu kirimkan tok i. Ade ke, nekwanmu be minta isikan pulsa lima puluh ribu. Jak mule-mule kamek heran, tang bisse urang dah mati kirim SMS. Kakye nje umakmu agek, die takut kanak pagiyek, isikan dah be bang! katenye.
Maida terbelalak. "Nek wan?" tanyanya heran.
"Ade SMS masok baro kini tok. Tok yo SMS i, Tolong isikan mama pulsa lima puluh ribu. sekarang penting. Ke nomor ntah berape, lupa. Kakye agek, katenye biar die yang ngubungek kalak. Jadinye umakmu makin ketakutan.
Rasa kantuk Maida hilang seketika. Satu pintanya semoga kedua orang tuanya tidak termakan sms palsu tersebut. "Sodah nak di isikan, yah. Iye urang nipu ye."
Lama tidak ada jawaban. Maida hanya menduga-duga apa yang terjadi disana. Ayah dan ibunya saling pandang. Ternganga. Dan betul.
"Dah jamman kamek isikan naknye lima puluh ribu"
Kini, giliran Maida yang ternganga.
Paiman kyusuk membacanya. Keringat dingin menyembul dari pori-porinya. Melihat itu, Ainun yang tidak bisa membaca bertanya-tanya dalam hati. Ada apa gerangan? "Ada apa?," tanyanya tak tahan.
Sepelan mungkin Paiman menjawab. Nadanya bergetar, suka dan merinding. Bagaimana mungkin orang yang telah meninggal bisa mengirimkan pesan. "Dari ummak!"
"Ummak, ummak sape?" Ainun terbawa emosi. Suaranya pun pelan-pelan saja.
Paiman menggeleng. Ia pun heran.
.............
Maida rencananya membujurkan badan lebih awal. Jam di dinding menujukkan hampir pukul setengah sembilan waktu setempat, Miri, salah satu wilayah di Malaysia Timur. Bila dikonversi ke waktu di kampungnya, sungguh itu baru pukul delapan tiga puluh. Namun, pekerjaan seharian hari ini membuatnya letih bukan main. Banyak berkutat pada pencatatan kayu masuk dan keluar, yang mentah dan setelah diolah, harus dilakukan dengan teliti. Kalau tidak, sang supervisor tidak segan-segan menyemburnya dengan kata-kata "manis." Uh, gaya saja, padahal lelaki itu juga seorang TKI.
Ayu Ting-ting berdendang merdu lewat MP3.
"Kemana...kemana....kemana....Ku...." Terhenti
Berganti. Kini Opick yang bersuara, "Bila waktu tlah terhenti...."
Ortu? pikir Maida. Malam-malam begini? Ada apa gerangan? (Sok bahasa Indonesia yang baik dan benar!)
"Wa'alaikumsalam, yah. Ade ape?"
Da, hebat inyan Hape yang kawu kirimkan tok i. Ade ke, nekwanmu be minta isikan pulsa lima puluh ribu. Jak mule-mule kamek heran, tang bisse urang dah mati kirim SMS. Kakye nje umakmu agek, die takut kanak pagiyek, isikan dah be bang! katenye.
Maida terbelalak. "Nek wan?" tanyanya heran.
"Ade SMS masok baro kini tok. Tok yo SMS i, Tolong isikan mama pulsa lima puluh ribu. sekarang penting. Ke nomor ntah berape, lupa. Kakye agek, katenye biar die yang ngubungek kalak. Jadinye umakmu makin ketakutan.
Rasa kantuk Maida hilang seketika. Satu pintanya semoga kedua orang tuanya tidak termakan sms palsu tersebut. "Sodah nak di isikan, yah. Iye urang nipu ye."
Lama tidak ada jawaban. Maida hanya menduga-duga apa yang terjadi disana. Ayah dan ibunya saling pandang. Ternganga. Dan betul.
"Dah jamman kamek isikan naknye lima puluh ribu"
Kini, giliran Maida yang ternganga.
0 Messages:
Posting Komentar