Teriakannya mengganggu pendengaranku. Sejelas suaranya, sejelas itu pula aku bisa menebak apa yang terjadi di luar sana. Menyembulkan badan sedikit, mencari sumber suara, adegan itu persis yang kubayangkan. Hanya saja, tak kusangka korbannya telah berdarah-darah.
Aku masih berdiri di persimpangan. Berdebat antara mengiyakan lumrah rantai makanan atau mencari sebilah kayu untuk melakukan pertolongan pertama pada korban. Dan rupanya, yang kedua sebagai kebulatan tekadku. Tak tanggung-tanggung, di dekatku ada kayu kira-kira sepanjang dua meter. Senjataku!
Pukulan pertama langsung mendapatkan hasil terbaik. Korban menghilang seketika, atau tidak hilang seketika sebenarnya. Hanya saja aku barangkali terlalu fokus pada pelaku. Salah satu makhluk yang paling bisa membuatku merinding. Geli sekaligus takut. Mengandalkan senjata yang ada ditangan, seolah keberanian berkumpul di dada.
Begitu pula halnya dengan pelaku, ia melakukan perlawanan sebisanya. Bukan perlawanan sih sebenarnya, itu bentuk mempertahankan diri. Larinya tidak tanggung-tanggung menjauhiku. Namun, jangan salah, berbekal senjata andalan, aku getol mengejarnya. Ia sesekali mencoba menantang, tapi sekali lagi kusebutkan, ia tidak terlalu berani.
Ketika ku mengambil ancang-ancang untuk melakukan pukulan kedua, ia hengkang terbirit-birit dengan lidah menjulur. Ku kejar terus sampai akhirnya ia berlindung di sebalik papan tebal. Badannya yang kecil memungkinkan untuk itu. Dengan rasa berani-berani takut, ku tepikan papan tersebut dengan kayu yang ku pegang.
Seolah raib begitu saja, ia menghilang. Hebat!
"Ade ape, bang?" Tanya si pemilik rumah yang heboh melihat aksiku.
Sementara aku hilir mudik. Menyelidiki sisi yang memungkinkan untuk makhluk itu menyembunyikan diri.
"Ular katak," jawabku singkat.
Dan saat aku mengitari lagi ke sisi sebelah selatan, tiba-tiba lawan bicaraku itu berkata nyaring sambil menunjuk-nunjuk, "wei, bukannya ular iye masuk rumah ye bang!"
0 Messages:
Posting Komentar