Fitri
menatap benda berwana cokelat muda ditangannya. Ornamen bunga berwarna abu-abu membalut sisi-sisinya. Ditengah juga
rangkaian bunga yang berbentuk hati. Sederhana memang bentuknya. Sesederhana
acara yang akan digelar pada hari yang tertera disana. Betul, seharusnya ia
mempersiapkan lahir batin untuk menghadapi hari H-nya. Bukannya bergelut dengan
perasaan bersalah. Namun, ia tak kuasa untuk mengenyahkan pikiran itu begitu
saja.
Terlebih
nama Adha tertulis disana. Dulu ia berpikir untuk tidak mengundang saja pemuda
itu. Tapi mengingat persahabatan yang terlanjur berwujud diantara mereka, serta
jasa-jasanya selama ini rasanya itu tidak etis. Jika mau jujur, justru sebab itulah ia merasa
tersiksa seperti ini. Persahabatan yang bagi Adha istimewa, meskipun telah
berulang kali Fitri menegaskan bahwa perasaannya tak lebih dari teman karib.
Seperti teman-teman lainnya.
Saheeda
mengambil perlahan undangan di tangan sahabatnya. Menumpuk dengan undangan
lainnya di atas meja. Dan mengambil satu yang menarik perhatiannya. Duduknya
disamping gadis berjilbab itu tadi seolah memudar ketika Fitri terus-terusan
menyalahkan diri sendiri. Kasihan bercampur empati, Saheeda menghela nafas
dalam.
“Tak
seharusnya di detik-detik seperti ini kamu masih memikirkannya. Saya tak bisa
membayangkan bagaimana seandainya Faisal tahu,” tukas Saheeda tanpa bertatap
muka dengan Fitri. Ia tidak terlalu ingin melebur dalam kondisi tersebut. Lagi
pula, untuk apa sih mengundang Adha segala jika memang hanya akan memperburuk
keadaan. Yang lalu biarlah berlalu.
“Faisal
sudah bertemu dengannya lebaran kemarin.”
Mata
Saheeda membesar tak percaya apa yang didengarnya. Membetulkan posisi duduknya
yang canggung lantaran menggunakan rok panjang. Menghadap ke Fitri, “lalu?”
“Saya
pernah menceritakan tentang Adha padanya. Juga tentang cintanya. Hari itu, saya
seolah melihat ada gunung es diantara mereka. Pembicaraan yang kaku mengisi
kunjungan Adha ke rumah lima belas menitan tersebut. Untung saja tidak mengarah
pada hal yang sensitif.”
“Sen-si-tif?”
Saheeda mengucapkannya dengan perlahan dan penuh penekanan.
“Seperti
menanyakan siapa Faisal.”
“Ah,
tapi ku kira Adha tak bodoh untuk membuat kesimpulan sendiri. Kalau benar, bukankah
kamu tak perlu repot-repot untuk menjelaskan banyak? Toh selama ini kamu tak
pernah memberinya harapan lebih. Sepatutnya ia mengundurkan diri dengan
teratur.” Ucap Saheeda terus-terusan.
Sedikit
banyak Fitri sependapat dengan Saheeda. Mengundurkan diri. Istilahnya sangat
tepat untuk menggambarkan sikap Adha sejak kunjungannya lebaran kemarin. Pemuda
itu bahkan tidak pernah bertanya lagi kapan Fitri akan menuntaskan perbaikan skripsi
dengan dosen pembimbingnya. Desakan yang lebih kepada motivasi juga tak pernah
Adha layangkan lewat sms lagi. Jika bukan Fitri yang bertanya tentang
perkembangan perbaikan skripsinya, ia tak pernah mendapat pesan lain.
“Ingat
Fit, kita tak mungkin bisa membahagiakan setiap orang.”
Fitri
mengangguk tanda sepakat dengan ucapan itu.
“Andai
saja ini Diana teman SMA kita.” Kata Saheeda mencoba mengalihkan pembicaraan sembari
menyodorkan undangan bertuliskan Diana dan partner.
Untuk
pertama kalinya Fitri menampilkan wajah ceria sejak kedatangan Saheeda
kerumahnya siang ini. “Oho, saya hampir lupa Id. Ya, dia memang Diana teman SMA
kita.”
“Yang
benar?” Tubuh Saheeda seolah ingin terlonjak dari tempat duduknya. “Apakah dia
berubah setelah hampir tujuh tahun, ya?”
“Tentu
sayang. Kamu saja berubah.” Jawab Fitri.
“Itulah, nasib seseorang tak
pernah bisa diduga,” tambah Fitri lagi. “Dulu dia selalu saja jadi
bulan-bulanan lantaran namanya yang sedikit ‘aneh’ untuk seorang laki-laki.
Sulit dipercaya, seseorang yang culun sepertinya bisa menjadi jurnalis. Bahkan,
katanya cerpen besutannya kerap kali nongol di koran lokal.”
Saheeda ternganga.
“Jangan-jangan? Oh, cerpenis bernama Dian A itu dirinya. Bahkan saya sering
kirim email padanya untuk meminta saran dalam menulis.”
“Kita sama terkejutnya, kan.
Satu hal lagi Id, Allah itu memang maha adil. Kau tahu, nama istrinya adalah Dani.”
Mata Saheeda hampir lepas
dari rongganya.
.................
Tulisan ini sebenarnya telahpun usai sejak Desember 2012 lalu. Namun, ada niat untuk melanjutkannya. Semoga.
0 Messages:
Posting Komentar