Senin, 08 April 2013

Perseteruan Diatas Angin

Batman masih meraja diatas. Kekehnya terdengar angkuh dan menjadi-jadi saat sayapnya mengibar bebas. Gagah perkasa. 
Ditengah menikmati rasa pongahnya itulah, tiba-tiba ia mendapati ada yang bertandang rupanya. Tiada diundang. Itu kelancangan namanya. Kekehnya berubah jadi seringai seketika. 
"Halo, Captain America." Nadanya jelas merendahkan. "Sebelum lebih jauh, alangkah baiknya jika aku membuka dengan peringatan, ok? Semoga kehadiranmu disini tidak menjadi penyesalan kelak."
"Wah-wah, tuan Batman, apa yang engkau pikirkan? Apa setiap orang kau anggap sebagai musuh. Kalau demikian, semua akan menjauhimu."
Batman bukanlah tipikal yang suka basa-basi. Seharusnya tadi, ia menyambut tamunya ini dengan satu serangan keras. Captain America pastinya selalu mengingat kejadian itu nantinya. "Terserah! Siap?"
Captain America justru kebingungan setelahnya, belum apa-apa, satu dentuman keras menerjangnya. Ia terjungkal dan hampir terkapar. Untungnya, latihan bertahun-tahun membuatnya siap dengan situasi seperti saat ini. 

"Oh, belum menyerah rupanya?" 
Serangan kedua jauh lebih dahsyat dari sebelumnya. Kali ini, entah alasan apa, Captain America menjadi ciut. Langkahnya mundur perlahan. 
Awalnya, Batman menduga ini strategi darurat sang Captain America. Mundur lalu menyerang. Uh, ternyata hanya bukti bahwa ia adalah seorang pecundang. Payah!

Dossss! "Lama tidak bertemu Batman. Bagaimana kabarnya?"
Batman masih bisa mendengar sapaan yang kurang ajar tersebut. Tubuhnya kehilangan keseimbangan untuk beberapa saat. Sebelum akhirnya, kembali seperti sedia kala. "Oh, baik-baik saja bajingan Red Bull. Apakah itu taktik pemenangan terbarumu, hah? Menyerang dari belakang. Benar-benar tidak jantan. 
"He..he.., siapa yang lebih pantas berbicara tentang etika. Ini hukum rimba, sobat bertopeng. Siapa kuat, dialah berkuasa."
"Kurang ajar!"

Dua banteng merah bertanduk itu tidak menyia-nyiakan kondisi hati panas Batman. Saat sosok replika kelelawar itu menyerah ganas, banteng itu menuju daerah yang lebih rendah. Bentuk penyelamatan diri. Melihat itu, Batman mendengus. 
Buarrrr...Serangan perdana Red Bull menjadikan Batman kocar-kacir. Sayapnya sobek sedikit. Kekhawatiran mulai menyusup dihatinya. Bukannya apa, CatWomen sekarang tengah cuti. Siapa yang bakalan menjahitnya kostumnya kalau begitu. "Ah, masa bodoh. Rasakan ini...." 
Red Bull yang mengira telah diatas angin terkesiap. Tanduknya tergores dan retak akibat serangan Batman tak terduga. Ia menjadi lemah.  
Tidak membiarkan kesempatan lepas begitu saja, Batman menghujamkan serangan selanjutnya. Tak ayal lagi, kali ini tanduk Red Bull terpisah dari tempatnya. Patah. Jalannya menjadi linglung dan tidak tentu arah. Mana barat, mana timur. Mana atas, mana bawah. Dan akhirnya, hilang dari peradaban. 

Riuh rendah, uforia kesenangan membahana dibawah sana. 

Ia tahu bahwa dirinya adalah penantang yang ketiga kalinya. Banyak orang berpikir, "siapa yang tidak terkalahkan itu artinya ia begitu tangguh." Tidak-tidak. Ia sama sekali tidak setuju dengan pendapat keramaian tersebut. Justru menurutnya, Batman yang tak terkalahkan itu, upss, yang belum terkalahkan itu hanyalah belum bertemu lawan sepadan. Untuk itulah ia disini. 
"Oh, ternyata masih ada yang belum sadar siapa yang dihadapinya." Nafas Batman sekuat tenaga disembunyikannya agar tidak tampak terengah-engah. 
Sialnya, itu tidak berhasil. "Atur saja nafasmu dulu kawan. Saya paling benci jika menghabisi lawan yang tidak berdaya. Ibaratnya, mencuci tangan yang masih bersih. Begitu."
Bukannya mereda, tarikan nafas Batman malah semakin memburu. "Ya, saya setuju. Dan ...." Serangan tak terduga melenceng dari seharusnya. Batman mengeram marah atas kegagalannya melumpuhkan pendatang baru. 
"Jujur, aku terkejut. Tapi, itu sajakah kemampuan yang kau miliki?"
"Jangan pernah merendahkanku wahai Jepang. Ayo, majulah kalau berani!" Batman hilang kesabaran. 
Hanya dengan satu kali sabetan samurainya, sayap Batman tinggal separuh. Tidak perlu waktu lama bagi Batman untuk menyadari bahwa kini saatnya. Harinya berakhir ditangan si Jepang. Menghinakan!" 
Dalam hitungan beberapa detik berikutnya, Batman lenyap. Jatuh kealiran sungai yang menderas dibawah sana. Jepang dengan entengnya mengangkat bahu. 

"Selamat."
"Terima kasih."
"Sulit?"
"Lebih sulit naik ke atas sini."
"Ku kira juga begitu."
"Mau coba juga, Barca?"
"Ini hari perdanaku. Apa tidak ada waktu untuk bersenang-senang?"
"Bagaimana kalau besok?"
"Boleh juga."
Keduanya tampak bersahabat sekali. Padahal esok, mereka bakal saling menjatuhkan. Dalam diam, benak mereka sejatinya saling merendahkan. Dalam diam pula, sejatinya mereka berpikir tentang kemenangan. 
.......
Esoknya

Cuaca tidak sebagus kemarin. Angin mendesau liar. Awan terbawa perlahan, menggumpal di cakrawala.  Menyela sinar surya sore sampai ke bumi dengan sempurna. Tidak ada yang sesal dengan peristiwa alam tersebut. Bahkan mereka mendambakannya sejak lama. Wahai hujan, turunlah dengan lebat.

Ah, ada juga yang bengal. Berusaha melawan angin yang perkasa diatas sana. Tidak apa, asal berani saja menanggung resiko. Kalau ada apa-apa, jangan salahkan angin. Ok?
Korea melihat ke seluruh penjuru mata angin. Tidak ada satupun yang bakal menandinginya sore ini. Sejauh mata memang, tetap dirinyalah satu-satunya. Plakk...Sentuhan lembut angin membuatnya berputar-putar tidak karuan. "Tolong-tolong," jeritnya histeris.
Siapa pula yang mau menolongnya. Diatas sana ia telah terbentang. Keras kepala memang. "Tolonglah, plisss"

"Aku hanyalah sebuah layang-layang. Sebuah mainan kalau kau tahu. Betul, yang keras kepala itu bukanlah diriku, tetapi orang yang memegang kendali atas diriku. Masa di waktu begini main layang-layang."

Apa boleh buat, layang-layang bergambar bendera korea itu menjingkrak naik dengan paksa. Berkali-kali tubuhnya terbawa arus angin yang kuat. Meski meninggi, caranya mengambang tidak stabil. Sementara dibawah menariknya dengan paksa, diatas pula mencoba merenggutnya dengan keras. Dan yang terjadi adalah terbang bebas. Layang-layang korea putus dan melayang terbawa angin.

Anak-anak yang menyaksikan itu berlari mengejar. Kemanapun berlabuhnya sang korea, disanalah mereka akan berebut.
.............
Aku cukup menjadi penonton saja. Jujur, aku tidak pandai meraut aur atau membuat layang-layang (uwaw). Apalagi memainkannya. Cukuplah berimajinasi saja. He..he..



0 Messages:

Posting Komentar

 
;