Selalu saja kaku kalau bicara tentang yang satu ini. Aku lebih senang memilih senyam-senyum dan diam.
Mengiyakan saja agar "lelucon" ini berhenti. Entahlah, ku kira setiap orang punya kriteria pendamping idaman masing-masing. Bedanya, ada yang digembar-gemborkan, yang lainnya pula di simpan apik di ranah pikiran. Nyatanya, aku yang kedua, kalau kalian ingin tahu.
Mengiyakan saja agar "lelucon" ini berhenti. Entahlah, ku kira setiap orang punya kriteria pendamping idaman masing-masing. Bedanya, ada yang digembar-gemborkan, yang lainnya pula di simpan apik di ranah pikiran. Nyatanya, aku yang kedua, kalau kalian ingin tahu.
Itu di siang yang terik dan kering kerontang. Niatan mereka terlontar yang dibalut dengan canda dan kelakar disana-sini. Namun, aku sadar sebuah esensi. He..he..begini terus akan tetap menjadi bulan-bulanan.
Dan sore harinya.....
..........
Sekilas kujatuhkan pandangan pada dua orang yang mulai menghentikan kendaraannya. Tepat didepan bangunan dimana aku menjemput rezeki. Rupanya tidak juga bisa dibilang cantik luar biasa, hanya saja melihatnya, kau akan mendapati sosok yang menyenangkan. Demikianlah pendapatku, seandainya saja kala itu lembayung kekesalan tak menggelayut di wajahnya. Entah ada apa gerangan. Hingga aku tahu penyebabnya.
"Print, pak," katanya tak bernada sama sekali. Sedatar air sungai yang tengah pasang di depan rumah kami.
Setelah memasukkan flashdisk yang disodorkannya tadi, aku bertanya tentang file yang hendak dicetak, "yang mana dek?"
"Mmm...turun lagi, turun lagi."
Pada akhinya ia mengatakan, "pengantar manajemen. Semuanya." Kali ini suaranya berintonasi keletihan. Paling tidak itu yang ku tangkap. Sementara temannya yang satunya ketika datang langsung terduduk di kursi. Tanpa dipersilakan. Dan ia mengikuti hal serupa kemudian.
Trit, trit, trit ...
Printer melaksanakan tugasnya dengan baik sejauh ini. Satu persatu kertas yang tadinya polos kini berganti coretan kata-kata rapi berwarna hitam. Tak perlu penanganan khusus lagi setelahnya, kecuali memastikan tinta keluar sempurna.
"Ha, ya, kesini cepat. Mumpung kita lagi di tempat print nih. Kamu kan tahu ibu Salsa itu. Katanya, dia menunggu sampai pukul 11 siang ini."
Diam sejenak, kesempatan untuk ia mendengarkan lawan bicaranya di ujung sambungan.
"Oke, cepat!"
Judes juga, pikirku.
Selain memberikan pelayanan jasa yang terbaik, servis ekstra yang kuberikan adalah menawarkan persahabatan. Yah, paling tidak tempat mereka berkeluh kesah. Harapannya, meski masalah belum tentu terselesaikan secepat bim sala bim, namun biasanya itu akan sangat membantu. Mengeluarkan unek-unek dalam hati bisa menyegarkan otak.
"Sibuk benar kelihatannya?" Aku mencoba mencari celah diantara kegusarannya. Tujuanku memang gadis yang itu. Bukan temannya yang diam seperti patung.
"Biasalah pak, tugas kampus." jawabnya singkat kurang tanggap.
Salah satu cara untuk menarik perhatian lawan bicara adalah, cari tahu namanya walau dia tidak mengatakannya. Diam-diam ku buka file yang tengah di print. Tugas Individu. Pengantar Manajemen. Dosen: Salsa Nugraha, SE, MBA. Disusun oleh Sarita Rahma. DAPAT!
Dengan senyum ramah, ku katakan, "begitulah kuliah, Ta."
Hanya menebak. "Ta" rupanya panggilan akrab untuk dirinya. Ia terpancing untuk berbicara banyak. Menghentikan gerakan lincah tangannya pada tuts HP BBnya, ia mengarah kepadaku.
Lagi, sementara itu, printer masih berjalan mulus.
"Bukannya apa. Bu Salsa itu ya, pak, tugasnya segunung. Belum selesai ini, besoknya nyusul tugas lainnya. Mending nilai kita mudah. Ini, untung-untung dapat B+. Paling banyak B dan lebih banyak lagi C. Yang kurang beruntung dapat D dan harus ikut remedi."
"Killer juga dosen kalian itu, ya?" tanyaku lagi menggali lebih banyak.
"Mmm...cantik sih cantik, pak. Tapi ...." terputus, ada usaha untuk menahan diri berbicara menjelek-jelekkan. Sepertinya tidak apa-apa kalau tanggapanku senyum lagi. Apa yang kudengar kali ini, sesuatu yang jarang kudapatkan. Aku baru tahu.
"Biasanya orang hamil suka marah-marah," tukasku lagi.
Gadis itu mengernyitkan jidatnya. "Kok bapak tahu?"
"Salah satu beban pribadi seorang dosen wanita, kan. Kalau dia begitu killer atau suka marah-marah, ciri-ciri dari tengah hamil atau barangkali berkaitan dengan masalah rumah tangganya." Aku mengangkat batu sedikit menetralisir keadaan.
"Mungkin saja, pak. Tapi, menurut kakak-kakak tingkat, ibu Salsa memang begitu dari dulunya. Lain lah kalau diluar kampus. Baiknya itu minta ampun."
............
Sore baru saja datang. Aku telahpun siap dengan sebuah laptop dan modem untuk online. Masuk ke blog pribadi. Menambah entrian tulisan yang beberapa hari ini vakum karya. Dan terasa semakin lengkap ketika ditemani oleh segelas kopi putih instan yang mengepulkan asapnya. Ah, ini persis seperti dulu. Hanya saja, disamping menulis sambil melihat aktivitas warga menjelang maghrib, tambahannya adalah aku tengah menunggu seseorang.
Hari ini sengaja aku pulang lebih awal dari biasanya. Setelah dia mengirimkan pesan berisi akan pulang agak telat. Benar-benar pekerja keras, pikirku. Tiba-tiba kegetiran terbersit di celah-celah pemikiranku. Tidak bisa ditunda-tunda lagi, sebaiknya dibicarakan segera. Jujur, aku lebih suka pendamping yang tidak bekerja saja. Ketika aku pulang, ia ada disana menyambut kedatanganku. Betapa indahnya hidup kalau begitu. Ya, sebelum semuanya berjalan lebih jauh.
...........
"Janganlah terlalu keras. Bukankah kita juga tahu rasanya mahasiswa itu seperti apa?" Aku menggodanya ketika dia mendesah lelah disampingku.
Tatapnnya heran. "Maksudnya?"
"Lucu juga ya. Mendengar pendapat orang yang jauh berbeda dengan pendapat kita sendiri. Killer, tidak pengertian, pelit nilai, dan semacamnya. He..he.."
"Pasti mahasiswaku yang mengadu, kan?"
Aku ingin bicara agar jangan terlalu keras bekerja. Untuk apa bagi seorang istri, dalam hal karir begitu gemilang, namun rumah tangga terbengkalai. Sejauh ini, aku memang belum banyak mengenalnya. Tetapi sama sekali tidak menyesali perjodohan ini. Banyak hal yang mesti dibagi bersama dan mencari titik temu bersama pula. Bukankah rumah tangga itu dibina atas perbedaan dan saling melengkapi. Berikut dengan saling pengertian dan timbang rasa.
Bukan sekarang saatnya. "Ya, begitulah..."
...........
Satu bulan setelah kedatangannya hari itu, Sarita Rahma datang kembali dengan temannya yang lain. Kepentingannya sama. Nge-print tugas kuliah individu. Masih Pengantar Manajemen. Masih diampu oleh dosen yang sama, Salsa Nugraha, SE, MBA. Bedanya, kali ini tugas tersebut sebagai tugas remedial. Dan kuharap printerku tidak tahu tentang ini. Bekerja saja dengan baik, ok.
............
Dan sorenya......
Dan sorenya aku mendapat inspirasi untuk menulis tema tentang niatan perjodohan oleh mereka tersebut. Dengan seorang dosen yang tengah menunggu jodohnya, barangkali. Ha..ha...ha....
0 Messages:
Posting Komentar