Mengutip istilah yang akrab sekali dengan nasib sebagian Tenaga Kerja kita, Pendatang Haram! Tentu dia pendatang haram. Siapa yang mengundangnya untuk datang kesini. Lebih-lebih dengan empat anak sekaligus. Oh, tidak. Bukannya datang, tapi dia justru melahirkan ke empat anaknya disini. Sulit dimaafkan kalau begitu. Pihak keimigrasian akan....ah, tidak perlu melibatkan pihak keimigrasian segala. Kali ini aku akan main hakim sendiri.
Dimana rasa kasihan itu? Sudah lenyapkah?
Perburuan berlanjut. Ibunya lari kelabakan. Bersembunyi dibalik dinding plastik yang ku jungkir balikkan. Sementara keempat anaknya yang tanpa daya telah ku keluarkan dari tempatnya tadi. Tinggal ibunya yang masih belum ketemu.
Ku keluarkan printer hitam merek Canon IP 1800 tersebut. Heran, bagaimana sang induk tidak kelihatan. Atau ia memang tipe tikus yang sering bermain akrobat. Empat anak tikus yang masih merah berguling-guling di lantai. Jelas aku kasihan, kalau kau ingin tahu. Tapi, tidak mungkin kan aku berbicara baik-baik dengan sang induk, lalu menyarankan agar hijrah saja dari sini. Dari kiosku, maksudku. Meski jelas-jelas ia berniat bermukim di sana dengan memasukkan selembar kertas tak terpakai sebagai selimut.
Bolak-balik aku melihat isi dalam printer. Antar celah-celahnya juga tidak lepas. Tetap nihil. Kemana menghilangnya tikus itu? Dan ketika ku tuangkan untuk sekali lagi, dengan sigap si tikus meloncat. Tak menghiraukan zuriatnya, ia bergegas menyelamatkan nyawa sendiri. Pertama berlari ke arah barah, mundur lagi tak lama kemudian ke arah selatan.
Kini nasib sang anak bagaimana? Tidak ada jawaban menyenangkan pasti. Apa kalian akan memaksa aku merawat anak tikus layaknya binatang piaraan lainnya. No way lah yaw. Maka tikus-tikus kecil itu kubawa dengan selembar kertas. Meletakkannya di tempat pembakaran sampai. Tiada niat sama sekali untuk membakarnya. Paling tidak ketika nyawanya masih ada. Berharap kucing yang manis, sayangnya disini tidak ada kucing manis, kucing jelek pun tiada, akan lewat dan berminat. Maka dengan senang hati aku akan membiarkan rantai makanan berjalan normal. Pemangsa bertemu mangsa.
Hmmm....rupanya tidak seperti yang ku harapkan. Seorang tetangga menawarkan solusi tak terduga saat kuceritakan perihal pendatang haram tadi. Ia dengan tanpa malu-malu menunjukkan minatnya. Bukan pada sang induk tikus, tapi anaknya tikus. Seperti yang ku tunjukkan, ia mengais-ngais di tempat pembakaran. Memang aku tidak tega melihat makhluk tadi kepanasan mentari pagi menjelang siang. Oleh karena itu, sosok mereka ku tutupi dengan sampah dari kertas dan plastik. Akhirnya DAPAT!
Rantai makanan itu tetap berjalan sebagaimana mestinya. Akan tetapi, empat tikus itu harus mendekam di dalam perutnya seekor Tokek rakus. Yang kata sang pemilik, tiga ekor anak tikus pun sanggup di lahapnya dalam satu waktu.
0 Messages:
Posting Komentar