Rabu, 27 Maret 2013

Kembalinya Sang Gerilyawan (The Gerilyawan Return)

Malam sebelumnya mereka berjanji akan bertemu lagi disini. Disaat bulan purnama mulai mengambang. Sumringah dari si ia mengakhiri perjumpaan mereka. Meski jarak memisahkan raga, namun pikiran mereka memiliki cerita yang sama. Sesuatu yang bergolak membara didalam sana. 
..........
Awalnya, dikiranya ia datang terlalu cepat. Tak apa menunggu barang sejenak. Semenenit dua pun berlalu tanpa kabar pasti. Hingga waktu terus bergulir sampai pada hitungan jam. Bergulir lagi melebihi batas kesabaran. Kekecewaan dan kegelisahan berbaur menerpa dirinya. Kenapa dan ada apa, dua pertanyaan yang bermunculan silih berganti. Sekuat apapun ia menepis pemikiran negatif dan yang seperti itu, tetapi tetap saja kesimpulan akhirnya sama. 

Janji tinggallah janji. Ia yang ditunggu tidak kunjung bertandang. Aneh dan janggal dari hari-hari biasanya. Sepulangnya kerumah, ia yang menunggu jengah dan marah. Kini ia yang berjanji akan segera datang ke tempat "teman istimewanya" itu. Kalau memang harus bersitegang nanti, kenapa tidak?
...........
Kedatangannya disana disambut dengan semburat wajah-wajah kekhawatiran. Justru, dikira oleh sang tuan rumah kehadirannya kali ini untuk menghilangkan rasa was-was mereka. Rupanya sebaliknya. Keberadaannya makin menambah jumlah tanda tanya diantara mereka. 
...........
Jujur, ia sebal dengan sosok dihadapannya. Seolah kumis panjangnya lebih penting dari berita kehilangan yang ingin dilaporkannya.
"Jadi, kapan hilangnya?" tanya sosok itu sok ambil peduli, tetapi jelas gagal
"Mungkin, e...barangkali sejak tadi malam," ucapnya dengan nadi kurang yakin.
"Bagaimana kamu kamu yakin ia hilang. Bisa saja ia mengunjungi suatu tempat dan tidak ingin diganggu. Terkadang kita perlu privasi, kan?"
Dan bla-bla-bla. Akhirnya si penegak hukum itu dengan enggan menulis laporan kehilangan yang diterimanya. Dan berjanji tanpa nada kepastian, akan berusaha melakukan yang terbaik oleh pihaknya. Setelah satu kali dua puluh empat jam. 
...........
Hari kedua, koran harian setempat, MiceUpdate, memajang sebingkai wajah. Dibawahnya tertera tulisan, "menghilang sejak dua hari yang lalu. Tempat terakhir ia terlihat adalah di gedung basecamp" 
...........
Pihak berwajib dan pemerintah setempat memandang kasus kehilangan ini dengan sebelah mata. Makanya, paling tidak menurutnya, mereka tidak mengerahkan sepenuh kekuatan. Terlebih, sepertinya panasnya suhu politik akhir-akhir ini untuk merebutkan tampuk kursi no satu lebih penting. Belum lagi permasalahan internal kubu yang mulai coba-coba digoyang oleh lawan kubu. 

Ia mencoba untuk berpikir jernih dan sedikit santai untuk pertama kalinya. Ya, sejak malam itu, otaknya terus terkuras memikirkan nasib buah hatinya. Sudah delapan penjuru mata angin di ziarahinya untuk bertanya, barangkali yang dicari ada disana. Kosong, sekosong harapannya kini. 

Dibukanya halaman demi halaman MiceUpdate dengan letih. Ia terperangah ketika tidak lagi mendapati berita kehilangan itu termuat disana. Dugaannya, kasus itu telah menguap begitu saja. Itu artinya, ia harus mulai bertopang pada tangan serta kakinya sendiri. Dibalikkannya lagi menuju halaman terakhir koran tersebut, kemudian tiba-tiba matanya tertuju pada tulisan kecil terbingkai tebal. Secercah cahaya mulai tampak. Semoga...
...........
Tidak perlu waktu lama untuk dua detektif swasta tersebut melacak sosok yang dilaporkan hilang. Langsung menuju TKP, tempat terakhir kehilangan. Mereka menemukan bercak darah kering di lantai di sebelah barat. Meski hampir terkikis oleh pel, tapi penciuman sulit dikelabuhi. 
"Maaf, tapi ini memang tragis. Bercaknya bahkan tidak hanya di satu tempat. Di luar gedung basecamp juga terdapat bercak darah. Sejauh ini, kesimpulan kami ia tidak lagi bernyawa."

Ia dan dua detektif swasta tadi berjalan menuju ke luar gedung basecamp. Dimana sesuai perkiraan, sosok yang dicari hari itu lama tertahan disana. Besar kemungkinan juga meregang nyawa disana. "Kasus ini sudah terlalu lama dilalaikan. Kalau memang benar, jasadnya sudah dimangsa binatang lain. Jika tidak, dibuang begitu saja."
"Tentu saja---"
Ia berlari secepat kilat menuju jalur aliran air yang saat itu tidak bergerak sama sekali. Seandainya jasad itu dibuang, maka ia akan menemukannya disana. Harap-harap cemas ia memikirkan itu. Lagi-lagi kosong. Harapannya seperti embun di pagi hari. Menghilang saat matahari menyebarkan rasa teriknya perlahan. 
"Ya, bagaimana mungkin. Di air itu ada pemangsa lain yang dengan senang hati berebut jasad kekasihnya."
Ia tertuntuk dan rebah di tanah. Sementara dua detektif yang menyaksikan adegan itu hanya bisa saling pandang, lalu menelan ludah getir dan empati. 

Ia tidak benar-benar pingsan. Kesadaran masih ada. Ketika semua berawal dari janji, maka dengan janji pula ia akan mengakhirinya. Untungnya, ia tahu kepada siapa harus melepaskan dendam tersebut. Siapa lagi jika bukan.....
Kesadarannya lumpuh. 
............
Lelaki itu berdiri was-was di tepi jurang berkabut. Tiba-tiba dari balik kabut tersebut, ia mendapati tubuh bongsor. Bukan bongsor lagi namanya, itu raksasa. Tingginya tiga kali lipat dari dirinya. Moncong mulut berkumisnya terlihat jelas. Berbulu lebat dan kibasan ekornya meresahkan. Lelaki itu ketakutan. Semakin lama semakin ia didekati oleh makhluk itu. Saat jarak terbilang kurang dari tiga meter, lelaki itu harus mendongak untuk melihat dari atas ke bawah. Tikus raksasa itu menyeringai seram. Sementara ia gemetar. 

Keringat dingin membanjiri. Dengan hati-hati ia mengeluarkan sebuah benda dari saku celananya. Seperti setangkai kayu. Bimsalabim. Kayu itu ternyata bersabut. Lelaki itu beranikan diri memasang kuda-kuda. Duel satu lawan satu. Kayu kecil ditangannya tadi dilemparkan ke atas. Dan ketika jatuh lagi ditangannya, tahu-tahu kayu tersebut sudah berubah menjadi sebuah penyapu. Penyapu super elastis. Semakin membesar ukurannya setiap kali digoyangkan. Tak ayal lagi, kini penyapu itu bahkan mampu menepikan sosok tikus raksasa. Dalam sekejap mengantarkannya ke bawah jurang dalam tanpa ampun. Selesai...

Tidur siang yang tidak nyenyak itu pun harus disudahi. Azan Ashar berkumandang dimana-mana. 
.........
Pada saat membuka basecamp keesokan paginya, lelaki itu mendapati lagi jejak segar sang gerilyawan. Dari sinilah ide ini berasal. Ternyata bukan hanya satu gerilyawan yang berkeliaran di sini. Mmmm wajar. 

Benang merahnya ada di entri sebelumnya (bagi yang baru masuk) AKSI TERAKHIR SANG GERILYAWAN

0 Messages:

Posting Komentar

 
;