"Kini giliran kita yang harus kehilangan dia." Tukas Davin ketika semua kerabat yang ikut mengantar anaknya ke pembaringan terakhir beranjak pergi. Sementara Dania, istrinya masih berlutut di gundukan tanah basah. Sebuah bunga kamboja tiba-tiba gugur diatasnya. Dania meraihnya dan membuangnya ke tepi.
"Ayo saatnya kita harus pergi. Kita harus belajar menerima ini." Davin membujuk istrinya yang tengah khusyuk dengan pikiran sedihnya.
"Aku ingin disini lebih lama." Jawab Dania kemudian. Membelai-belai nisan bertuliskan Humaira bin Davin. Jika bisa, ia ingin menggali dan mendapatkan tubuh anaknya. "Hum pergi terlalu pagi." Katanya kemudian.
"Ia berhasil membalas dendamnya kepadamu. Selama ini ia hanya punya aku. Dia kehilangan mu, Dan."
Dania berdiri dengan tatapan nanar berair. "Apa maksudmu?"
"Hum tidak mendapatimu ketika ia membutuhkan kasih sayangmu. Begitu pula ketika ia sakit, kau jauh dari jangkauannya. Kau terlalu sibuk." Jelas Davin.
Emosi Dania naik. "Jadi maksudmu, ini semua gara-gara aku?" Dania berang.
Davin mengangguk sedikit. Rahangnya mengeras.
"Apa yang kurang aku berikan padanya? Aku telah mengorbankan segala-galanya untuknya. Pendidikannya. Semua keperluannya telah ku cukupkan."
"Kau juga mengorbankan kasih sayangmu. Rasa itu menghilang setiap kali kau berangkat kerja dan pulang dimalam hari. Hum tidak punya tempat bercerita. Ia tidak cukup hanya dengan aku. Ia inginkan ibunya, seperti yang pernah kita perdebatkan sebelumnya."
Dania bungkam dan menunduk. Sementara Davin berlalu menuju mobil yang terparkir di sisi jalan.
"Ayo saatnya kita harus pergi. Kita harus belajar menerima ini." Davin membujuk istrinya yang tengah khusyuk dengan pikiran sedihnya.
"Aku ingin disini lebih lama." Jawab Dania kemudian. Membelai-belai nisan bertuliskan Humaira bin Davin. Jika bisa, ia ingin menggali dan mendapatkan tubuh anaknya. "Hum pergi terlalu pagi." Katanya kemudian.
"Ia berhasil membalas dendamnya kepadamu. Selama ini ia hanya punya aku. Dia kehilangan mu, Dan."
Dania berdiri dengan tatapan nanar berair. "Apa maksudmu?"
"Hum tidak mendapatimu ketika ia membutuhkan kasih sayangmu. Begitu pula ketika ia sakit, kau jauh dari jangkauannya. Kau terlalu sibuk." Jelas Davin.
Emosi Dania naik. "Jadi maksudmu, ini semua gara-gara aku?" Dania berang.
Davin mengangguk sedikit. Rahangnya mengeras.
"Apa yang kurang aku berikan padanya? Aku telah mengorbankan segala-galanya untuknya. Pendidikannya. Semua keperluannya telah ku cukupkan."
"Kau juga mengorbankan kasih sayangmu. Rasa itu menghilang setiap kali kau berangkat kerja dan pulang dimalam hari. Hum tidak punya tempat bercerita. Ia tidak cukup hanya dengan aku. Ia inginkan ibunya, seperti yang pernah kita perdebatkan sebelumnya."
Dania bungkam dan menunduk. Sementara Davin berlalu menuju mobil yang terparkir di sisi jalan.
0 Messages:
Posting Komentar