Kamis, 12 Januari 2012

The Last Tengkuyung

Aku gamang ketika harus ulang-alik mengitari tempat yang asing ini. Seorang manusia membawa paksa dari alam kami. Disini tempatnya tidak lagi berpasir, meskipun sama-sama berair. Lebih sempit dan terbatas. Lebih terasa semakin terasing ketika ku temukan aku sendirian. Bukannya aku melarikan diri kawan, aku hanya ingin menjelajahi medan ini. Apakah sama menantangnya dengan tempat kita dulu?
Ku mendaki dinding-dinding kayu dan juga semen. Kemana kalian? Apakah aku telah melakukan sesuatu yang menyakiti hati kalian. Sampai hati kalian meninggalkan aku sendirian, kesepian.
Langkah alotku masih ku lakoni. Semakin tinggi ku mendaki benda berwarna biru. Sesekali aku terjatuh ketika kelelahan sangat merajai. Tapi aku masih penasaran, ada apa di bangunan sebelah. Wadah besar mengepul-ngepulkan asap. Sepertinya sangat menyenangkan ada di dalamnya.
Kembali kucoba untuk mendaki. Tidak ingin gagal untuk kali ini. Perlahan tetapi pasti, aku lalui. Nah, ini pendakian tertinggi yang bisa kucapai selama berada disini. Pantas untuk dimasukkan dalam rekor kebangsaan.
Tidak!. Ini tidak mungkin bisa terjadi. Ku lihat kawan-kawanku menggapai-gapai di dalam benda itu. Lebih tepatnya tidak lagi menggapai2 pada umumnya. Mereka berenang2 sementara ujung tubuhnya telah terpotong. Aku baru sadar ternyata mereka tengah di rebus dan siap-siap dimasukkan oleh manusia ke dalam perutnya. Aku bergidik. Terbersit sebuah pertanyaan dihatiku. Apakah aku beruntung, karena bisa melarikan diri?
Tubuhku lunglai dan terasa mati. Tidak mampu aku bertahan di ketinggian ini dalam keadaan lemas seperti itu. Aku terjatuh untuk yang terakhir kali. Tubuhku terhempas keras ke dasar semen dan mengurat keretakan dimana-mana. Aku semakin tidak berdaya. Tubuhku remuk dan tidak mampu untuk sekedar membetulkan tubuh. Mataku, entah kenapa semakin sayu dan mengantuk tiba-tiba. Nafasku juga ikut tersengal-sengal kemudian. Dari kejauhan ku lihat sesosok menghampiri. Sangat tinggi. Aku terpejam. Tak lama setelah itu, beban luar biasa berat menindihku dan mengakhiri nyawaku. "Braak..." Cangkangku pecah berantakan. Tak sempat walau sedetik, aku sudah berkumpul kembali bersama teman-temanku yang lain di tempat terindah yang pernah ku lihat. 

0 Messages:

Posting Komentar

 
;