Jumat, 13 Januari 2012

Panggung Cinta Bertopeng


Pagi datang begitu cepat. Baru saja aku melelapkan mata dari bergadang, suara panggilan Tuhan sudah bergema. Jika dituruti, aku pasti memilih tidur kembali. Tetapi kewajiban itu mengharuskanku. Aku ingat, Maya sering membangunkanku dan sedikit memaksa jika aku membandel. Begitulah seharusnya, saling mengingatkan. Tetapi Maya lebih sering melakukan itu terhadapku. Tak jarang gerutuku terkuak di hati. Bangkit dengan ketidakkeihlasan. Sekarang aku rindu untuk itu. Dan aku menangis. Bukan berarti itu suatu kelemahan yang ku maksud, meskipun tidak salah semuanya. Aku hanya merindu. Sekuat tenaga aku bangkit dan menuju menghadap sang Khaliq. Aku tidak boleh terburuk di ujian ini. Hikmah dibaliknya akan lebih indah dari yang pernah aku bayangkan sebelumnya. Semoga.  
"Bagaimana tidurmu, nak?"
Hani sudah pandai tertawa. Ia tumbuh lebih cepat dari yang ku duga dan lebih dewasa menyikapi kepergian ibunya. Justru rasa iba terbersit di hatiku. Kenapa anak sekecil ini sudah harus berpisah dan tak berkesempatan menatap ibunya.
"Astagfirullah" hatiku berucap. Kenapa aku seolah-olah lebih tahu. Mendahului dan berlagak sombong akan ketentuan Ilahi. Hanya di tinggal seseorang yang aku mencintainya, hatiku sudah menghakimi. Bisa saja jika kesenangan yang lain juga terangkat, mungkin hatiku akan menghujat. Kembali aku berucap dan memohon ampunan atas kekhilafan yang dibisikkan oleh syetan. 
"Saatnya mandi, sayang. Badanmu sudah terlalu wangi."
"Bi, airnya sudah siap?"
"Sudah, pak."
Sejak sebulan kepergian Maya, aku jadi terbiasa memandikan Hani. Itu lebih senang ku lakukan sendiri. Ku tahu bi Atin sibuk dengan pekerjaan yang lain, meskipun tidak salah jika aku menyuruhnya lagi. Toh ia ku gaji untuk itu. Tapi aku tidak mau melewatkan masa-masa ceria bersama anakku seperti yang sudah aku lakukan kepada almarhumah istriku. Kecuali jika aku terlalu sibuk untuk melakukan sesuatu. Maka bantuan Bi Atin sangat ku perlukan.
"Dingin? uh...nah sekarang pakai sampo dulu ya. Biar rambutnya cantik"
Hani merengek kedinginan meskipun air yang kupakai mengeluarkan uap. Seharusnya tidak dingin. Atau Hani hanya ingin bermanja-manja denganku. Aku maklum.
Hati-hati aku memegangi dan melumurkan sampo bayi ke kepalanya. Kemudian menyabuni tubuhnya. Cukup. Terakhir, menyiram seluruh tubuhnya dengan air bersih. Beres. Tangis Hani menjadi tanda berontak. Tidak lama. Berhenti ketika tubuhnya ku keringkan dengan handuk berbulu halus. Ia tertawa girang. 
"Tuh kan, habis mandikan segar. Sekarang baru benar-benar wangi."
"Bi...tolong ambilkan bedak dan bajunya Hani"
Bi Atin datang dengan barang yang ku pesan. Segera ku mengalihtangankan Hani padanya. Seseorang memanggil.
“Ya, sekitar jam sepuluh Insya Allah saya ada di kampus.” Ku kembali mengarah pada Hani. Menimangnya ketika di baringkan di atas kaki bi Atin. Membedaki dan mengolesi perutnya dengan minyak telon.
Aku beranjak menuju kamar. Menuju lemari pakaian dan mengambil sebuah amplop. Dan keluar lagi menemui Hani dan Bi Atin. Ku sodorkan amplop berisi gaji keenamnya. Delapan lembar pecahan limapuluh ribu terselip di dalamnya. Bi Atin membantu ku disini dari subuh sampai seluruh pekerjaan rumah selesai. Mencuci piring, baju, menyapu se isi rumah yang tidak terlalu besar dan memasak serta hal-hal yang tidak aku ketahui tentang pekerjaan rumah. Tak lupa, terkadang memandikan Hani.. Biasanya semua itu rampung sebelum waktu zuhur tiba. Dan ia pun pulang kerumahnya yang hanya berselang empat rumah dari rumah ku.
Aku telah siap untuk berangkat ke tempat mengais nafkah, melaksanakan tanggungjawab. Berdasi belang-belang hitam-putih dan kemeja panjang biru muda yang ku kenakan. Dipadu dengan celana panjang kain tentunya berwarna hitam. Hani juga telah siap berangkat bersweater pink tebal, celana wol hitam dan kaos kaki motif bunga matahari kecil-kecil.
“Ayo sayang. Saatnya kita pergi.” Ku memasang kursi khusus di sepeda motor untuk Hani agar terduduk di selangkangku. Bi Atin mengantar kami hingga depan pintu. Ku angkat tangan kanan Hani untuk melambai-lambai kearahnya.
“Kami berangkat, Bi. Assalamu’alaikum. O ya bi, jangan lupa kunci pintunya ya!” 
                                                                                   Next ----------------->>>

0 Messages:

Posting Komentar

 
;