Sabtu, 29 Maret 2014

SENDIRI LAGI

Kini, ia sendiri lagi. Pengorbanan sembilan minggu sia-sia belaka. Dua buah hatinya nahas dalam hitungan hari. Bahkan, belum genap sepekan menatap dunia.
Nelangsa dibuatnya. Siapa yang musti disalah jadi tersangka. Toh, statusnya penumpang tanpa masa. Jadi, tergantung pemilik rumah saja. Huh! Dalam hati terdalam, ia memaafkan.
..........
Pemuda itu dipersimpangan. Membiarkan pasangan keluarga kecil itu terperangkap dirumah atau menggusur mereka secara paksa. Benar-benar keputusan yang sulit. Ia berumpama, "bak makan buah simalakama." Padahal sampai usia menjelang kepala tiga, tak sekalipun pernah ia melihat buah yang dimaksud. Agaknya, ketika mengukir pepatah diatas, si pencipta tengah bersadar di pohon simalakama. Entahlah, bisa jadi...
Pemuda itu akhirnya, dengan teramat berat hati, mengeluarkan tiga anak beranak. Sang ibu menjerit. Barangkali memohon agar tidak dihijrahkan. Sementara dua anaknya, matanya kedip-kedip penuh kantuk berikut tanya, "ada apa ya?"
..........
"Sudahlah. Pun nasi telah menjadi bubur," ibu itu membatin. Ia pasrah pada keadaan. Memang sulit seandainya ia bertahan didalam rumah itu. Bagaimana untuk keluar mencari makan? Paling tidak, dengan berada di luar rumah, ia bisa keluar-masuk pintu mencari rejeki lain. Dan inilah yang terjadi. Perpisahan dirinya dengan anaknya tak terhindarkan.
..........
Lebih baik begitu. Daripada membiarkan kucing mati kelaparan di dalam rumah, sedangkan kami asyik-asyik pulang kampung. Itu namanya menyiksa. Saat mendapati kabar tak mengenakkan, "anak kucingnya mati," dari tetangga sebelah, hanya bisa speechless. Apa mau dikata? Itulah hidup!
.............
More than just ‪#‎fiction‬

0 Messages:

Posting Komentar

 
;