Senin, 31 Maret 2014

APRIL MOVE!

April tinggal menghitung masa yang tersisa. Kurang lebih dua puluh empat jam setelah ini, usianya masuk dua delapan. Sebenarnya itu bukanlah masalah berat buat dirinya pribadi, namun tidak dengan orang tuanya yang jelas-jelas kian hari kian gusar. Pun teman-teman yang ditemuinya selalu bertanya-tanya. "Kapan merit?"

Sepertinya sore tadi puncak penderitaannya. Menghadiri resepsi pernikahan rekan kerja, ia malah merasa tersudut. Meski sejatinya, tak ada seorang pun yang melakukan hal itu padanya. Perasaan. Ya, itu cuma perasaannya. Timbul tenggelam rasa iri dibenaknya, bersua teman satu sekolahan bersama pasangan masing-masing. Ada juga yang membawa buah hati serta. Duh...., pikirnya. Kapan kiranya.....?

Dan saat menyalami Lia, mempelai wanita, April justru mendapat bisikan, "cepat menyusul ya..." Deg! April bisanya hanya senyum masam, mengiyakan.

Wanita itu faham, ketika ia membuka mata esok, hari-hari kedepan pasti semakin berat. Apa ia meruntuhkan prinsipnya saja kalau begitu? Lelaki sholeh, barangkali itu bukan lagi sosok calon suami yang perlu ditunggu kedatangannya. April lelah.

Dalam lelap, ia bermimpi tengah berada di BUMI CINTA. Ternyata novel berjudul sama, mengantar kesadarannya hilang ke negeri seberang.
.........

Keputusan ini seperti hidup dan mati. Soe yakin, rekan kerja, keluarga, tetangga atau siapapun menyesalkan keputusan yang diambilnya. Namun hatinya telah bulat. Selama ini, ia merasa dirinya tak lebih dari mesin berjalan. Karir menanjak yang dibangunnya pun sekedar keberuntungan belaka. Kepala bagian pemasaran, ah banyak yang menginginkan jabatan itu di kantornya. Soe malah melemparnya begitu saja.

Lelaki itu selesai berkemas bahkan sejak tadi pagi. April Move, begitu ia menamai pilihan fenomenalnya. Dari profesi memasarkan barang berubah menjadi penulis lepas. Cita-cita yang selama ini terus menggelayuti, cuma sering ditundanya. It's show time, benaknya mantap. Berbekal cerpen-cerpennya yang dimuat di koran lokal, sesekali nasional, serta artikel-artikel di media online, Soe yakin masa depannya adalah dunia kepenulisan. Terlebih, ide untuk menelurkan novel hampir membludak. Sebelum kepalanya pecah, alangkah baiknya ia mulai mengeluarkannya sedikit demi sedikit.

Pulang kampung. Terdengar seru sekaligus mengerikan. Mengingat, mesti membeberkan alasan masuk akal pada kedua orang tuanya sejelas-jelasnya. Belum lagi perihal pasangan hidup yang masih berbentuk tanda tanya. Tentang yang satu ini, Soe sendiri bingung. Waktunya habis bekerja dari pagi hingga malam. Semakin tinggi posisinya, lembur semakin memangsa malam-malamnya. Dan ketika ada waktu luang, ia malah menghabiskan dengan menulis.


Dua tiga wanita yang menggilakannya di kantor, tapi itu bukan tipikal ia sepakati tuk jadi ibu dari anak-anaknya kelak. Yah paling tidak, pendamping hidupnya itu bisa mengayomi buah hatinya dengan kasih sayang serta agama. Bisa menjaga aib keluarga, dan saling menasehati dalam kebaikan. Singkatnya, perjalanan cinta Soe belum temu titik ujung. 

0 Messages:

Posting Komentar

 
;