Kamis, 10 Oktober 2013

CINTA BANGKIT DARI KUBUR

Violin terkesiap. Apa yang baru saja didengarnya bak halilintar pembelah cakrawala. Ia mencoba untuk bertahan dan berpikir tenang. Sulit memang, berharap dirinya mampu bahkan untuk berucap sesuatu. Sementara Aval yang ada tak jauh dari dirinya melepas pandangan pada lembah jauh dihadapan mereka berdua. Sisa-sisa embun pagi masih menggumpal diatas pepohonan di bawah sana. Bermukim di desa daerah pegunungan menjadikan keuntungan tersendiri kalau begitu.

"Aku tak bisa memberikan lebih," Justru Aval kembali bersuara. Mencoba menangkap perasaan sang calon pengantinnya. Pengantin? Oh, ia telah merusak segalanya.
Bulan depan rencananya pelaminan akan digelar. Pemuda itu telah mempertimbangkan masak-masak tentang ini sebelumnya. Ia ingin Violin tahu bagaimana hatinya. "Apapun keputusanmu setelah mendengar ini, aku jamin, kesalahan akan tertuju padaku. Jadi untuk yang satu itu tidak perlu khawatir."

Violin masih mematung. Mencerna ucapan calon suaminya diawal pembicaraan, "Aku telah membunuhnya sejak hari itu. Tak tahu apakah masih ada atau tidak. Dan yang terakhir adalah jawaban atas perjodohan ini kalau kau ingin tahu." Itu mustahil, pikir Violin. Kata-kata Aval tak lebih dari keputusasaan. Mencintai yang bukan halal dan sayangnya terlalu berlebihan. Inilah akibatnya. Justru yang paling tragis, rasa cinta yang seharusnya anugrah di lubuk hati manusia, bagi Aval menjadi kebencian yang mendalam. Terpancar dari wajah sosok yang dijodohkan kedua orang tuanya.

Namun Violin tetap membiarkan keheningan membungkus mereka.

Aval tidak benar-benar yakin. Kata "membunuh" yang digunakannya sebenarnya bermaksud "mengubur". Jelas berbeda antara keduanya. Dimanakah itu? Akan terjawab ketika menemukan pendamping hidup yang dicintainya sepenuh hati. Itu tidak ditemukannya dalam diri Violin. Meski seandainya Violin mengabaikan keterusterangannya, lalu mereka melaju kepelaminan, bukan berarti ujungnya bakal manis. Pernikahan yang tidak berlandas cinta, ia tidak habis pikir itu ada! Tetapi Aval sendiri yang barangkali bakal melakoninya.

"Yah, terima kasih karena kamu telah berkata jujur," singkat, padat, dan jelas. Violin telah mengambil keputusannya hari ini.

.........
"Terima kasih, atas semuanya."
5 tahun bukanlah waktu yang singkat. Perjuangan memenangkan cinta suaminya dari sisa-sisa kelam masa lalu berbuah. Violin mendapati doanya terijabah hari ini. Ia telah mengenali tanda-tanda sejak setahun terakhir, tetapi hari ini terungkap sejelas ia melihat hamparan luas lembah dibawah sana. Rasa terima kasih kikuk dari Aval, suaminya disambutnya dengan penuh suka cita.

"Sama-sama."

Bagi Aval pula, empat tahun bukanlah hari-hari yang mudah untuk menghapus berjuta kenangan dengan seseorang. Semakin keras ia berjuang, semakin kuat pula bayangan itu menghantui. Violin terkadang memang terlepas dari pandangannya. Sekarang, pasangan hidupnya itu bukan hanya bertindak sebagai istri sempurna baginya, Violin telah membangunkan Cinta yang terkubur.

Sebelum mereka duduk saling menautkan bahu, Violin berteriak kecil pada si kembar buah hatinya, "Alvin, Alvina, jangan jauh-jauh ya...."

Apa yang lebih indah dari itu??????

He... 06:00 WIB
@ Ruang kamar 3 x 3 m berteman segelas White Coffee Grande dan Gorpis <Goreng Pisang>
Sambas

Tadinya mikir mo tidur lagi pasca subuh. Eeeh ada yang nangkring di pikiran, ketik deh.... have a nice read aja

0 Messages:

Posting Komentar

 
;