Alamak, remote sudah dibajak "NENEK"
Artinya sejak sinetron Gajahmada nampil, di temani Damar Wulan pada chanel sebelah, sampai Raden Kian Santang kelar, aku gak bisa menguasai TV. Untung-untung, nenek sudah terkuap-kuap saat memaksakan diri memelototi Take Me Out Indonesia.
Baru diatas jam itu, aku bisa bernafas lega. Kelegaanku sebenarnya masih menyisakan perasaan dongkol. Tadi setelah shalat Isya, aku berharap bisa menekan chanel no 7, metro TV. Mendulang motivasi dan pengembangan kepribadian bersama bapak Mario Teguh. Apa boleh buat, nenek sudah nongkrong disana. Dan aku mundur setelah memelas tapi ditolak. Pak Mario, ketemu di dunia maya saja, ya.
Istilah periklanan menyebut jam-jam segini dengan prime time. Harga iklan yang ditampilkan jelas jauh lebih tinggi dari waktu lainnya. Namun bukan itu yang ingin kubahas. Yang kusesalkan adalah, kenapa sinetron itu gak ada habis-habisnya sih. Bicara sedikit, kelahi. Hidup-mati-hidup lagi. Penjara-bebas-penjara lagi. Berputar-putar disitu saja alur ceritanya. Tanpa arah. Herannya, nenek koq suka ya?
Pada kesempatan lain di beberapa pekan yang lalu, nenek mau mengalah sedikit. Nah, dalam peluang emas itu, aku berharap nenek kepincut dengan program yang amat sangat ingin kutonton. Pak Mario dengan senyum memukaunya, menghipnotis para audiens di studio. Aku yakin yang dirumah juga demikian. Saran-saran membangunnya mampu menggerakkan jiwa untuk menjadi pribadi yang unggul. Ku lirik ke arah nenek sekilas, beliau terkesima.
Haruskan aku mengatakan wowwwww!!! Nenek meresapi setiap kata pak Mario tanpa sisa. Pandangannya lurus, pikirannya konsentrasi, dan mukanya tegang. Wah-wah, ini baru nenekku. Meski kita orang kampung, nek, tapi jangan kampungan.
Hingga tibalah detik yang membuat aku terjungkal. Pertanyaan nenek yang spontan membuatku terbelalak dan ingin ngakak. Ternyata aku salah seratus persen. Apa yang tampak tidak selalu sama dengan kenyataan sesungguhnya. "Ape be yang die omongkan?"
Guabraaakkk.... Sejak saat itu, nenek jera.
Aku berpikir sejenak. Memang tidak ada yang salah dengan nenek. Begitu pula pak Mario Teguh. Apalagi diriku. Rupanya ada media komunikasi yang tidak berjalan dengan seharusnya. Lihat saja, pak Mario berbicara menggunakan bahasa, yang yah, kita anak kuliahan mungkin gak kesulitan menerjemahkannya. Tetapi tidak bagi nenekku. Dikiranya orang di TV itu tengah berbicara bahasa langit. Kronologi, diskriminasi, kontroversi, dan yang semacam itu. Bahasa-bahasa tersebut tentu saja tak pernah nenek temukan di sekolah rakyat dulu. Ah, setiap generasi mungkin ada bahasa tersendiri.
Aku manggut-manggut. Oh, pantas saja nenek suka nonton sinetron. Bahasanya mudah dimengerti. Tak pedulilah ceritanya kesana kemari. Yang penting nyambung.
Itu bukan berarti setiap malam senin aku menyerah membujuk nenek. Cuma kuharap nenek pikun dengan kejadian waktu itu. Ya nek ya......nenek baik deh.
===Fiksi semata. Kesamaan cerita dan tokoh hanya kebetulan belaka===
Artinya sejak sinetron Gajahmada nampil, di temani Damar Wulan pada chanel sebelah, sampai Raden Kian Santang kelar, aku gak bisa menguasai TV. Untung-untung, nenek sudah terkuap-kuap saat memaksakan diri memelototi Take Me Out Indonesia.
Baru diatas jam itu, aku bisa bernafas lega. Kelegaanku sebenarnya masih menyisakan perasaan dongkol. Tadi setelah shalat Isya, aku berharap bisa menekan chanel no 7, metro TV. Mendulang motivasi dan pengembangan kepribadian bersama bapak Mario Teguh. Apa boleh buat, nenek sudah nongkrong disana. Dan aku mundur setelah memelas tapi ditolak. Pak Mario, ketemu di dunia maya saja, ya.
Istilah periklanan menyebut jam-jam segini dengan prime time. Harga iklan yang ditampilkan jelas jauh lebih tinggi dari waktu lainnya. Namun bukan itu yang ingin kubahas. Yang kusesalkan adalah, kenapa sinetron itu gak ada habis-habisnya sih. Bicara sedikit, kelahi. Hidup-mati-hidup lagi. Penjara-bebas-penjara lagi. Berputar-putar disitu saja alur ceritanya. Tanpa arah. Herannya, nenek koq suka ya?
Pada kesempatan lain di beberapa pekan yang lalu, nenek mau mengalah sedikit. Nah, dalam peluang emas itu, aku berharap nenek kepincut dengan program yang amat sangat ingin kutonton. Pak Mario dengan senyum memukaunya, menghipnotis para audiens di studio. Aku yakin yang dirumah juga demikian. Saran-saran membangunnya mampu menggerakkan jiwa untuk menjadi pribadi yang unggul. Ku lirik ke arah nenek sekilas, beliau terkesima.
Haruskan aku mengatakan wowwwww!!! Nenek meresapi setiap kata pak Mario tanpa sisa. Pandangannya lurus, pikirannya konsentrasi, dan mukanya tegang. Wah-wah, ini baru nenekku. Meski kita orang kampung, nek, tapi jangan kampungan.
Hingga tibalah detik yang membuat aku terjungkal. Pertanyaan nenek yang spontan membuatku terbelalak dan ingin ngakak. Ternyata aku salah seratus persen. Apa yang tampak tidak selalu sama dengan kenyataan sesungguhnya. "Ape be yang die omongkan?"
Guabraaakkk.... Sejak saat itu, nenek jera.
Aku berpikir sejenak. Memang tidak ada yang salah dengan nenek. Begitu pula pak Mario Teguh. Apalagi diriku. Rupanya ada media komunikasi yang tidak berjalan dengan seharusnya. Lihat saja, pak Mario berbicara menggunakan bahasa, yang yah, kita anak kuliahan mungkin gak kesulitan menerjemahkannya. Tetapi tidak bagi nenekku. Dikiranya orang di TV itu tengah berbicara bahasa langit. Kronologi, diskriminasi, kontroversi, dan yang semacam itu. Bahasa-bahasa tersebut tentu saja tak pernah nenek temukan di sekolah rakyat dulu. Ah, setiap generasi mungkin ada bahasa tersendiri.
Aku manggut-manggut. Oh, pantas saja nenek suka nonton sinetron. Bahasanya mudah dimengerti. Tak pedulilah ceritanya kesana kemari. Yang penting nyambung.
Itu bukan berarti setiap malam senin aku menyerah membujuk nenek. Cuma kuharap nenek pikun dengan kejadian waktu itu. Ya nek ya......nenek baik deh.
===Fiksi semata. Kesamaan cerita dan tokoh hanya kebetulan belaka===
0 Messages:
Posting Komentar