
Warga desa Pelangi juga ikut menolak keras lho pergelaran ajang Miss World di Indonesia. Tapi tidak untuk
yang satu ini. Saat wartawan lokal mewawancarai salah satu peserta, jawaban yang didapatnya sangat keras, "jelas saja beda mas. Kalau disana itu buka ini buka itu. Kita disini buka itu saja." Itu? Itu yang mana maksudnya nih. Gak nyambung.
Memang gak pernah nyambung. Ide itu menjalar bak virus. Galau merebak lebih cepat dari aliran listrik. Kayak corong-corong mulut ibu-ibu ketika bergosip ria. Oleh karena itu, pantas memang diadakan Miss Galau 2013 edisi perdana. Edisi percobaan. Barangkali ada desa lain yang ingin melakukan hal serupa. Jadi desa Pelangi dalam hal ini pemegang trade mark. Artinya desa mana saja hendak mengadakan Miss galau, mustilah meminta persetujuan plus membayar 'fee' pada desa pelangi. Sejauh itu pemikirannya. Luar biasa ide bisnisnya.
Barulah terkuak arti "itu" yang disebutkan tadi. Itu bermaksud, peserta terbuka untuk umum. Tak pedulilah anak remaja, ibu-ibu sampai nenek-nenek gaul pun bisa bergabung. Dan konsekuensi dari terbukanya tadi, karakteristik peserta mencengangkan panitia. "Ini ajang apa sih? Arisan atau bagaimana?" salah satu panitia geleng-geleng kepala.
Antusias wanita desa pelangi untuk menjadi yang tergalau menjadi-jadi. Terjaring lebih dari lima puluh kandidat yang terdaftar. Tapi dengan amat sangat terpaksa, sepuluh diantaranya digugurkan tanpa belas kasihan. Inikan ajang "miss," kok mereka yang "miss palsu" ikut-ikutan. Mending ke laut aja dah. '-'
Berkurang lagi jumlahnya ketika seorang nenek menyatakan mundur secara suka rela. Ia dapat mimpi dibentak almarhum suaminya karena ikut acara itu. Kasihan, tapi panitia tak ada satupun yang menjatuhkan air mata. Gila!
Dari total tiga puluh sembilan yang bertahan itulah, panitia melakukan seleksi selama tiga minggu. Mengamati secara diam-diam, siapa-siapa saja yang galau benar-benar dan yang bohong-bohongan. Ketahuan? langsung dicoret namanya. Kalau di ajang miss sana itu istilahnya karantina dan ikut berbagai kegiatan kali ya. Dan cara ini very-very efektif. Lebih dari lima puluh persen tersingkir secara otomatis. Sisanya bertahan hingga puncak. Pertanyaannya, berapa orangkah yang bertahan kalau begitu? Mulai berhitung, kan?
Dua belas (koreksinya belakangan. Soalnya saya lagi malas ngitung).
Dua belas yang tersisa berhasil naik kepanggung. Dekorasi bangunan itu jauh dari elegan. Seadanya, ya. Ah, namanya juga acara dadakan dan suka-suka. Paling benar adalah kurangnya dana. Mengongkosi tiga dewan juri yang sok glamor saja hampir bangkrut. Belum lagi konsumsi panitia dan hadiah bagi pemenang. Dalam diskusi antar panitia, tersinggung juga masalah, "tobat mau ngadain ini lagi. Tak ada sponsor yang mau."
"Ehem..." juri pertama mempersiapkan diri memberikan pertanyaan. Wanita itu terkenal sebagai calon anggota legislatif dapil berapa kali. Pokoknya, fotonya akhir-akhir ini menyebar banyak di desa pelangi. "Menurut teman-teman sekalian, apa itu galau?" Teman? bijak sekali kata yang dipilihnya. Maklum caleg gitu loh! Soalnya peserta bervariasi umurnya. Disebut adik, ntar yang tua tersungging. Di bilang ibu, eh yang muda malah tergiling.
Marfuah : "Mmm...galau itu....mm..galau itu....."
Waduh, banyak titik-titiknya. Marfuah mundur dengan muka merah padam. Berbisik kesamping, "apa sih galau?"
Widuri : "Menurut aku, galau itu keadaan dimana kita merasa...gak ada yang benar. Bisa disebabkan oleh hal-hal yang terjadi sama kita. Misalnya diputusin pacar, jerawat lagi tumbuh, dosen ngasih nilai pelit. Misalnya lagi...."
Si caleg wanita menyetop paksa.
Mira, Ima, dan tiga wanita lainnya (kecapekan cari nama) mengikuti jejak teman satu gengnya, Marfuah. Banyak mmm....dan engg....nya. Pasti mereka memikirkan hal yang sama. Kenapa gak belajar dirumah, apa itu galau. Aduh, mereka semestinya sadar dirilah. Galau itu kata khusus anak muda. Mereka kan angkatan enampuluhan, kecuali Mira yang anak generasi sekarang.
Si caleg wanita mulai gusar. Bedaknya hampir luntur dan senyum pura-puranya mulai pudar. Untungnya sebelum berangkat tadi, ia menekan dirinya sendiri agar tetap menjaga bibir simetris. Kiri-kanannya. Ini demi masa depan. Ingat, ia penyokong dana utama acara ini. Harapannya, pundi-pundi suara akan mengalir deras dari desa pelangi ini.
Lima orang sisanya berhasil mengekori Widuri lepas dari eliminasi. Rata-rata mereka semuanya remaja usia sekolah menengah atas hingga kuliahan semester bawah, selain Siti yang ibu rumah tangga ajaib.
Juri kedua adalah lelaki dengan kepala hampir selicin batu. Tinggal beberapa jumput rambut di pinggir. Yang membawanya masuk dalam tim juri adalah statusnya sebagai kepala desa. Debat kusir para panitia terjadi dalam penunjukkan sang kepala desa tersebut. Dan inilah hasilnya. Dengan amat sangat terpaksa dan dibuat enak-enak saja, ia ada disitu.
Sok berwibawa, ia bertanya kepada semua peserta, "apa yang paling membuat kalian galau? Uhuk...uhuk...maaf. Lagi batuk."
Ya tahulah sedang batuk, pikir salah satu peserta. Masa bersin.
Sista : "Pacarku" (Setiap hari dalam tiga minggu terakhir di FB nya, ia terus menerus meratapi pacarnya)
Widuri : "Cinta sebelah tangan" (Terpesona pada setiap cowok ganteng. Padahal cermin hampir retak saat ia berkaca. Jodohkan tidak tergantung rupa. Katanya cinta itu buta, ya? pikirnya)
Siti : "Kehabisan duit" (Mikir kiriman suaminya dari malaysia belum datang)
Dian : "Cinta sih" (Nasibnya kurang lebih dengan Sista)
Cinta : "Terlalu banyak. Sulit diterjemahkan. Salah satunya sih ..." (Padahal ia tidak benar-benar tahu apa yang menyebabkannya galau. Sepertinya apa saja bisa membuatnya galau).
Lissa : "Yang membuatku galau adalah aku sulit mencintai. Banyak yang mengejar, tapi tak satupun yang cocok denganku" (Sok cantik )
Tiga harus tersisih di sesi ini. Anggota juri bingung mau memilih siapa saja. Soalnya kalau dipikir-pikir semuanya gak ada yang menjanjikan menyandang gelar Miss Galau 2013. Akhirnya Siti, Lissa, dan Widuri lolos ke tahap selanjutnya. Yang lain mengisak diam. Mungkin begini rasanya tereliminasi di X-Factor Indonesia.
Juri ketiga wanita muda. Satu-satunya alasan masuk akal ia dipilih panitia adalah karena berhasil masuk tiga puluh besar audisi dangdut di sebuah televisi swasta. "Bagaimana kalian menghilangkan galau?"
Ini ajang apa sih tujuan dan manfaat kedepannya. Kalau duta anti narkoba misalkan ya, nanti mereka akan bersosialisasi tentang bahaya narkoba. Atau duta pariwisata, mereka yang terpilih bakal mempromosikan tempat-tempat eksotis di daerahnya. Begitu seharusnya. Lah ini? Miss galau, apakah akan mensosialisasikan pentingnya galau dalam kehidupan kita. Mungkinkah demikian? Bodo amat!
Lissa : "Kalau aku jadi Miss Galau 2013, caraku menghilangkan galau adalah dengan melakukan apa yang kusukai." (Udah mikirnya jadi Miss Galau 2013 nih orang).
Widuri : "Aku kan suka main game tuh. Jadi lama-lama deh didepan komputer. Mau gempa atau apa, aku gak peduli. Yang penting gak galau gitu. (Jangan-jangan ada gempa dalam dirinya kalau tidak terpilih nanti).
Dan yang paling bijak jawabannya adalah ...
Siti : "Saya sih berencana menutup akun FB saja setelah ini. Saya terus saja menuliskan masalah demi masalah disana. Gak ada yang tak masuk dalam status. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Bukannya solusi yang didapat, eh masalah itu malah melebar. Begitulah yang kutemukan pada teman-teman muda FB lainnya. Status mereka cuma dua. Lagi senang-senangnya dan lagi susah-susahnya. Seolah masalah cuma mereka yang punya. (Dewan juri tersentuh meski kurang sependapat).
Saat yang ditunggu-tunggu tiba juga. Detik mendebarkan penuh penasaran. Tiga peserta telahpun berdiri berbanjar, ditemani seorang moderator yang terus saja memuji setiap jawaban mereka tadi. Gak peduli bagus maupun jelek. Seolah mulutnya cuma bisa mengucapkan, "wah hebat sekali jawabannya. Silakan mundur kebelakang."
Bapak kepala desa membuka amplop dan siap-siap menyebutkan satu nama. Wanita yang berhak menggondol gelar Miss Galau 2013. "Dia adalah ........" kalau di TV itu akan di shoot wajah peserta satu persatu. Menonjolkan ketegangan antara mereka. Terreeeng-terreeeeng-terreeeeng. "Selamat kepada Widuri."
= Namanya juga Miss Galau 2013. Mengatasi galau ya pergi ke galau yang lain. Galau ya galau aja. Untung saja penulisnya gak ikut galau. Kalau galau, bakal galau deh yang baca. He..he..hanya fiksi ya. Semoga terhibur =