Malam hari adalah waktu bagi sang gerilyawan untuk merayap, mengendap dan beraksi. Ketika pemilik basecamp meninggalkan gedung tersebut. Saat itulah, ia memiliki banyak kesempatan untuk melakukan apa saja. Malam itu, seperti malam-malam sebelumnya, semuanya lancar dan beres. Dan ketika mentari pagi tiba menyapa, ia tinggal menyelinapkan diri pada sela-sela bangunan yang jelas tidak bakal ketahuan. Cerdik sekali!
Pagi itu, seorang lelaki mengeluh atas jejak-jejak yang ditinggalkan oleh sang gerilyawan. Satu di sudut sini, satu di sudut sana. Bahkan ditengah-tengah pun ada jejak yang menyebalkan tersebut. Walau tanpa auman jelas dan dengusan keras, lelaki tersebut jelas sekali merasa jengah. Tunggu nanti!, pikir si lelaki. Sementara di sudut yang tidak terlihat, sang gerilyawan cekikikan puas dan penuh kemenangan.
Belum cukup sampai di situ, sang gerilyawan menantang dirinya sendiri untuk muncul ke permukaan. Bermaksud hendak mempecundangi si lelaki yang jauh lebih besar secara fisik darinya. Lalu, ia pun melenggang dengan santai dan merayap. Ketahuan! Memang itulah tujuannya. Langkah sang gerilyawan dipercepat ketika ia melihat lelaki itu menghampirinya. Lelaki itu menyimpan rasa keterkejutan dan penasaran di wajahnya.
Sang gerilyawan meliuk-liuk berlari. Namun, si lelaki mengejar dengan sebuah benda panjang rupanya. Itu tidak termasuk yang diperhitungkannya. Ke kiri - ke kanan, lurus saja, dan buumm. Pukulan pertama si lelaki meleset. Sang gerilyawan semakin gesit saja larinya meski diikuti oleh pemburunya yang tak kalah gesit.
Plak. Kali ini sedikit sial agaknya sang gerilyawan. Pukulan tadi bersarang ditubuhnya dan berhasil sedikit melumpuhkan. Bagian belakangnya mulai mengeluarkan bercak merah. "Ah, darah!" teriak sang gerilyawan. Sumringah terlihati di muka si lelaki.
Plak-plak. Pukulan ketiga dan keempat kembali menyentuh tubuh sang gerilyawan. Untuk yang ini, dirinya mulai was-was dan cemas. Lantaran tubuhnya yang mulai kehilangan banyak darah, benaknya ikut berucap bahwa ia akan berakhir hari ini. Sial. Dan plak. Yang terakhir terasa lain dari sebelumnya. Sang gerilyawan merespon pukulan itu bak tornado yang membelah jasadnya. Otomatis ia tidak bisa kemana-mana lagi dan menghentikan perlawanan. Salah satu kakinya patah. Ini benar-benar sebuah episode terakhir, keluhnya.
Saat darah terus mengalir, benda panjang yang digunakan oleh si lelaki, digunakan pula untuk menggeser paksa jasad tergolek sang gerilyawan. Tak ayal lagi, tubuh lemah itu terpental beberapa jauh keluar dari gedung tempatnya beraksi tadi malam. Nafasnya tersengal-sengal. Detak jantungnya tidak lagi normal. Bahkan sangat kencang dari biasanya. Hanya saja bisa sedikit, sedikit lega. Karena si lelaki sekarang hanya bisa memandanginya. Tanpa mencoba mengenyahkan nyawanya cepat.
"Siapa itu?" tanya sang gerilyawan dalam hati.
Di awang-awang, di tengah nafasnya yang terengah-engah, ia melihat sesosok yang datang menghampirinya. Tidak jelas raut mukanya. Yang pasti jauh berbeda dengan si lelaki. Tidak lama berselang, ia menurut saja perintah sosok aneh tersebut. Tahu-tahu, entah bagaimana ia bisa menyaksikan jasadnya terkulai di tanah. Tidak lagi bernyawa. Seekor dua lalat datang mengerubungi.
Lelaki itu bersiul santai seolah tidak telah melakukan pencabutan sebuah nyawa beberapa waktu lalu. Ia melanjutkan kegiatannya seperti sebelum melihat sosok sang gerilyawan berkeliaran pagi itu. Mengayun-ayunkan benda panjang yang terlihat seperti kawan akrabnya. Bukan! lelaki itu sedang mengumpulkan debu dan sisa-sisa kertas yang berserakan di lantai. Untuk yang berukuran besar, langsung dimasukkannya ke dalam tong sampah. Dan yang kecil-kecil, di buang begitu saja ke tanah.
Seolah ucapan perpisahan dan balas dendam kecil-kecilan, lelaki itu melihat sang gerilyawan lagi. Setelah tahu tidak lagi bernyawa, si lelaki kembali melanjutkan aktivitasnya. "Oho, mulai besok tidak akan ada lagi tahi tikus yang berserakan!" seru si lelaki.
3 Messages:
Lucu :D
bukannya sadis?
Tp akhirnya kn lucu kek
Posting Komentar