"Ya, asal jujur saja
pembawaannya. Tidak ada back up2an. Yang pasti, kalian hanya akan mengganggu
pekerjaanku hari ini. Jam mangkalku di lampu merah jadi berkurang. Ku harap
anak yang tengah ku gendong juga mengerti. Mengapa kita tidak makan hari
ini."
Ia masih berdiri di seberang jalan.
Menyaksikan konvoi dari berbagai elemen masyarakat. Membawa embel-embel,
"atas nama rakyat. Turunkan BBM." Ada juga yang mendesak pemerintah untuk
lengser saja dari jabatannya jika sudah tidak mampu mengurus negeri.
"Mereka yang mengaku
kritikus juga berkoar. Menganggap kenaikan BBM sebagai pengalihan isu wisma
atlit."
Sebagai warga tak berpendidikan, ia
mengikut arus. Dan yang terakhir terdengar masuk akal. Setelah kasus century
belum genah, disambut isu-isu lainnya. Termasuk terorisme..
Apapun hasilnya nanti, ia dan
orang-orang sekasta dengannya hanya akan mendapat tempias belaka. Tak lebih.
Apalah artinya harga BBM turun hingga sekian ratus persen, jika pendapatannya
tetap cukup untuk mengganjal perut sehari.
Lagi, bara solusi masih jauh dari panggang permasalahan. Mengeluh atau tidak, tetap sama. Namun, agar terdengar lebih heroik, ia memilih tidak akan pernah mengeluh. Hanya saja, sulit untuk memberikan pemahaman kepada bayi yang perlu asupan gizi...
0 Messages:
Posting Komentar