Senin, 12 Maret 2012

Sebuah Episode

    "Kena kau, bandit!"
    "Terima kasih"
    Lelaki itu memicingkan matanya. Mengangkat dagunya kemudian.
    Disana, dua polisi lainnya tengah meringkus sosok yang telah dijatuhkan. Terkena hujan timah panas. Dugaannya, tepat dibagian betis.
    "Karena...telah mengembalikan Dun." Mungkin itu kata yang tepat.
    "Kita. Ingat itu. Dan mereka juga." Dua polisi tadi datang dengan membopong seseorang dengan darah berceceran di aspal. Seperti yang diduganya, bersumber dari betis lelaki itu.
    Lelaki itu diborgol dan digiring menuju mobil, namun memaksa berhenti. Tepat ketika melewati polisi wanita bertopi hitam. Mata keduanya beradu. Senyum sinis terlempar dari bibir Dun. Tanpa kata-kata. Dan pudar ketika ia didorong untuk terus melangkah meskipun ia terjingkat-jingkat.
   "Apa artinya itu? Senyuman itu, Mel?"
   "Dulu aku pernah bilang kepadamu bahwa kasus kita kali ini yang tersulit bagiku, bukan? Maukah kau mendengar apa maksudnya?" Melia memasukkan pistol ke tempat seharusnya dimana benda itu berada. Menjejaki sekitar dan membetulkan topinya. Dan berhenti pada rekan dihadapannya.
   "Waktu itu kau menolak untuk menjelaskannya."
   "Dun-Dun teman sekolahku." Melia berhenti.
   Dan melanjutkan, "bahkan namanya pernah mengisi ruang hatiku."
   "Aku terkejut." Lelaki itu mencoba agar tidak tampak terkejut. "Em...memang sangat kelihatannya?" Ia melanjutkan.
   "Apakah kau masih...?"
   "Cemburu?" Melia tergelak. "Itu hanya kisah lama. Dan sangat lama." Melia mendahului. Melangkah dengan santai menuju mobilnya. Sementara rekannya tersebut masih mematung.
   Melia membalikkan tubuh. Lalu menunjukkan jari manis kirinya. "Aku tetap ingin menjadi Nyonya Andy" seringainya mengembang. Andy mengejar.

   "Wajar aku cemburu!"
   "Hey..hey..hey..jika tahu begini, tidak akan kuberitahu padamu. Justru karena aku percaya padamu, aku mengungkapkannya."
   "Bagaimana jika...?" Suara Andy tercekat.
   "Jika apa?" Melia mengejar.
   "Sudahlah. Kau seharusnya melaporkan segera atas prestasi kita ini kepada pak Benny." Andy berkilah.
   "Jika ia ingin kembali padaku, maksudmu?. Kau akan punya saingan terberat, An"
   "Aku tidak ingin merusak ini semua. Kecuali jika kau ingin. Mengerti!" Andy sedikit membentak.
   Melia terdiam. Candanya mungkin terdengar menyakitkan ditelinga rekan sekaligus tunangannya tersebut.
   "Andy, apakah kau mendengar sesuatu?"
   "Ya Allah. Melia keluar!"
   Andy terguling-guling hingga ke bahu jalan. Sebuah decitan ban yang direm tiba-tiba terdengar. Itu terdengar dari sebuah truk yang siap melindas tubuhnya . Andy dan kematian hanya berjarak 12 inci. Dan truk itu berhenti.
    Terdengar ledakan keras dari sebuah mobil yang tengah melaju. Benda besi itu terangkat keatas. Lalu terhempas diselimuti kobaran api. Semua pengendara dan siapapun yang melihat itu tersentak. Dan Andy lebih tersentak lagi, mengetahui Melia tinggal sebuah nama.


       

0 Messages:

Posting Komentar

 
;