Satu kata lebih dari cukup. MENYEDIHKAN. internetan dengan kecepatan dibawah 100 kbps/second. Sungguh terlalu. Tak apa. Membesarkan hati diri sendiri, alasannya "daripada tidak ada!" Ha..Betoel. 99,9%. Meskipun butuh kesabaran tingkat tinggi untuk terus mengklick tanda connect ulang. Dan akhirnya, berhasil. Dimana ada kemauan disitu ada jalan. Benar gak ya? Tidak benar kalau kita tidak tahu apa kemauan kita, sehingga kita tidak bakalan menemukan jalannya.
Tapi aku tidak ingin membahas panjang lebar tentang modem ku yang super lemot ini. Dan mungkin masa pengabdiannya tidak lama lagi. Soalnya, mau menggunakannya saja sudah harus disangga dengan benda lain. Sekali lagi. Sediiih.
Dan yang ingin ku bagi adalah .....
Angin malam menerpa tubuhku yang tengah kepanasan. Mencari angin segar sambil internetan, pilihanku adalah bersila di tengah-tengah pintu. Kebetulan tidak ada orang lain dirumah ini. Adikku tengah pergi keluar. Kembali, angin sepoi itu berasal dari sungai yang ada didepan rumah. Dari sini ku dengar suara lalu lalang kendaraan roda dua yang tengah menjejaki Jembatan Sabok. Berjarak sekitar 500 meter. Karena jembatan itu terbuat dari kayu, jadilah setiap kali ban mencium papan-papan yang pakunya mulai bercabutan menimbulkan suara yang cukup nyaring.
Selain itu, dari tempat ku mengetik ini juga ku saksikan speedboad yang melaju di badan sungai. Hanya satu untuk malam ini. Serta sesekali orang-orang yang melewati depan rumah kami. Maksudku rumah kontrakan kami.
Ya, rumah kontrakan kami. Terbuat dari kayu. Rumah tua yang alhamdulillah cukuplah untuk tempat kami berteduh. Banyak AC alaminya. Sehingga rumah ini terasa adem ketika penghuni lainnya "berteriak" kepanasan. Apalagi disubuh hari. Udara pagi menembusi celah dinding dan dari celah lantai papan. Membuat kami menaikkan lagi selimut. Tak jarang hingga menutupi seluruh tubuh kami.
Intinya adalah, sekarang kami tengah belajar untuk hidup mandiri. Hidup jauh dari orang tua di kampung halaman. Belajar untuk menjadi dewasa. Memikirkan untuk menyelesaikan masalah sendiri. Persiapan untuk nanti, ketika menjadi seorang kepala keluarga. Membimbing diri sendiri, istri dan anak cucu.
Tapi aku tidak ingin membahas panjang lebar tentang modem ku yang super lemot ini. Dan mungkin masa pengabdiannya tidak lama lagi. Soalnya, mau menggunakannya saja sudah harus disangga dengan benda lain. Sekali lagi. Sediiih.
Dan yang ingin ku bagi adalah .....
Angin malam menerpa tubuhku yang tengah kepanasan. Mencari angin segar sambil internetan, pilihanku adalah bersila di tengah-tengah pintu. Kebetulan tidak ada orang lain dirumah ini. Adikku tengah pergi keluar. Kembali, angin sepoi itu berasal dari sungai yang ada didepan rumah. Dari sini ku dengar suara lalu lalang kendaraan roda dua yang tengah menjejaki Jembatan Sabok. Berjarak sekitar 500 meter. Karena jembatan itu terbuat dari kayu, jadilah setiap kali ban mencium papan-papan yang pakunya mulai bercabutan menimbulkan suara yang cukup nyaring.
Selain itu, dari tempat ku mengetik ini juga ku saksikan speedboad yang melaju di badan sungai. Hanya satu untuk malam ini. Serta sesekali orang-orang yang melewati depan rumah kami. Maksudku rumah kontrakan kami.
Ya, rumah kontrakan kami. Terbuat dari kayu. Rumah tua yang alhamdulillah cukuplah untuk tempat kami berteduh. Banyak AC alaminya. Sehingga rumah ini terasa adem ketika penghuni lainnya "berteriak" kepanasan. Apalagi disubuh hari. Udara pagi menembusi celah dinding dan dari celah lantai papan. Membuat kami menaikkan lagi selimut. Tak jarang hingga menutupi seluruh tubuh kami.
Intinya adalah, sekarang kami tengah belajar untuk hidup mandiri. Hidup jauh dari orang tua di kampung halaman. Belajar untuk menjadi dewasa. Memikirkan untuk menyelesaikan masalah sendiri. Persiapan untuk nanti, ketika menjadi seorang kepala keluarga. Membimbing diri sendiri, istri dan anak cucu.
0 Messages:
Posting Komentar