Kamis, 08 Mei 2014

CINCIN BESI

Jum'at yang mendebarkan. Mengungkit penasaran dan was-was sekaligus. Mungkinkah? atau jangan-jangan.... dua kata yang tumpang tindih muncul kepermukaan. Terkadang, satu lebih kuat dari yang lainnya.

Ah, tenang saja. Terima apapun keputusan yang ia berikan. Namun, sayangnya kalimat penghibur diri itu tak jua mempan. Waktu bergerak perlahan sekali!

Soe, menunggu setelah shalat Jum'at
............

"Kamu pikir anakku ini apa, hah?!"

Diam dan menyusut. Menjelaskan hakikat berumah tangga pun sepertinya sia-sia. Soe mengatur langkah mundur teratur. Bersamaan dengan itu, garis jodoh terpental, berbalik arah. Menuju titik yang "tepat". BARANGKALI.
............

Masih sejelas pagi yang hangat ini, pengalaman itu kian membekas. Penolakan tanpa ampun orang orang tua yang mengambil alih kehidupan putrinya. Pun, si anak perempuan tidak terlalu kuat pendiriannya. Urusan jodoh memang tidak boleh dipaksa-paksa. Sekuat apapun berjuang, urung juga akhirnya.

Baru setengah delapan, tinggal lima jam kedepan. Daripada memikirkan hal tersebut, Soe berpikir lebih baik menggurat kata demi kata bersama si oren.
............

"Oh, manisnya. Terima kasih, Soe."

Pemuda itu tercengang. Nyatakah ini? Atau ia sedang bermimpi tengah hari. TIDAK. Ini adalah fakta. Respon yang tak terbayangkan sama sekali oleh Soe.

Orang tua Soe dan gadis itu senang serentak. Sanak saudaranya juga ikut merasa hal serupa. Tapi entahlah, Soe justru merasa ada yang janggal. Apa itu? Belum jelas juga.

Gadis itu melanjutkan, "aku tahu apa maksud ini semua. Cincin besi ini hanyalah sebuah ujian, kan?"

Ujian. Ujian apanya. Oh, jangan-jangan.........
.............

Jum'at berkah, setengah sebelas kurang delapan menit. Sering, apa yang nampak tidak seperti sesungguhnya. Sejak awal kepada gadis itu, orang tuanya, dan keluarga besarnya, Soe mengatakan, saat ini hanyalah cincin besi ini yang sanggup ia jadikan mahar pernikahan. BENAR. .

Soe ingat, suasana malam  syahdu kala itu, tiba-tiba berubah tidak enak. Mencekam setiap orang yang hadir. Tiada lagi senyum, kecuali masam dan tidak ikhlas. Ucapan maaf terlontar disana sini. Ah, urusan jodoh, sekali lagi memang bukan kita penentunya, kan? Garis jodoh terpental ulang, mengarah pada titik yang lain. Yang mungkin "tepat".

............
Gadis itu telah menuliskan jawaban pada sebuah e-mail, lalu menyimpannya dalam format draft. Berulang-ulang kali ia mengejanya. Setiap kata beserta tanda bacanya. Agar maksud yang disampaikannya bisa ditangkap. Tinggal menekan menu KIRIM. Tapi nanti, ba'da shalat Jum'at. Seperti janji yang mereka buat bersama-sama.

Ia sudah meminta keputusan lewat shalat malamnya semalam. Hatinya, entah bagaimana, pagi ini cukup bahagia.

Pagi itu, si gadis mengisi mentoring di kampusnya.
............

Shalat Jum'at yang paling buruk! Khusyuk keluar masuk, seperti dikejar apa, gitu. Padahal, gunung dikejar takkan lari. Begitu pepatah yang menekankan agar jangan terlalu terburu-buru.

Do'a secepat kilat, Soe bergegas pulang. Datang ke rumah langsung menghidupkan si Oren. Menghubungkan jaringan internet via modem yang murah meriah meski agak lemot, ia meluncur ke google.co.id.

email....email....email...

Tepat Janji. Sebuah pesan elektronik baru masuk. Dengan tidak sabar, Soe membukanya. Loading yang memerlukan waktu bagai tengah menyiksanya. Sedetik demi sedetik!

Tarrra....... Kalimat itu tidak panjang dan juga tak perlu pikir keras memahami maksudnya. Soe meraih Cincin Besi yang teronggok manis di samping si oren. Tersenyum, mengangkatnya tinggi-tinggi kemudian.

Mumpung tak seorangpun melihat, Soe ingin menangis.
=============

(Bersambung gak ya.....entahlah)
#Justfiction

0 Messages:

Posting Komentar

 
;