Senin, 12 Mei 2014

INI NASIB ATAUKAH TAKDIR NAMANYA?

"Kuliah ke?"

Soe menggeleng dengan yakin saat teman sekelasnya bertanya. Tak ada celah sama sekali, pikirnya. Sekuat apapun memeras pakaian kering, air takkan pernah keluar dari sana, kan?

Ah, menyalahkan kedua orang tua tentunya kurang ajar sekali. Ini nasib ataukah takdir namanya?. Soe menyimpan elok-elok ijazah SMK yang menuliskan angka-angka, simbol kegemilangan masa belajar selama tiga tahun. Kalau saja angka-angka tersebut berguna, sesal pemuda itu agak sesak.

Sudahlah! Lewat!
...........

Pagi-pagi sekali, Soe sudah melangkahkan kaki turun dari rumah. Hari baru saja terang tanah. Udara kampung yang segar, embun bergentayangan menyapa, menyejukkan. Dia justru masih terbilang kesiangan. Sudah banyak warga kampung yang bahkah jauh lebih awal sudah berangkat menoreh karet. Berbekal lampu senter, merangsek sebatang demi sebatang melukai pohon uang tersebut.

Berbulan-bulan. Rasanya sudah cukup mengumpulkan ongkos ke Sintang. Ke Sintang? Kesana bukannya untuk bersenang-senang. Cuma beralih profesi saja. Dari penoreh karet menjadi penambang emas. Karena penghasilan menambah emas jauh lebih besar dibandingkan hasil menoreh karet.

Seharian bergulat dengan pasir dan bebatuan kerikil, panggangan matahari dan siraman air tidak bersih. Memanggul dua puluh liter atau lebih solar, meski kadang bergantian, pun menjadi makanan harian. Kerasnya mencari duit, tampak biasa saja saat dinikmati. Terlebih, saat membayangkan, suatu waktu bisa mengecap bangku kuliah.

Bangku kuliah....entahlah. Beruntung sekali mereka yang ditanya, "nanti mau kuliah dimana, nak?" Dan sang anakpun tinggal menyebutkan universitas tujuannya.

Ini nasib ataukah takdir namanya?
........

Hari berlepas hari. Sampai juga di bulan pembukaan tahun ajaran baru untuk tahun berikutnya. Ada secercah cahaya menggelayut di benak Soe. Yah, ia ingin kuliah. Apa mungkin? Uang yang dikumpulkannya berbulan-bulan, tepat cuma cukup untuk daftar dan daftar ulang seandainya lulus.

"Insya Allah ada jalannya."

Berbekal semangat dari orang tua dan saudara, Soe mendaftar di sebuah universitas negeri. Setahun suntuk tak bersentuhan dengan mata pelajaran, ingatan Soe masih terbilang bagus ketika mengisi lembaran soal. Alhasil, walaupun gagal di pilihan pertama bahasa Inggris, namun ia terdaftar sebagai mahasiswa Akuntansi. Sesuai dengan jurusan sewaktu Sekolah Menangah Kejuruannya. Akhirnya!

Dan sejak saat itu, segalanya bukan menjadi lebih mudah. Pasokan uang yang diterima setiap periode mesti dihemat sehemat mungkin. Teliti setiap melakukan pengeluaran. Selalu was-was akan uang ludes sebelum kiriman berikutnya tiba.
..........

Sebelas tahun berlalu seakan baru kemarin saja. Sekarang Soe punya jawaban atas pertanyaannya. Ini nasib ataukah takdir namanya?

Usaha dan perjuangan keras mengubah nasib, itulah takdir kita! Setelah melakukan yang terbaik, serahkan hasilnya pada Allah Ta'ala. 

0 Messages:

Posting Komentar

 
;