"Pen, dimana pen saya?"
Soe membuka laci meja dan mendorongnya paksa ke posisi semula. Mengangkat buku-buku yang berserakan, kumcer, serta beberapa buah novel tak berkulit lagi di lantai. Menghempaskan sekenanya. Botol-botol bekas disisihkan ke dinding, pakaian yang bergumpal dipinggirkan juga. Namun, "pen, dimana pen saya?!"
"Oh ya."
Ini bukanlah mendapatkan benda yang dicarinya. Pemuda itu malah menyinggahi dapur dalam hitungan beberapa langkah. Berjongkok, mengintip ceret air yang, barangkali sudah dicuci di rak terbawah. Beruntung sekali, benar adanya. Ia mengambil benda bertangan tersebut, lalu menuangkan air mineral ke dalamnya. Gluk....gluk...gluk... Menekan dan memutar kenop kompor gas, api biru muncul kemudian mengamuk. Ceret terpanggang manis diatasnya.
Ini bukanlah mendapatkan benda yang dicarinya. Pemuda itu malah menyinggahi dapur dalam hitungan beberapa langkah. Berjongkok, mengintip ceret air yang, barangkali sudah dicuci di rak terbawah. Beruntung sekali, benar adanya. Ia mengambil benda bertangan tersebut, lalu menuangkan air mineral ke dalamnya. Gluk....gluk...gluk... Menekan dan memutar kenop kompor gas, api biru muncul kemudian mengamuk. Ceret terpanggang manis diatasnya.
Soe mencari-cari gelas. Gelas, dimanakah kamu? Kali ini ia ingat. Rupanya masih bertahan di meja ruang depan. Bekas nyantai sore kemarin. Soe menjemputnya dengan gembira seolah menemukan benda berharga. Menghantarnya ke tempat cucian piring. Ia memicingkan mata mendapati banyak piring-piring serta perabot lainnya berserakan, kotor. Juga menuntut dibersihkan. SEGERA!
Santai saja. Gelas pun telah kinclong ketika ceret berbunyi, "ussshhh.....". Asap keluar dari corong dan tutupnya yang terangkat-angkat. Mematikan kompor, Soe memasukkan kopi dan gula ke gelasnya, kemudian menuangkan air panas diatasnya.
Tanyanya pada diri sendiri belum terjawab juga. "Pen, dimana pen saya?"
Soe duduk, menyeruput kopi panasnya dipagi itu dengan mantap. Aroma kopi menyesakkan indera penciumannya, membuat ia hampir tidur lagi. Jangan, jangan, dan jangan lagi!. Memaksakan niat tetap terjaga.
Saat kelar, waktunya mandi. Baru melanjutkan menulis fiksi kembali bersama si oren. Di kamar, Soe jongkok mencari-cari handuk diantara gunungan pakaian, sebuah benda tiba-tiba meluncur dari jepitan daun telingannya. Pen berharga seribuan yang dicari-carinya sejak tadi.
"Pen?" Soe mengedutkan jidatnya. Tak mau susah memikirkan kenapa itu bisa terjadi, jemarinya malah lihai menjejaki sang handuk. Entah kenapa kini berubah status menjadi misterius. "Handuk misterius, dimana handuk misterius?"
0 Messages:
Posting Komentar