"Soe, aki mu ade yang nak diomongkan dengan kau."
Singkat, padat, dan jelas. Pesan singkat apak juga menyiratkan menyuruhku pulang segera. Meski tidak menyebutkan kondisi nek aki bagaimana, tapi tampaknya semakin mengkhawatirkan. Malam ini adalah yang kelima nek aki dirumah sakitkan. Tak ada penyebab istimewa, usialah yang menggerogoti kehidupannya. Apakah ini tandanya......? Tidak! Ya Allah, sodah nak capat gilak. Aku maseh nak same-same dengan aki-ku.
Makanya jam tiga dini hari ini aku mencegat bis Pontianak menuju Sambas. Kabut asap tipis masih menyelimuti kota khatulistiwa. Bakal terus berlanjut selama hujan belum juga bertandang. Bis muncul tak lama kemudian. Aku naik, lalu memilih duduk di pinggir jendela bis. Melorotkan badan dan menyambung tidur. Tersadar ketika suara azan subuh keluar dari corong-corong speaker masjid yang kami lewati.
...........
"Awok."
Aku bangkit. Apak dan umak menyeruak masuk sebaik saja ganggang pintu kutarik. "Ape kate nek aki mu?" pertanyaan serentak dari kedua orang tuaku itu. Apa hendak dikata. Kami telah membuat perjanjian. Agar wasiat nek aki tak dibongkar selama ia masih hidup. Tetap tersimpan di benakku. Aku menggeleng, "kate nek aki, usah dolok padahkan."
............
Dua hari sekembalinya dari RS. Pagi ini nek aki lebih tampak segar. Aku pamit mencium punggung tangannya. Beralih pada Apak dan umak yang turut mengantar di depan rumah. Ya, aku melanjutkan menuntut ilmu Ekonomi lagi. Meski jujur, minatku tidaklah muluk di bidang ini.
Seperti biasa, petuah Apak dan Umak mengiringi langkah pertamaku, "hati-hati. Jua batol-batol kuliah ye."
"Ye."
Sementara nek aki diam. Matanya, entah bagaimana seolah menyiratkan ucapan perpisahan. Kutepis sekuat mungkin. Sayang, nuraniku tetap mengatakan hal serupa. Walau dikejauhan, kudapati nek aki menyeka matanya sebelum masuk ke rumah.
..........
Pun aku belum sempat mendudukkan diri di kos saat kabar itu datang. Nek aki meninggal beberapa menit yang lalu, kata apak dari ujung sambungan. Tanganku bergetar dan HP hampir saja lepas.
..........
Tak mungkin mengendarai Fizer tuk pulang ke Sambas malam itu juga. Selain kondisinya kian renta, pikiranku pula tidak tenang. Daripada sesuatu yang tak diinginkan berlaku, pilihan terakhir adalah memesan taxi, meski merogok kantong lebih dalam. Semoga perjalanan lancar dan besoknya sempat mengiringi pemergian nek aki ke tempat pembaringan terakhirnya.
Sepuluh malam taxi baru berangkat. Aku masih punya waktu untuk menyelesaikan wasiat nek aki. Sekarang baru mendekati delapan malam.
Kubuka si oren, meluncur ke dunia maya kemudian. Secepat itu pula, ingatanku meluncur pada kata-kata nek aki di kamar VIP RS beberapa hari silam. "nekaki@gmail.com. Passwordnye, nekaki."
Nek aki minta, kalau dia sudah meninggal nanti, agar aku mengupdate status Facebooknye. Atau dengan kata lain, akun jejaring sosial itu menjadi satu-satunya warisan yang beliau tinggalkan. Mengingat tak ada harta warisan lain yang hendak dibagikan. "Ye, ki," kataku hari itu.
Kepada dua ratusan pertemanan nek aki di Facebook, aku menuliskan, "Innalillahi wainna ilaihi roji'un. Telah meninggal dunia nek aki pada hari Jum'at pukul 19.30 Wib. Kalau ada salah dan hutang pada teman-teman sekalian mohon dimaafkan dan menghubungi ahli waris yang ditinggalkan. SOE."
...........
= Hanya fiksi =
![]() |
ilustrasi |
Singkat, padat, dan jelas. Pesan singkat apak juga menyiratkan menyuruhku pulang segera. Meski tidak menyebutkan kondisi nek aki bagaimana, tapi tampaknya semakin mengkhawatirkan. Malam ini adalah yang kelima nek aki dirumah sakitkan. Tak ada penyebab istimewa, usialah yang menggerogoti kehidupannya. Apakah ini tandanya......? Tidak! Ya Allah, sodah nak capat gilak. Aku maseh nak same-same dengan aki-ku.
Makanya jam tiga dini hari ini aku mencegat bis Pontianak menuju Sambas. Kabut asap tipis masih menyelimuti kota khatulistiwa. Bakal terus berlanjut selama hujan belum juga bertandang. Bis muncul tak lama kemudian. Aku naik, lalu memilih duduk di pinggir jendela bis. Melorotkan badan dan menyambung tidur. Tersadar ketika suara azan subuh keluar dari corong-corong speaker masjid yang kami lewati.
...........
"Awok."
Aku bangkit. Apak dan umak menyeruak masuk sebaik saja ganggang pintu kutarik. "Ape kate nek aki mu?" pertanyaan serentak dari kedua orang tuaku itu. Apa hendak dikata. Kami telah membuat perjanjian. Agar wasiat nek aki tak dibongkar selama ia masih hidup. Tetap tersimpan di benakku. Aku menggeleng, "kate nek aki, usah dolok padahkan."
............
Dua hari sekembalinya dari RS. Pagi ini nek aki lebih tampak segar. Aku pamit mencium punggung tangannya. Beralih pada Apak dan umak yang turut mengantar di depan rumah. Ya, aku melanjutkan menuntut ilmu Ekonomi lagi. Meski jujur, minatku tidaklah muluk di bidang ini.
Seperti biasa, petuah Apak dan Umak mengiringi langkah pertamaku, "hati-hati. Jua batol-batol kuliah ye."
"Ye."
Sementara nek aki diam. Matanya, entah bagaimana seolah menyiratkan ucapan perpisahan. Kutepis sekuat mungkin. Sayang, nuraniku tetap mengatakan hal serupa. Walau dikejauhan, kudapati nek aki menyeka matanya sebelum masuk ke rumah.
..........
Pun aku belum sempat mendudukkan diri di kos saat kabar itu datang. Nek aki meninggal beberapa menit yang lalu, kata apak dari ujung sambungan. Tanganku bergetar dan HP hampir saja lepas.
..........
Tak mungkin mengendarai Fizer tuk pulang ke Sambas malam itu juga. Selain kondisinya kian renta, pikiranku pula tidak tenang. Daripada sesuatu yang tak diinginkan berlaku, pilihan terakhir adalah memesan taxi, meski merogok kantong lebih dalam. Semoga perjalanan lancar dan besoknya sempat mengiringi pemergian nek aki ke tempat pembaringan terakhirnya.
Sepuluh malam taxi baru berangkat. Aku masih punya waktu untuk menyelesaikan wasiat nek aki. Sekarang baru mendekati delapan malam.
Kubuka si oren, meluncur ke dunia maya kemudian. Secepat itu pula, ingatanku meluncur pada kata-kata nek aki di kamar VIP RS beberapa hari silam. "nekaki@gmail.com. Passwordnye, nekaki."
Nek aki minta, kalau dia sudah meninggal nanti, agar aku mengupdate status Facebooknye. Atau dengan kata lain, akun jejaring sosial itu menjadi satu-satunya warisan yang beliau tinggalkan. Mengingat tak ada harta warisan lain yang hendak dibagikan. "Ye, ki," kataku hari itu.
Kepada dua ratusan pertemanan nek aki di Facebook, aku menuliskan, "Innalillahi wainna ilaihi roji'un. Telah meninggal dunia nek aki pada hari Jum'at pukul 19.30 Wib. Kalau ada salah dan hutang pada teman-teman sekalian mohon dimaafkan dan menghubungi ahli waris yang ditinggalkan. SOE."
...........
= Hanya fiksi =
0 Messages:
Posting Komentar