Kampung geger. Desas desus mengabarkan seorang wanita paruh baya pembawa perkara. Bisa-bisa bencana bakal segera tiba.
Seonggok tubuh terdiam di bawah anak tangga, sebuah rumah tua. Oh, mungkin ini orang itu, pikirku.
......
Wanita paruh baya
Duduk merana dan nelangsa
Tak peduli dengan masa
Pun masa tak bersahabat lagi dengannya
......
Aku menghampirinya diam-diam. Tak ingin menganggu lamunannya. Namun, kehadiranku terhidu jua. wanita itu terkejut, panik, dan hendak melarikan diri.
......
Jangan takut wahai wanita paruh baya
Aku sekedar ingin bertanya
Ada apa gerangan,
Sampai engkau dihinakan?
......
Ia mulai tenang. Kembali duduk di tempat semula. Tanpa sepatah kata pula, pandangannya menyapu langit mendung.
Sementara itu aku terus menunggu, menunggu, dan menunggu lagi. Aku hampir memecah sunyi, tetapi ia mendahului...
.......
Nak, apakah setetes cinta yang tersisa
bisa membawaku masuk ke syurga?
.......
Aku terkesima. Apa maksudnya? Setetes cinta dan syurga. Apakah ia pasrah dengan derita?
.......
Ku tak menyalahkan mereka, nak
Karena aku berpangkat durjana
Ku tak mengiba pada mereka, nak
Aku hanya ingin bersua
.......
Bersua? apakah wanita itu punya keluarga di kampung ini? Siapakah gerangan? Berkelebat pertanyaan menghujani sanubariku.
Dari tas kotor yang setia menemaninya, ia mengeluarkan selembar foto. Lekat-lekat ia memandanginya. Mendekapnya tak lama kemudian. Ia terpejam. Pelupuk matanya mengalirkan anak sungai.
Wanita dihadapanku membuka matanya lagi. Segera menyusupkan foto itu kembali ke dalam tas. Kepalanya menoleh, untuk pertama kalinya, pandangan kami benar-benar beradu. Siapa sesungguhnya wanita ini?
Seolah bisa membaca pikiranku, ia berkata....
.......
Aku bukanlah siapa-siapa, nak
Niatku hendak berjumpa
Walau ia tak terima
Tapi kuharap ia paham aku mengakui dosa
.......
"Kalau begitu, bisakah saya membantu anda?" tawarku.
Secercah harapan kutangkap dari raut mukanya, "benarkah, nak? Sebenarnya saya tengah...."
Kata-katanya langsung terputus. Dari kejauhan, tampak orang-orang bergerombolan. Berteriak-teriak pedas "Usir pelacur itu, usir dia."
Ia bangkit bergegas dengan penuh ketakutan.
"Nyonya...." panggilku. Berharap ia menoleh. Sebaliknya, ia semakin melaju. Jilbabnya meliuk-liuk tak tentu rupa.
"Hentikan!" balas kuberteriak menghadang. Apa daya, aku cuma seorang. Manusia-manusia berhati bara bergeming, menabrakku tanpa ampun. Aku terpental.
Aku sekarang benar-benar menyaksikan keganasan. Seonggok batu jalanan membuat wanita paruh baya itu terjungkal. Lantas sayup-sayup kudengar ia bertakbir.
Manusia-manusia itu membentuk lingkaran. Mencibir penuh kepuasan. "Rasakan!-Syukurin!-Nahas kamu!"
Menggunakan tenaga tersisa, aku membelah barisan. Kulihat wanita itu tergolek kaku. Tak ada lagi desahan, tiada pula ketakutan. Ia selamat dari amukan. Ada genangan merah dibawah kepalanya.
Tanganku lancang. Meraba isi tas yang tak lagi bertuan. Ini......?
Aku terduduk dengan hati membuncah. Air mata tumpah seketika.
Dan manusia-manusia itu malah meninggalkanku sendirian.
.......
Wahai wanita paruh baya, aku ingin bertanya,
siapakah sebenarnya yang durjana
Kamu ataukah mereka?
Wahai wanita paruh baya, aku ingin bertanya,
apakah kamu telah mendapatkan syurga
atas setetes cinta yang kau punya?
Wahai wanita paruh baya, aku ingin bertanya,
kenapa masa benar-benar tega tak beriku jeda
walau sekedar memanggilmu mama?
.........
Setelah desa tak menerima, entah dibelantara mana ku semayamkan jasad mama. Pun aku tak ingin datang kesini lagi. Cukuplah, pabila aku mengenangnya, foto ini menjadi perantara.
Dalam dua-tiga langkah meninggalkan nisan tak bernama, hatiku berucap, "aku memaafkanmu mama."
=Wanita Paruh Baya=
By: Soe
Seonggok tubuh terdiam di bawah anak tangga, sebuah rumah tua. Oh, mungkin ini orang itu, pikirku.
......
Wanita paruh baya
Duduk merana dan nelangsa
Tak peduli dengan masa
Pun masa tak bersahabat lagi dengannya
......
Aku menghampirinya diam-diam. Tak ingin menganggu lamunannya. Namun, kehadiranku terhidu jua. wanita itu terkejut, panik, dan hendak melarikan diri.
......
Jangan takut wahai wanita paruh baya
Aku sekedar ingin bertanya
Ada apa gerangan,
Sampai engkau dihinakan?
......
Ia mulai tenang. Kembali duduk di tempat semula. Tanpa sepatah kata pula, pandangannya menyapu langit mendung.
Sementara itu aku terus menunggu, menunggu, dan menunggu lagi. Aku hampir memecah sunyi, tetapi ia mendahului...
.......
Nak, apakah setetes cinta yang tersisa
bisa membawaku masuk ke syurga?
.......
Aku terkesima. Apa maksudnya? Setetes cinta dan syurga. Apakah ia pasrah dengan derita?
.......
Ku tak menyalahkan mereka, nak
Karena aku berpangkat durjana
Ku tak mengiba pada mereka, nak
Aku hanya ingin bersua
.......
Bersua? apakah wanita itu punya keluarga di kampung ini? Siapakah gerangan? Berkelebat pertanyaan menghujani sanubariku.
Dari tas kotor yang setia menemaninya, ia mengeluarkan selembar foto. Lekat-lekat ia memandanginya. Mendekapnya tak lama kemudian. Ia terpejam. Pelupuk matanya mengalirkan anak sungai.
Wanita dihadapanku membuka matanya lagi. Segera menyusupkan foto itu kembali ke dalam tas. Kepalanya menoleh, untuk pertama kalinya, pandangan kami benar-benar beradu. Siapa sesungguhnya wanita ini?
Seolah bisa membaca pikiranku, ia berkata....
.......
Aku bukanlah siapa-siapa, nak
Niatku hendak berjumpa
Walau ia tak terima
Tapi kuharap ia paham aku mengakui dosa
.......
"Kalau begitu, bisakah saya membantu anda?" tawarku.
Secercah harapan kutangkap dari raut mukanya, "benarkah, nak? Sebenarnya saya tengah...."
Kata-katanya langsung terputus. Dari kejauhan, tampak orang-orang bergerombolan. Berteriak-teriak pedas "Usir pelacur itu, usir dia."
Ia bangkit bergegas dengan penuh ketakutan.
"Nyonya...." panggilku. Berharap ia menoleh. Sebaliknya, ia semakin melaju. Jilbabnya meliuk-liuk tak tentu rupa.
"Hentikan!" balas kuberteriak menghadang. Apa daya, aku cuma seorang. Manusia-manusia berhati bara bergeming, menabrakku tanpa ampun. Aku terpental.
Aku sekarang benar-benar menyaksikan keganasan. Seonggok batu jalanan membuat wanita paruh baya itu terjungkal. Lantas sayup-sayup kudengar ia bertakbir.
Manusia-manusia itu membentuk lingkaran. Mencibir penuh kepuasan. "Rasakan!-Syukurin!-Nahas kamu!"
Menggunakan tenaga tersisa, aku membelah barisan. Kulihat wanita itu tergolek kaku. Tak ada lagi desahan, tiada pula ketakutan. Ia selamat dari amukan. Ada genangan merah dibawah kepalanya.
Tanganku lancang. Meraba isi tas yang tak lagi bertuan. Ini......?
Aku terduduk dengan hati membuncah. Air mata tumpah seketika.
Dan manusia-manusia itu malah meninggalkanku sendirian.
.......
Wahai wanita paruh baya, aku ingin bertanya,
siapakah sebenarnya yang durjana
Kamu ataukah mereka?
Wahai wanita paruh baya, aku ingin bertanya,
apakah kamu telah mendapatkan syurga
atas setetes cinta yang kau punya?
Wahai wanita paruh baya, aku ingin bertanya,
kenapa masa benar-benar tega tak beriku jeda
walau sekedar memanggilmu mama?
.........
Setelah desa tak menerima, entah dibelantara mana ku semayamkan jasad mama. Pun aku tak ingin datang kesini lagi. Cukuplah, pabila aku mengenangnya, foto ini menjadi perantara.
Dalam dua-tiga langkah meninggalkan nisan tak bernama, hatiku berucap, "aku memaafkanmu mama."
=Wanita Paruh Baya=
By: Soe
0 Messages:
Posting Komentar