Kalau kalian melihat Lebah Raksasa akhir-akhir ini, itu Aku!
Bermula setibanya aku di Markas Besar. Si aktif Vajarr mengatakan ada segerombolan penyengat membuat mukim pada sebuah pohon di dekat gedung ini. Memastikan informasinya, aku langsung menuju tempat yang dimaksud. Dan tepat.
"Ini bukan penyengat," kataku pada anak yang akan masuk sekolah tahun ini. "Tapi lebah."
Aku diam sejenak memperhatikan Vajarr mencerna ucapanku. "Lebah ini adalah makhluk yang menghasilkan madu." Vajarr berlagak mengerti.
Tiba-tiba si jenius Denand datang. Mengulang apa yang dikatakan temannya, Vajarr. "Mr. Soe, itu adalah penyengat."
Ku balas dengan mengulangi apa yang kuutarakan pada rekannya. Padahal aku paling malas kalau bicara berulang-ulang.
Entah bagaimana mereka langsung menghilang. Emmm....budak!
Sementara aku masih bertahan di sana. Memperhatikan dengan seksama sarang yang baru sepertiga jadi itu. Tabung-tabung madu persegi enam telah sempurna. Tinggal bagian luar yang berfungsi sebagai pelindung utama.
Namun tanganku tak tahan untuk tidak menyentuh tekstur yang binatang bersayap itu hasilkan. Menunaikan niat dihati, ku sodorkan telunjukku perlahan. Lalu, seekor lebah dengan perkasa menggamit lengan kiriku. Menancapkan senjatanya disana. Saat aku mengaduh, ia justru terbang.
............
Tentunya si Peter terlalu bodoh untuk menyadari bahwa dirinya akan menjadi manusia laba-laba. Beda dengan aku, tanda-tandanya bahkan sudah kutemukan sejak dini. Racun lebah menyebabkan bekas gigitannya memerah. Mulai membengkak dan gatal-gatal dalam hitungan beberapa menit kemudian. Aha, itu artinya, aku benar-benar akan menjadi lelaki lebah. Ehe...
Malamnya tubuhku mulai menggigil. Sebenarnya tidak terlalu begitu sih, cuma aku memastikan prosesnya berjalan sama dengan yang dialami Peter. Kedua mataku mulai berkunang-kunang, sepertinya akan segera pingsan. Dalam setengah sadar, barangkali aku melihat kulitku mulai belang-belang hitam kuning.
...........
Aku tersentak saat azan subuh bergema. Rupanya aku terkapar di depan laptop. Untuk beberapa saat, ingatan tentang aku menjadi manusia lebah lenyap. Dan saat aku mengeluarkan sepeda motor untuk beranjak ke masjid, indera penciumanku menangkap bau anggrek. Segar dan menyegarkan.
Wow. Meski tubuhku tidak berubah dua warna, tapi kemampuan hidungku menghidu kembang meningkat drastis. Ya, apalagi kalau bukan perkembangan gen lebah dalam tubuhku. Tampaknya, acara pagi ini akan dihabiskan dengan merancang kostum. Berkonsultasi dengan seorang teman yang bisa menjahit pakaian bagaimana sebaiknya. Pakai sayap apa tidak, pakai topeng apa tidak.
............
Paginya, tahu-tahu lengan kirikuku kembali seperti semula. Tidak membengkak, lebih-lebih memerah atau gatal. Bau kembang yang kuhidu tadi subuh rupanya adalah serumpun anggrek yang tengah mekar yang tumbuh menumpang pada pohon jambu depan rumah.
Jadi begitu ya....
"Ini bukan penyengat," kataku pada anak yang akan masuk sekolah tahun ini. "Tapi lebah."
Aku diam sejenak memperhatikan Vajarr mencerna ucapanku. "Lebah ini adalah makhluk yang menghasilkan madu." Vajarr berlagak mengerti.
Tiba-tiba si jenius Denand datang. Mengulang apa yang dikatakan temannya, Vajarr. "Mr. Soe, itu adalah penyengat."
Ku balas dengan mengulangi apa yang kuutarakan pada rekannya. Padahal aku paling malas kalau bicara berulang-ulang.
Entah bagaimana mereka langsung menghilang. Emmm....budak!
Sementara aku masih bertahan di sana. Memperhatikan dengan seksama sarang yang baru sepertiga jadi itu. Tabung-tabung madu persegi enam telah sempurna. Tinggal bagian luar yang berfungsi sebagai pelindung utama.
Namun tanganku tak tahan untuk tidak menyentuh tekstur yang binatang bersayap itu hasilkan. Menunaikan niat dihati, ku sodorkan telunjukku perlahan. Lalu, seekor lebah dengan perkasa menggamit lengan kiriku. Menancapkan senjatanya disana. Saat aku mengaduh, ia justru terbang.
............
Tentunya si Peter terlalu bodoh untuk menyadari bahwa dirinya akan menjadi manusia laba-laba. Beda dengan aku, tanda-tandanya bahkan sudah kutemukan sejak dini. Racun lebah menyebabkan bekas gigitannya memerah. Mulai membengkak dan gatal-gatal dalam hitungan beberapa menit kemudian. Aha, itu artinya, aku benar-benar akan menjadi lelaki lebah. Ehe...
Malamnya tubuhku mulai menggigil. Sebenarnya tidak terlalu begitu sih, cuma aku memastikan prosesnya berjalan sama dengan yang dialami Peter. Kedua mataku mulai berkunang-kunang, sepertinya akan segera pingsan. Dalam setengah sadar, barangkali aku melihat kulitku mulai belang-belang hitam kuning.
...........
Aku tersentak saat azan subuh bergema. Rupanya aku terkapar di depan laptop. Untuk beberapa saat, ingatan tentang aku menjadi manusia lebah lenyap. Dan saat aku mengeluarkan sepeda motor untuk beranjak ke masjid, indera penciumanku menangkap bau anggrek. Segar dan menyegarkan.
Wow. Meski tubuhku tidak berubah dua warna, tapi kemampuan hidungku menghidu kembang meningkat drastis. Ya, apalagi kalau bukan perkembangan gen lebah dalam tubuhku. Tampaknya, acara pagi ini akan dihabiskan dengan merancang kostum. Berkonsultasi dengan seorang teman yang bisa menjahit pakaian bagaimana sebaiknya. Pakai sayap apa tidak, pakai topeng apa tidak.
............
Paginya, tahu-tahu lengan kirikuku kembali seperti semula. Tidak membengkak, lebih-lebih memerah atau gatal. Bau kembang yang kuhidu tadi subuh rupanya adalah serumpun anggrek yang tengah mekar yang tumbuh menumpang pada pohon jambu depan rumah.
Jadi begitu ya....
0 Messages:
Posting Komentar