Rabu, 08 Agustus 2012

Sebuah Kisah

     "Jam 2 teng!"
     "Ok, boss." Pemuda itu mengacungkan jempol kanannya.
     Lelaki tua itu, tanpa diminta langsung keluar dan menutup pintu.
****
     Uh, kenapa harus sepayah ini. Bukankah, mereka dengan amat sangat mudah melakukannya. Dan giliranku, harus merangkak pula. Pemuda itu sudah pun berada di separoh jalan. Di dongakkannya kepalanya. Serasa puncak gedung itu setinggi langit. Ia alihkan pandangan ke bawah, curam bukan main dalamnya. Sebenarnya, ia sendiri tidak tahu bagaimana ia bisa sampai disini. Dan apa yang tengah dilakukannya. Berhati-hati ia merayap. Memanjat gedung bertingkat tanpa tali pengaman. Hati-hatinya berakhir ketika kaki kirinya tergelincir dari pijakannya. Secara spontan di ikuti oleh kaki sebelahnya. Kini ia hanya bertahan pada kekuatan tangan. Tak kuasa lebih lama, ia terjatuh. "Haaaaaaaaaaaaaa".
****
      Matanya terbelalak. Ia terjaga. Untung hanya sebuah mimpi. Seandainya itu kenyataan, pasti ketika mendarat ia langsung menjadi mayat. Matanya bahkan semakin terbelalak ketika mendapati jam di dinding menunjukkan pukul empat. Jam itu mengejeknya.
****
       "Kan sudah dibilang pasang alarm."
       "Ambilkan mie nya, yah."
       Lelaki itu bergegas menyodorkan tiga bungkus mie instan kepada anaknya.
       "Sudah." jawab pemuda tersebut.
       "Makanya kalau tidur jangan jadi batu. Tsunami datang pun pasti tak terjaga." Timpal sang ayah lagi.
       Tak mungkin pemuda itu mengatai yang sama pada ayahnya. Meskipun ia tahu, kalau ayahnya sudah tidur, badai tornado pun takkan sanggup untuk membangunkannya. Pemuda itu hanya menghela nafas.
       Tak berselang lama, keduanya makan dengan sekenanya. Apa enaknya makan jika harus berkejaran dengan waktu.
       Sebuah panggilan masuk. Di layar tertera "Mama".
       "Sudah sahur, An? mama baru sadar telah kehabisan pulsa. sekarang baru di isi pulsanya." 
       "Mmmm baru selesai. Ita tanya terus, kapan katanya mama selesai sertifikasinya?"

0 Messages:

Posting Komentar

 
;