Senin, 13 Agustus 2012

Tau Apa!

       Bicara mereka seolah mengetahui seluk-beluk provinsi hingga ke lubang semut. Padahal menapaki jalanan seperti naik kuda saja, ku sangsi jika mereka pernah.
      September mendatang daerahku tercinta, Kalimantan Barat akan kembali menggelar pemilukada PILGUB masa periode 2012 - 2017. Ada yang mengatakan periode jabatan sampai 2018. (Bale...lamanye gak. Nak nambah setahun agek. Tapi yang udah pasti itu, masa jabatan Kades enam tahun satu periode).
        Lima pasangan calon gubernur yang berjuang menuju kursi Kalbar I dengan II nya sebagai ekor. Salah satunya, incumben. Tiga pasangan memiliki track record sebagai mantan bupati di Kalimantan Barat. Sisanya, mereka yang mungkin tengah belajar berpolitik. 
         Variasi visi dan misi di lontarkan ke publik. Lebih tepatnya hanya kombinasi. Ah, itu-itu saja. Masih komoditas laris manis yang menjadi hidangan mereka. Itu akan dijadikan program kerja "eksklusif" selama menjabat nantinya. Apa itu? Kemiskinan, tentulah. Diikuti oleh yang berbau Kesehatan, Pendidikan, Kesejahteraan, dan Pemberantasan Korupsi.
      Semuanya normatif bukan? Tidak memiliki multiplier effect terhadap aspek lainnya. Menurutku, anggapan mereka hal-hal diatas telah mencakup seluruh hajat hidup rakyat banyak. Sebagaimana yang diamanahkan oleh undang-undang.
          Menurut bapak, apa sih arti kemiskinan?
          Program apa saja yang bapak buat untuk aspek kesehatan?
          Bagaimana dengan pendidikan saat ini?
          Apa sih arti kesejahteraan yang sesungguhnya?
          Dan, berapa lama tenggat waktu untuk memberantas itu korupsi?"
  *******
           Untuk menuju Sambas atau sebaliknya, aku harus menyeberangi sungai Sekura yang memerlukan waktu kurang lebih 15 - 20 menit. Kadang juga lebih. Tergantung jenis transportasi penyeberangan apa yang dipilih.
           Ada tiga alternatif penyeberangan. Pertama, menggunakan Ferry . Alat transportasi penyeberangan yang dikelola oleh pemerintah dengan rute Teluk Kalong-Harapan. Dengan karcis Rp. 5.000,- untuk sepeda motor. Dan mungkin Rp. 20.000,- untuk kendaraan roda empat. Kedua, rute Sekura-Tj. Harapan adalah menggunakan, kami memanggilnya Giat. Sejenis kapal kecil yang digunakan para nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Alat itu bisa menampung belasan sepeda motor plus orang. Biaya yang dikenakan Rp. 3.000,- untuk satu orang plus motor. Dan satu orang tanpa motor biayanya hanya Rp. 1.000,- per kepala. Dan yang terakhir adalah, perahu tempel. Perahu besar yang biasanya di jejali maksimal 4 buah sepeda motor, namun paling sering 3 buah saja. Ongkosnya itu yang paling mahal diantara dua sebelumnya yaitu Rp. 7.000,- per satu motor.
        Terakhir adalah alat transportasi yang paling sering ku gunakan jasanya. Meskipun agak mahal di banding yang lain, hitung-hitung berbagi rezeki karena untuk Giat dan Ferry itu pasti banyak pengguna jasanya. Selain itu, waktu tunggu tidak lama. Artinya efisien. Cukup tiga atau paling banter empat buah sepeda motor, alat itu sudah bisa mengantarkan kami ke seberang.
          Dalam perjalanan menyeberang itu, selalu saja ada sesuatu untuk di gambarkan. Puluhan burung walet yang tertipu. Menyangka bangunan semen itu adalah rumah barunya. Padahal manusia hanya ingin menggarap air liur burung berwarna hitam tersebut. Anggap saja mutualisme (saling menguntungkan). Benar kah istilahnya? Gelombang kecil yang diciptakan oleh Giat dan sesama perahu apabila berselisih jalur. Menciptakan dudukan diatas perahu serasa ikut bergoyang. Kayu mati atau tanaman pinggir sungai yang terlepas dari komunitasnya terapung-apung di bawa ombak. Bila sore menjelang, di ufuk barat, siluet jingga menghiasi langit. Merona menebarkan pesona. Masih banyak lagi, namun ingin ku tutup dengan panorama sampah di bawah bangunan (warung kopi dan ruko) di bibir sungai. Padahal seingatku sudah di lakukan kerja bakti untuk mengangkat sampah-sampah itu sampai masuk koran lokal segala. Ah, cuma sekali itu seingatku lagi. Ya, baru kali itu. Padahal penghuni maupun manusia yang lalu lalang di situ sudah berpuluh tahun.
      Suatu waktu dalam penyeberangan itu, pikiranku terpaut pada PILGUB. Lalu, ku berkhayal mencalonkan diri menjadi gubernur. Lucu juga sih, tapi imajinasiku terus merayap. Membandingkan visi calon gubernur yang telah ada, lantas apa yang akan ku tawarkan untuk kemajuan daerah ini?
            Tidak muluk-muluk. Cukup dua hal. Apa itu?
            Pariwisata dan Fasilitas Publik
 Tak mau menjabarkannya kenapa, siapa tahu beberapa tahun ke depan mencalonkan diri menjadi gubernur?       



          

1 Messages:

zfakhiroh mengatakan...

aamiin

Posting Komentar

 
;