Jumat, 07 Desember 2012

Ketika "Waktu" Ayah Tiba

     Vena, kembaranku itu mengurung diri dirumah. Ia mengatakan ngeri untuk datang ke kampus dalam beberapa hari ini. Sepasang mata pekatnya terus menerus mengeluarkan cairan bening. Yah, ketakutan yang dirasakannya sangat klise dan kering. Bukan tentang status ayah yang 'mengkhawatirkan', namun harga dirinya sendiri. 
       Saudara perempuanku itu merupakan gambaran kekayaan keluarga kami, kekayaan ayah maksudku. Mobil sport keluaran terbaru, alat komunikasi super ter-update, pakaian parlente, dan semuanya. Intinya, membuat para ladys di kampusnya membuka mata lebar-lebar. Menyadarkan diri bahwa tidak mungkin bersaing dengan gadis itu. Para lelaki muda ikutan cari-cari perhatiannya. 
         Kini ia menuai hasil tanamannya. Dulu, ketika ayah di posisikan sebagai saksi, katanya teman-teman di kampus bertingkah seperti melihat hantu di siang bolong saja. Tetapi kesan itu menguap seketika seiring dengan kasus yang menimpa ayah berjalan lemot. Berbeda dengan sekarang; menjadi tersangka, bahkan dengan resmi ayah telah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai mentri. Menanggalkan pula  jabatan sebagai sekretaris dewan pembina partai menaungi karir politiknya.
         Itu yang membuat Vena tidak bisa membayangkan reaksi seluruh civitas akademi kampus hukumnya. Ejekan, tatapan sinis, gosip di belakangnya, sumpah serapah, dan semacamnya itu yang di hindarinya. Kekayaan yang dipamerkannya tidak lagi mampu membungkam mulut-mulut haus tersebut. Tapi, sebagai saudara yang lahir lebih muda satu menit, aku hanya ingin mengucapkan selamat menikmati. Bukannya aku tidak merasa terintimadasi dengan apa yang menimpa keluargaku saat ini. Salah sama sekali. 
        Aku hanya was-was dengan gejolak hati ibu. Seperti Vena, ia menyiksa dirinya sendiri dengan terus memeras air mata. Namun, untungnya saat ini ia sudah mulai bisa mengendalikan emosinya. Sejauh ini, ia hanya bisa mengikuti perkembangan penyidikan KPK atas polah suaminya via media massa. Ya, ayahku itu. Tentunya di barengi dengan doa semoga perkara cepat dituntaskan dengan segera. Aku tahu, sebagai seorang istri ibu jelas tidak mau suaminya harus dibui. Tapi mau bagaimana lagi jika memang itu adalah bentuk konsekuensi kelakuan lelaki pendamping hidupnya. Selama fakta belum terungkap, ibu tetap berprasangka baik pada ayahku. 
         Sepertinya ibu lebih tabah daripada putrinya sendiri. Wanita yang telah melahirkanku sejak dua puluh lima tahun itu "memasang" sumbatan di telinganya atas setiap gunjingan tetangga dan warga publik secara keseluruhan. Rutinitas arisannya ia bekukan sementara. Lembaga sosial yang ditanganinya juga beralih tampuk kendali untuk beberapa waktu. Ibu mengatakan, saat ini sedang fokus mendampingi ayah selama masa pemeriksaan dan penyidikan. Itulah gunanya seorang istri, kuyakini hal tersebut. Menguatkan ketika suami lemah, memotivasi ketika suami kehilangan daya. Namun ingat, bukan berarti membenarkan masalah yang jelas-jelas menyimpang dari norma hukum dan agama. Dengan seratus persen keyakinanku padanya, ibu pasti paham semua hal itu. Bagaimana porsi dan posisinya sebagai istri dan bagaimana kedudukannya sebagai makhluk Allah untuk mengajarkan keharusan berkata jujur. 
        Sementara, Veno, aku sendiri berjalan mengikuti arus. Terpukul, jelas. Ketika ibu menguatkan ayah, aku menguatkan ibu. Karena hubunganku dengan ayah tidak terlalu baik. Semoga dengan ini ayah bisa memaklumi bahwa aku ikut merasakan apa yang tengah dihadapinya. Lagi pula, ia pasti tahu tidak akan meminta lebih kepadaku. Hanya sebagai anak, dengan kelebihan dan kekurangan sebaik mungkin untuk berbakti. 
          Bedanya dengan Vena, aku bersedia dan siap menghadapi rekan-rekan di kampus hijau dengan hati terbuka. Meski nyata-nyata ketika kumelintas, mereka menatap seolah-olah aku adalah seorang alien. Tatapan nanar dan menyudutkan. Sikap intimidasi dan cenderung pada pengasingan. Kecuali beberapa rekan yang benar-benar mengenaliku. Yang tahu bahwa selama ini aku bahkan jarang 'merengek' pada kedua orang tuaku. Untuk semua hal, biaya kuliah, keperluan harian dan tetek bengek lainnya.

Catatatan fiktif kosong  atas masalah negeri. Mencoba memosisikan diri dari sudut pandang berbeda. Semoga bermanfaat untuk bangsa.... 
           

0 Messages:

Posting Komentar

 
;