Je lebih tangguh dari yang kukira. Bagaimana tidak, tadi pagi ia membuktikan bahwa dirinya adalah sesosok yang luar biasa. Mahasiswi kebanyakan pasti akan berinisiatif lebih memilih sentimen kepada seorang dosen yang dicap sebagai biang kerok retaknya rumah tangga orang tuanya. Dan Je tidak demikian. Profesionalisme sudah terpatri dalam dirinya. Mampu menempatkan diri pada situasi-situasi yang tidak menguntungkan diri sendiri. Ia berhasil menampik, meskipun untuk beberapa saat, bahwa yang dihadapannya tadi adalah orang yang sangat dibencinya.
Itu sulit ku percaya, sesulit aku memikirkan bagaimana seorang lelaki hampir botak mengetuk dan berdiri di depan rumahku. Bagaimana mungkin ia bisa mengetahui alamat rumahku. Apa aku telah begitu terkenalnya sehingga siapapun akan dengan mudah untuk mencari dimana aku tinggal. Tidak. Status dosen bukanlah pilihan tepat untuk menjadi terkenal. Atau mungkin kini saatnya telah tiba, ketika sejarah puluhan tahun silam harus terulang kembali. Kehadiran Laras, Jayanti dan kini, Ronald tengah ada dihadapanku. Menjadi tamu dimalam yang ingin kuhabiskan bersama putri semata wayangku.
Itu sulit ku percaya, sesulit aku memikirkan bagaimana seorang lelaki hampir botak mengetuk dan berdiri di depan rumahku. Bagaimana mungkin ia bisa mengetahui alamat rumahku. Apa aku telah begitu terkenalnya sehingga siapapun akan dengan mudah untuk mencari dimana aku tinggal. Tidak. Status dosen bukanlah pilihan tepat untuk menjadi terkenal. Atau mungkin kini saatnya telah tiba, ketika sejarah puluhan tahun silam harus terulang kembali. Kehadiran Laras, Jayanti dan kini, Ronald tengah ada dihadapanku. Menjadi tamu dimalam yang ingin kuhabiskan bersama putri semata wayangku.
Hadirnya sungguh suatu kejutan. Gemuruh disaat ia "merampas" Laras perlahan-lahan bisa kurasakan kembali. Bedanya hanya satu. Saat itu, aku menyisakan ruang dihatiku untuk calon istrinya. Dan sekarang, gemuruh itu dipenuhi rasa benci. Jujur, aku tidak ingin dia ada disini.
Aku masih berdiri, ketika dengan santainya Ronald bertanya apakah ia akan dibiarkan berdiri diluar begitu saja. Tidak disuruh masuk atau semacamnya. "Aku membawa bendera putih." Kata Ronald meyakinkanku ketika mendapati mukaku memberi sinyal penolakan. Ia berucap sambil melemparkan senyum yang masih sama. Senyum yang membuat siswi dulunya, bermimpi menjadi bidadarinya.
"Masuk."
Aku penasaran dengan apa disebalik bendera putih yang Ronald bawa malam ini. Lucu. Bukankah seharusnya dia datang dengan marah. Bila perlu, sebuah pukulan sebagai salam pertemuan. Bersua dengan seseorang yang menyebabkan istrinya berpaling darinya. Ini tidak masuk akal.
Ronald langsung duduk di kursi tamu. Matanya jeli menatap lekat seluruh sudut ruangan. Dihadapanku, mungkin lebih tepat di benakku, ia berlagak sebagai seorang dekorator saja. Seolah cat ruangan yang biru laut yang tidak cocok dengan lantai berwarna kuning pucat. Atau mungkin tengah menghubungkan antara warna gorden yang hijau muda dengan langit-langit yang warna putihnya hampir hilang.
"Apakah ini adat di rumah ini."
Ronald membuyarkan lamunanku. Melihatku berdiri mematung sementara ia duduk dengan bangganya di kursiku.
Aku duduk. "Apa tujuanmu?" Tanyaku datar.
"Siapa namanya?"
Ronald mengalihkan pertanyaannya. Ia menoleh ke arah Hani yang tengah bermain di lantai di depan TV.
"Langsung saja." Kataku ketus.
"Oh. Mungkin kamu sangat sibuk, ya. Jadi begini."
Ronald mengubah posisi duduknya. Mencondongkan tubuh mungkin agar suaranya lebih terdengar jelas.
"Aku datang kesini untuk mengucapkan terima kasih. Semuanya berjalan begitu lancar atas munculnya kembali kamu ke kehidupan Laras."
"Apa maksudmu?" Aku bukannya berlagak tidak mengerti. Tapi aku benar-benar tidak mengerti. Ku pikir, tadinya, Ronald datang kesini untuk memberikan peringatan agar menjauhi istrinya. Ternyata tidak. Justru ia berterima kasih kepadaku. Lelucon apa lagi ini?
Jangan. Ku harap apa yang barusan ku pikirkan tidak benar. Walau kenyataannya, ku sangat tahu bahwa Ronald adalah seorang oportunis. Dan ia sekarang atau telah jauh-jauh hari memanfaatkan aku untuk suatu tujuan yang tidak ku ketahui. Ucapan terima atas tidak ada apa-apa yang kulakukan, memperkuat hal ini.
"Aku menyesal karena pernah membiarkan hidupmu berantakan. Dan kini, aku ingin menebus semua dosa itu."
Ronald diam sejenak.
"Aku tahu kau masih mencintai Laras." Ronald menambahkan sambil menunjukkan muka serius.
"Jika hanya ingin mengatakan ini, lebih baik kamu pergi sekarang. Seperti dugaan mu tadi. Ya, aku memang sibuk. Apalagi untuk membahas masalah ini. Laras hanyalah sejarah bagiku."
Aku menelan ludah.
"Kamu tidak berubah, Ron. Bahkan tidak pernah memikirkan sedikitpun, bagaimana perasaan Je."
"Kamu juga mengenal Je?"
"Lebih baik kamu pergi. Sebelum aku memaksamu untuk hengkang dari rumah ini."
Ronald mengerutkan keningnya sebenar. Lalu, "Ok."
Ronald pergi membawa banyak ketidakwajaran. Ronald rela melepaskan Laras tanpa ada beban sedikitpun. Apa itu artinya, ada hubungan dengan munculnya Laras setelah meninggalnya Maya. Atau secara tidak langsung Ronald yang memberitahukan alamat rumahku ini pada Laras. Terakhir, Ronald jelas pura-pura tidak mengetahui bahwa aku mengenali Je, anaknya sendiri. Ia pasti sudah tahu.
Jangan. Ku harap apa yang barusan ku pikirkan tidak benar. Walau kenyataannya, ku sangat tahu bahwa Ronald adalah seorang oportunis. Dan ia sekarang atau telah jauh-jauh hari memanfaatkan aku untuk suatu tujuan yang tidak ku ketahui. Ucapan terima atas tidak ada apa-apa yang kulakukan, memperkuat hal ini.
"Aku menyesal karena pernah membiarkan hidupmu berantakan. Dan kini, aku ingin menebus semua dosa itu."
Ronald diam sejenak.
"Aku tahu kau masih mencintai Laras." Ronald menambahkan sambil menunjukkan muka serius.
"Jika hanya ingin mengatakan ini, lebih baik kamu pergi sekarang. Seperti dugaan mu tadi. Ya, aku memang sibuk. Apalagi untuk membahas masalah ini. Laras hanyalah sejarah bagiku."
Aku menelan ludah.
"Kamu tidak berubah, Ron. Bahkan tidak pernah memikirkan sedikitpun, bagaimana perasaan Je."
"Kamu juga mengenal Je?"
"Lebih baik kamu pergi. Sebelum aku memaksamu untuk hengkang dari rumah ini."
Ronald mengerutkan keningnya sebenar. Lalu, "Ok."
Ronald pergi membawa banyak ketidakwajaran. Ronald rela melepaskan Laras tanpa ada beban sedikitpun. Apa itu artinya, ada hubungan dengan munculnya Laras setelah meninggalnya Maya. Atau secara tidak langsung Ronald yang memberitahukan alamat rumahku ini pada Laras. Terakhir, Ronald jelas pura-pura tidak mengetahui bahwa aku mengenali Je, anaknya sendiri. Ia pasti sudah tahu.
0 Messages:
Posting Komentar