Minggu, 13 Januari 2013

Kritis! Terpaksa Memindahtangankan pada Pemuda Galau

     Oh, beribu maaf saya haturkan. Ini diluar dari dugaan kami semua. Berawal dari prosesi melahirkan Andira terbilang terlalu pagi, menjadikan keadaan lebih sulit. Daya tahan tubuhnya menurun drastis. Sekarang saja ia terbaring tidak sadarkan diri pasca operasi sesar. Namun, alhamdulillah anaknya lahir dengan selamat. Berbobot 1,8 kilogram dan harus di masukkan ke dalam tabung.
        Karenanya, sama sekali tidak memungkinkan untuk melanjutkan cerita Sarrin dan Vanisha beserta para detektif mereka saat ini. Lagipula Ahmad, pendengar setiaku, saat ini kelihatan jelas ikut khawatir atas keselamatan ibunya. Dan ia terus bertanya bisakah adiknya bermain bola jika dikurung di dalam kaca.
      Aku terburu-buru. Banyak hal yang harus aku lakukan. Menyelesaikan urusan administrasi, juga menghubungi suami Andira yang tengah bertugas diperbatasan Indonesia-Malaysia. Karlan namanya. Semoga titel tidak menghalanginya untuk datang segera ke sini. Selain itu, saudara Andira lainnya harus dikabari juga. Jika tidak, ayahnya ini yang akan menjadi sasaran kekesalan mereka.
          "Pak, perawat menanyakan anda. Katanya masalah administrasi."
         Sudah berapa kali ku bilang padamu Anna. Jangan menukar 'tentang' dengan 'masalah'. Jadinya hidup penuh masalah. Akan terdengar lebih enak jika engkau menuturkan, "Pak, perawat menanyakan anda. Katanya tentang urusan administrasi." Sekarang kita menghadapi masalah. Tapi layaknya benang yang kusut, harus diurai sedikit demi sedikit. Ya, ini berhubungan dengan bagaimana kita menyikapi dan menghadapi masalah tersebut. Oho, bukan waktunya berceramah sekarang.
           "Baiklah," kataku pada Anna. 
          Lihat sendiri, kan? Tapi tenang saja, aku masih punya kabar baik kok. Sampai masa kritis berlalu, aku akan menghubungi seorang rekan untuk mengisi kekosongan ini. Aku harap, bukan! Aku sangat yakin ia tidak kalah hebatnya dengan diriku. Beberapa sisi mungkin lebih. Janji, kalian akan menyukainya. 
        Tunggu sebentar.
       Sebaik saja pin itu dilekatkan pada dinding, dengan cepat keluar cahaya hijau sutra. Berbentuk batangan seperti tebasan pedang. Berputar-putar sejenak, lalu memunculkan sesosok wajah. Ah, ini dia. Wajah itu tengah kusut. Mmm...Selalu saja.
           "Assalamu'alaikum."
           Ia menjawab dengan lesu, "wa'alaikum salam."
       "Urus saja masalahmu segera, anak muda. Bangsa ini tidak perlu generasi yang lembek. Dan aku tidak akan bertanya ada apa denganmu."
    Tanpa diminta, ia menjawab, "virus GALAU tengah melanda. Para pakar belum menemukan vaksin yang tepat. Sebenarnya tinggal selangkah lagi aku akan jadi terkenal. Sayang, virus itu tidak memberiku kesempatan untuk bernafas. Dan ....." 
           "Kedengarannya mengharukan sekali. Semoga saja berhasil dengan vaksinmu nanti."
Ada jeda sejenak diantara kami. 
       "Baiklah, aku harus bergegas. Seperti biasa, tugasmu menggantikanku sampai aku menghubungi lagi. Lakukan yang terbaik. Sampai jumpa."
           Protes pemuda itu tidak kesampaian. Hubungan terputus sebaik saja aku mengambil pin dari dinding. Terkadang, sesuatu itu harus dipaksakan. Terlalu banyak argumen untuk tidak menyetujui. Setumpuk alasan untuk pembenaran. Tapi ingat, segunung sebab kenapa harus melakukan. 
       Sebagai kata perpisahan, aku hanya ingin mengucapkan sampai jumpa lagi. Dan do'anya jangan lupa. Ups, hampir lupa. Pemuda itu namanya Soe Junior.
         

0 Messages:

Posting Komentar

 
;