Jumat, 29 Agustus 2014 0 Messages

SURAT CINTA

Selesai.
Burhan alot-alot melihat surat cintanya. Nanti, ia akan memberikannya pada Linda. Di taman penuh bunga warna-warni, tempat mereka selalu bertemu. Semoga saja.

Lalu, lipatan kertas tersebut telah pun tersimpan apik di saku bajunya.
........
Taman penuh bunga warna-warnai, seperti biasa, sepi. Cuma Linda yang ada disana dengan penantian sepenuh hati. Selalu, dia mengenakan pakaian serba putih, kerudung sampai baju terusan yang melekat di tubuhnya. Burhan, entahlah, ia sendiri tidak terlalu memedulikan. Apakah baju yang ia pakai sesuai untuk pertemuan tersebut. Sering kali juga begitu. Siapa yang ambil pusing, toh Linda tak pernah menyinggungnya.

Linda berpaling saat merasa seseorang ada dibelakangnya. Tepat, Burhan diam-diam mengeluarkan amplop biasa dari sakunya. Ia memang tidak pandai untuk urusan beginian. Linda paham, mudah-mudahan.

"Apa ini?"
Burhan menyerahkan kejutannya, kemudian duduk disamping Linda.

"Boleh dibuka?"
Burhan menggeleng. "Nanti saja, dirumah."
Tanpa membantah, Linda menaruhnya hati-hati ke dalam tas tangannya yang juga berwarna putih. Kumbang dan kupu-kupu lalu lalang diantara mereka. Menghisap manisnya madu dan bunga pun merasa ditemani.

Hamparan taman bunga warna-warna seolah tak pernah berujung, keindahannya sejauh mata memandang.

"Bagaimana kabar Bima?'
Linda memecah kesunyian sesaat antara mereka. Burhan hampir muak sebenarnya, kenapa selalu saja pertanyaan itu yang terlontar diawal perjumpaan mereka. Dan tak bermaksud menyakiti hati wanita dihadapannya, ia berucap, "baik-baik saja. Seperti kemarin juga." Seperti kewajiban, kalau pertanyaannya serupa, jawabannya tetap sama.
..........
Malam berikutnya, Burhan kembali duduk di meja kerjanya di kamar. Sejenak saja, karena tubuhnya tak lagi muda. Ia menggurat kata demi kata, berisi ungkapan hati, kalimat penuh cinta. Tak luput, kalimat terakhir yang lelaki itu tulis, "salam rindu."

Lagi, alot-alot Burhan melipat surat cintanya, memasukkannya lagi ke saku bajunya.
.........
Taman bunga warna-warni tetap sepi. Hanya Linda dengan para kumbang dan kupu-kupu, entah bagaimana mereka seolah menyatu. Linda menjadi bidadari disitu.

Linda melepas seekor kupu-kupu ketika Burhan tiba.

"Maaf membuatmu lama menunggu."

Linda rupanya memberikan surat balasan yang kemarin. Amplopnya putih bersih polos. Burhan cepat-cepat, tak sabar hati ingin membacanya, ia pun duduk disamping Linda.

Linda menggeleng. "Nanti di rumah saja."

Merasa kecewa, Burhan setuju.

"Kupu-kupu tadi menanyakan siapa dirimu." Linda bangkit, merapat ke serumpun bunga, menghidu baunya. Tersenyum halus.

"Oh ya, " Burhan pura-pura kaget. Itu pasti bohong, bagaimana mungkin kupu-kupu bisa berbicara.

Linda terdiam.

"Bagaimana kabar Bima?" Ia duduk lagi dengan bunga yang terpetik di tangannya. Berwarna merah, kontras dengan pakaian putih yang ia kenakan.

Itu-itu lagi! Tidak ada pertanyaan lain kah?

"Bima, baik-baik saja. Seperti kemarin juga."
..........

"Bima......."

Burhan memanggil anaknya dari kamar. Bima cepat-cepat datang meski ia sebenarnya harus 'ngantor' segera.

"Ya, bapak. Ada apa?"

"Kamu lihat surat dari ibumu di saku baju bapak."

"Surat? Surat dari ibu?" Bima mengernyit.

Bima menyadari keadaan bapaknya semakin memburuk. Berbagai upaya telah dilakukannya untuk menghibur, jalan-jalan keluar kota, menghabiskan banyak waktu di rumah, sampai menyuruh anak-anaknya bercanda dengan sang kakek. Tetapi semua itu belumlah menutup luka ditinggalkan wafat. Bapaknya, benar-benar terpukul.

Bima tentu saja merasa teramat kehilangan sang bunda. Walau demikian, hidup tetap berlanjut. Orang yang datang akan pergi, yang kita cintai meninggalkan jua.

"Semalam bapak simpan di sini," Burhan meraba saku bajunya. Ada dua lipatan kertas disana. Ia keluarkan, lalu buka pelan-pelan.

CUMA LIPATAN KERTAS KOSONG.
"Benar, kemarin ibumu memberikannya pada bapak. Bapak simpan disini. Tapi ke..na..pa...hi...lang..."

Bima merangkul bapaknya.

(Selesai)
Rabu, 27 Agustus 2014 0 Messages

ALYA VS MIRA

"Alya?"
Aku terpana!

Lekat-lekat Alya menatapku. Oh sudah lama sekali aku tidak menemukan mata itu. Alya membelai tubuhku.

"Jangan!"
Larangan keras ibunya menyentak bocah tersebut. Pandangannya pun beralih cepat pada sumber suara. "Tak ah, mari kita pergi."

Aku kecewa sama dengan dia pastinya. Untuk kali terakhir sosok di hadapanku itu mengarah pandang. Dan wajahnya telah berubah. Ia bukan lagi Ayla, melainkan anak perempuan asing yg belum pernah kulihat sekalipun. Tetapi mereka punya persamaan. Cara melihat itu....

"Ayla, dimana kamu?"
.......
Di belahan bumi lainnya, Alya melemparkan setiap hadiah yg dibelikan kedua orang tuanya k dinding.
.......
"Barung...."
Ayla tak bisa menahan kakinya untuk tidak berlari. Tak peduli teriakan ibunya yg melengking serta tarikan tangan ayahnya. Ayla terlepas, bengal dan terus berlari menyebrang jalan.

"Ayla, benarkah kamu itu....Ayla....."
Aku membalas tanpa bisa menghampirinya yg ada d seberang jalan.

Sekali lagi, "barung..."
Ayla sudah d bahu jalan. Tetap berupaya menerobos mendekat n semakin mendekat. Dari arah kiri, tiba-tiba sebuah sepeda motor melesat cepat. Tak lama setelah itu, terdengar ban kendaraan roda dua tersebut berdecit. Menginjak rem mendadak. Namun apa hendak dikata. Tubuh Ayla terlanur terpental beberapa meter jauhnya....braaaaakkkk

Dan aku terjaga. Tahu-tahu mataku sudah basah. Dalam lirih ku berucap, "moga itu tak jadi nyata."

Sepasang tangan meraih tubuhku, lantas melemparkanku sesukanya. Jadilah aku tersungkur dan tertelungkup. Tak sempat kulihat wajah anak itu.

"Ini mau?"

Tak ada jawaban. Aku hanya tetap bisa mendengarkan.
"Yang ini berapa bg?"
Orang yg paling kubenci d dunia ini menjawab singkat, "empat puluh."
...........
Di kamarnya Ayla mulai luluh melihat hadiah bibinya. Sebuah boneka panda raksasa yg diberinya nama Panda.
...........
Tubuhku ditarik oleh tangan yg kasar dan agak gemetar. Ia seorang lelaki tua yg kulihat tadi memarkir sepeda ontelnya tepat d hadapaku.

Tanyanya kemudian, "yg ini berapa mas?". Ia terbatuk sekali.
"35, pak long."
.........
Aku berharap keajaiban terjadi. Lelaki tua itu adalah utusannya Ayla yg bertugas menjejaki keberadaanku. Rupanya salah besar!
Di rumahnya yang jauh lebih kecil dari milik Ayla, disanalah aku berada kini.
"Mira, lihat apa yg ayah bawa." Ia terbatuk lagi.
Mira yg dipanggil menggeser dudukannya k arah sang ayah. "Apa ayah." Raut mukanya seketika girang, sumringah sekaligus.
"Coba tebak..." sang ayah mendapatkan tangan Mira, meletakkan kejutan yg dibawanya.
Mira membuka bungkus plastik, langsung merabaku, "boneka..!"

Mira melonjak-lonjak di tempat duduknya.
"Mak mana?"

Saking senangnya, Mira mengesampingkan bicara ayahnya. Ia justru bertanya, "ayah, ini boneka apa? Apa warnanya ayah?"

"Ini boneka beruang, Mira. Warnanya coklat."

"Beruang, coklat? Seperti apakah itu?"
Sang ayah terenyuh terdiam. Bisanya menyeka matanya yg mulai sembab.
"Bisakah Mira melihatnya suatu hari kelak?"

Aku sudah dalam pelukan hangat bocah yg tak bisa melihatku sekalipun.

Rabu, 27 Agustus 2014 0 Messages

"SELAMAT HARI JUM'AT, PAK"




"Selamat hari Jum'at pak...."

Soe tersadar sepenuhnya saat mendengar suara asing yang menyapanya dalam tidur. Dan saat membuka mata, tahu-tahu wanita itu ada di dekatnya berbaring. Siapa dirinya? Soe menunjukkan raut muka penuh tanya.

Dengan senyum termanis, wanita itu lagi berucap, "sudah pukul sebelas, mendingan bapak siap-siap sekarang."

Pernahkah kalian mendapati yang sebuah mimpi itu kian nyata?. Itulah yang terjadi pada Soe. Sepuluh lewat tadi ia tengah baca buku, eh tahu-tahunya terlelap tidur. Namun ketika terjaga, seorang wanita justru berada di kamarnya. Tengah menyetrika baju pula...

Baju???

Itukan baju koko yang sering dipakai oleh Soe!

Pasti ini, ini pastinya mimpi. Soe belum pernah melihat wanita tersebut atau barangkali pernah melihatnya, tapi dimana.

"Kenapa bengong begitu," kata si wanita seraya menghentikan gosokkan setrika. "Ntar telat. Kan lebih awal lebih baik. Itu sunnahnya kan pak...."

Soe bangkit, masih dengan muka bingung. Ia berjalan agak menjauh dari wanita tadi. Seolah dia adalah seseorang yang tiba-tiba masuk ke rumahnya tanpa ijin.

Dan saat keluar kamar, Soe tercengang.

"Aval sudah siap, bapak. Kita mau shalat Jum'at di Masjid Raya hari ini, kan?"

Bocah ini.....siapa lagi. Memanggil bapak segala padaku, pikir Soe. Tanpa babibu, si bocah tadi berlalu. Sementara itu Soe masih mematung. Pasti, ini, pasti mimpi. Atau barangkali, entah bagaimana caranya, Soe terlempar kemasa depan.

Ketika sepasang mata Soe memandang bingkai foto di dinding itulah, dunia tiba-tiba berputar. Wanita di kamar, bocah itu, dan Soe sendiri ada disana.

Soe terjaga....
Betulkan cuma mimpi. He..he..he...
Alarm berbunyi nyaring sekali. Menandakan jam sebelas siang.
.............
Selesai?? belum lagi. Soalnya, wanita itu muncul lagi tak lama kemudian.


.............
Sudah pukul sebelas rupanya. Soe bangkit dan tenggorokannya tiba-tiba gatal. Entah mengapa pula, tubuhnya terasa letih sekali, kian renta. Apakah efek samping dari mimpi barusan? Boleh jadi....

Belum sempat melangkah keluar kamar, seorang lelaki muncul dari balik dinding.
"Eh, bapak sudah bangun. Ayo anak-anak sini, salim dengan kakek dulu."
Ia senyum dan memalingkan muka ke arah dapur.

Lelaki itu, begitu akrab wajahnya. Mirip....Aval?! Ah, tidak mungkin. TIDAK MUNGKIN ITU!

"Bapak mandi saja dulu. Mobil sudah siap. Kita kan mau shalat Jum'at di Masjid Raya hari ini."

Soe tercengang!

Terdengar hentakan kaki berlomba-lomba yang semakin lama semakin dekat.

Terrreeeenggg!!!

Dua bocah perempuan kembar menjelma. Berkerudung pink, berbaju muslimah sembari tertawa menunjukkan gigi susunya

Soe makin tercengang! Keringat dingin mulai keluar.

Tak banyak bicara, dua bocah tadi langsung meraih tangan Soe, yang bagaimana berwujud keriput. Dalam hitungan detik, jidat mereka menyentuh punggung tangannya.

Berlari lagi, dan lelaki itu masih berdiri dihadapan Soe.

"Bapak, kenapa?"

Soe teringat mimpinya barusan. Cepat-cepat ia melihat bingkai foto yang lekat di dinding. Tak ayal lagi, dunia bukan hanya berputar, malah terbalik-balik sepertinya. Soe disana, berwajah tua dengan uban menutupi kepalanya. Wanita yang menyetrika dalam mimpinya pun serupa. Keriput wajahnya, tapi tetap cantik. Mereka, di dampingi oleh banyak orang. Enam laki-laki, termasuk sosok yang berdiri dihadapannya, enam perempuan, gadis dan pemuda remaja, beserta bocah yang entah berapa jumlahnya. Oh, itu ......

"Pak, itukan foto lebaran tahun lalu."

Wanita tua yang ada di foto, bergabung bersama Soe dan lelaki tadi. Menyentak lamunannya...

Sekaligus menyentak kesadarannya. Alarm nyaring berbunyi lagi. Sebelas lima belas. Saatnya benar-benar bangun, siap-siap shalat Jum'at.

Selamat hari Jum'at

Selesai (mmmm....seharusnya Jum'at lalu nulis ini, kan?)
Selasa, 19 Agustus 2014 0 Messages

KORBAN LAKA

Tubuhnya menggelepar, tepat di tengah-tengah badan jalan! Darah bersimbah disamping ia tergeletak. Mengucur dari kepalanya yang tidak lagi sempurna bentuknya.
Bukannya membantu, yang ada kerumunan menjadi-jadi. Tapi bila dipikir-pikir, apa yang bisa dilakukan oleh mereka. Para bocah bercelana atau rok merah, dengan atasan berwarna putih. Ya, murid sekolah dasar bergerombol berdatangan menghampiri korban laka tersebut. Kesemuanya hampir melontarkan sumringah. Sampai hati sekali.
Kini, giliran kakinya pula yang kejang-kejang. Panas berpadu dingin, mungkin ini yang namanya sekarat, pikirnya. Ia bisa melihat, langit tak lagi biru dan makhluk-makhluk asing beterbangan. Antara sadar dan tidak, telinganya menangkap ucapan, "minggir-minggir." Saat itu, si korban tak lagi bergerak.
Lelaki dewasa yang baru saja datang tersenyum misterius. Bibirnya tertarik kesebelah kanan ketika ia menyentuhkan telunjuk pada si korban tadi. Barangkali gerakan terakhir, si korban agak terkejut dibuatnya.
Tak lama berselang, yang dirasakannya tinggal tangan manusia memegang kepalanya, tangan lainnya pula membujurkan kedua kakinya. Nafasnya naik turun teramat sangat lamban. Tiba-tiba, ada benda sejuk menyentuh leher. Pelan tapi pasti, merobek kulit hingga ke tenggorokannya. Makhluk yang beterbangan tadi menghampirinya sukacita......
............
Just fiction, but based on true story when i was on the way to Sambas yesterday morning. 

Kematian terus mengekor dan kita tak pernah tahu kapan ia menyapa.
Selasa, 12 Agustus 2014 0 Messages

ADA APA DENGANNYA??

Tak seperti biasanya, hari ini dia memilih banyak diam. 

Walau demikian, rutinitas harian tetap dilaksanakannya. Setelah shalat subuh, dia menghidangkan teh panas berikut dengan kue yang dibuatnya tadi malam. Berusaha keras tuk tersenyum padaku, ia berlalu mencuci piring dan pakaian yang menumpuk. Saat aku menawarkan bantuan, ia berucap, "tak usahlah, pa." Dan aku pun mundur perlahan. 

Pagi bertandang...

Dia telah selesai membersihkan rumah, kemudian bersantai sejenak di kamar sembari mendengarkan murottal. Ok, sampai disini semuanya normal. Tapi, entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal, kukira.

"Mama baik-baik saja?"

Aku telah selesai mandi dan langsung mendapati dia siap dengan pakaian yang harus kukenakan hari ini. Bukannya menjawab pertanyaanku, dia hanya tersenyum. Lagi, bukan senyum yang dulu-dulu. "Apa yang salah?"

"Ada...."
Aku mencoba memaksa dia sedikit bicara. Tapi sia-sia ketika dia berucap, "sudah hampir jam tujuh." Matanya mengarah ke jam dinding.

Artinya dia tidak mau angkat bicara. Padahal lima belas menit kedepanpun masih ada waktu tersisa sebelum aku memang harus keluar rumah.

Mobil membawaku ke perusahaan dengan gedung berlantai lima belas.

Aroma pengharum ruangan, ditambah pendingin dengan suhu yang tepat, begitu menyegarkan setelah berjibaku dengan kemacetan lalu lintas. Itu semua minggir pabila kumelihat telepon diatas meja kerja.

"Assalamu'alaikum ma...."

Kubiarkan ia menjawab salamku yang terasa bertahun-tahun lamanya.

"Mama baik-baik saja?"

Telingaku menangkap ia berupaya untuk seceria mungkin. Tapi hambar. What wrong!!!
...........
#Justfiction_and_what_next?
Selasa, 12 Agustus 2014 0 Messages

CAFE KUCING DALAM KHAYALAN

Sempurna! Ini kelanjutannya.....

Papan nama bertuliskan CAFE KUCING agak miring menghadap ke jalan. Cocok sekali dengan bangunannya yang berumuran puluhan tahun. Dan catnya pula sudah kusam bukan main. Namun, lelaki pensiunan itu tetap memarkirkan kendaraan anaknya yang ia pinjam. 

"Assalamu'alaikum, permisi mbak..."
"Wa'alaikum salam."

Wanita muda yang dipanggil mbak tersebut membetulkan dudukannya. Dari layu diatas meja, jadi tegak posisinya. Ia menyembunyikan Hapenya pada laci meja.

"Ada yang bisa dibantu?" tukasnya sembari mempersilakan duduk.
Lelaki itu pun menjawab dengan hati-hati, "begini mbak, saya kesini ingin menjadi relawan dalam seminggu ini. Yah, daripada tidak ada kerjaan dirumah."

Begitulah...... dan ia pun bertemu dengan Soe, seseorang yang menghubunginya dihari ketika hatinya berkeinginan pulang segera.

#Tamat_and_just_fiction_fifty_fifty
Selasa, 12 Agustus 2014 0 Messages

MASALAH NANNY

#Ini_yang_terjadi

Mumpung belum ada konsumen datang, perhatian pada Kompu kugeser sesaat. Ini kondisi darurat dan tak perlu ditunda-tunda lagi! Mana, mana kartu nama yang kemarin?

Di kamar, aku membolak-balikkan tumpukan pakaian. Juga menepikan kardus bekas printer yang sekaligus meja bekerjaku, lemari dorong dibongkar-bongkar. Hasilnya nihil saudara-saudari. Kemungkinan terakhir adalah di dalam dompet. Aha....tidak ada juga.

Haruskah aku mengalah. Ya, sayang sekali. Menyerah, aku rujuk lagi dengan kompu. konsumen yang kesekian untuk hari ini datang. Terreeeng...tik-tik-tik, tak-tak-tak

Dan ditengah sibuknya itulah, kartu nama yang kucari-cari sejak tadi mengintip dari bawah keyboard. Luarbiasa, kan?

Setelah konsumen pergi, aku meraih hape. Menekan nomor yang tertera disana secepat kilat. Tuttt....tutt...tutt... pada detik ke enam, sebuah suara berat diujung sambungan.

"hah. halo. Assalamu'alaikum."

Ku dengar yang disana cuma mengucapkan, ya. Agak-agak kebingungan, seperti itu.

Tanpa memberi jeda, aku terus berbicara,"
.....saya punya empat kucing, si induk dengan tiga anaknya yang baru berumur kisaran dua bulanan. Awalnya sih fine-fine saja, tapi sejak dua hari yang lalu, anak kucing tersebut mulai bertingkah. BAB dimana-mana. Karenanya, saya perlu bantuan kalian. Soe, beralamat di Sentras, Senyawan, Sambas. Terima ka....

Sambungan tiba-tiba putus. Padahal aku belum selesai mengoceh. Aneh, benar-benar aneh. Aku mencoba menghubungi nomor itu lagi, dan ketika itulah, aku tersadar, empat digit pertama dari nomor kontak tersebut terbalik. Seharusnya 0821sekian-sekian, aku justru menekan 0812sekian-sekian.

Agaknya, siapalah orang yang beruntung tadi.

Dan ini baru betul. Menghubungi nomor yang tepat, teleponku di sambut oleh suara wanita yang mungkin, tengah bahagia. Aku mengulangi ucapannya seperti panggilan pertama, dan si costumer Cafe Kucing disana mengatakan agar aku tidak perlu khawatir. Mereka akan mengirimkan orang tuk melatih kucing-kucingku agar BAB atau buang air kecil dimana seharusnya.
........
Udah Magrib, ntar aja melanjutkannya...kalau rajin
Selasa, 12 Agustus 2014 0 Messages

AYAH INGIN PULANG!

"Ayah ingin pulang,"

Deena menghentikan adukan kopinya, berikut menghela nafas sejenak. Ia berpaling ke arah ayahnya yang duduk di meja dapur dengan tatapan heran dan bertanya-tanya. Lalu dengan membawa mug berisi kopi panas, wanita itu bergabung dengan ayahnya. 

"Ayah ingin pulang," lagi, sang ayah mengutarakan maksudnya dengan nada datar. 

Deena mencoba mengorek alasan lembut-lembut, "lho, ayahkan baru kemarin datang ke sini. Masa sudah mau pulang?"

Lelaki itu diam tak menggubris ucapan anak perempuannya.

"Susu?"

Ayahnya menggeleng.

Deena menyodorkan kopi rasa istimewa kegemaran ayahnya, kental dan agak lebih manis. "Tapi kenapa, yah?"

Seruputan pertama luar biasa nikmatnya. Setelah almarhum istrinya, hanya Deenalah yang bisa membuat kopi seenak ini. Maklum, dua zuriatnya yang lain adalah laki-laki.

Hening sesaat pecah lantaran suara bayi bersumber dari kamar. Deena bergegas berlari-lari kecil menuju kamarnya.

Tinggal sendiri di dapur, lelaki itu merasa cuaca tengah mengerti suasana hatinya. Di luar, turun gerimis kasar. Namun terlalu dini untuk menyebutnya hujan.

Satu alasan yang ingin diutarakannya pada Deena kelak adalah, disini tidak ada yang bisa dilakukannya. Dengan kata lain, membosankan!! Segala tindak tanduknya tak terijin. Ini itu, semuanya tidak boleh. Bisa-bisa mati berdiri kalau begini, pikirnya.

Deena masih belum muncul dari kamarnya ketika Hape lelaki itu bergetar. Sebuah nomor tak dikenal masuk. Dan hubungan dengan seseorang disanapun terjadi.

"Ya....."

Cuma dua kata itu yang sanggup terlontar dari mulutnya. Setelahnya, ia khusyuk kebingungan mendengarkan ocehan teman bicaranya. Yang sama sekali tidak dikenalnya.

Dan hei, salah sambung itu entah bagaimana berhasil membuatnya ingin tinggal lebih lama disini.
"Sepertinya cukup menantang," ia berbicara pada dirinya sendiri dengan mata berbinar-binar.
.........
#Apa_yang_terjadi?
Senin, 04 Agustus 2014 0 Messages

Good Job, Nanny!

H-2 menjelang lebaran, Nanny beserta tiga anaknya "kuusir" dengan paksa. Ia meraung ketika buah hatinya masuk dalam kardus lalu kuletakkan di sisi luar rumah. Ada tanda-tanda hendak melawan dari si Nanny.

Aku berlalu, lalu mengunci pintu.

Dalam berkendara menuju kampung halaman, tak luput doa terhatur untuk keselamatan dalam perjalanan, rumah yang ditinggalkan beserta isinya, dan Nanny dengan anak-anaknya. "Kalau berjodoh, panjang umurlah kalian itu." Bagaimana tidak, pemangsa setiap saat bisa saja mengancam nyawa bayi kucing tersebut. Biarlah seleksi alam yang berbicara, toh Nanny juga punya insting induk yang bersedia melindungi zuriatnya, kan???

F1zer terus berlalu hingga sampailah di rumah orang tua. Keluarga besar menyambut, berkumpul dan tak lama setelah itu, acara berbuka puasa bersama-sama kian seru. Setahun sekali belum tentu seperti ini.

.........
H+3 kembali lagi ke Sentras. Aku meyakinkan ini bukanlah buka kantor secara resmi. Meski kenyataannya, alhamdulillah ada transaksi-transaksi yang mesti dilayani. Once again, alhamdulillah. Bisalah kiranya menggendutkan rekening. Menabung buat menjemput sang bidadari, salah satunya tujuannya...he..he...

Tinggal kardus yang berantakan. Nanny dan tiga anaknya Moca, Bleki serta Ori lenyap. Innalillahi, kalau faktanya mereka tinggallah sebuah nama saja.

"Ngeooong..."
Syukurlah, tetapi Nanny datang bak kucing baru. Terasa asing dan saat kupanggil, gesitnya tiada lagi. Lima hari yang telah merubah banyak hal. It's oke lah. Nanny kan cuma kucing.

Aku menghampiri Nanny dan bertanya, "Nanny, dimana anakmu?"

Jelas saja Nanny cuma bisanya mengedipkan mata. Dan hengkang keluar rumah tak lama kemudian. Nanny tak datang lagi sampai malam menjelang. Begitupun keesokan harinya, Nanny datang lagi tanpa anak-anaknya. Sebentar cuma, ia kembali keluar. Sampai terang berganti gelap, Nanny tak kunjung pulang. Santai saja....

Barulah.....

Pagi menghadap siang esoknya, Nannya dengan penuh semangat berlari-lari kecil sembari menggigit anaknya. Si Moca terkait erat di rahang ibunya. "Anak kucing...." Keponakanku berteriang girang. Sementara entah bagaimana, kakak yang di dapur pula berteriak histeris. Anak-kucing-phobia!, apa istilah ilmiahnya ya??

Rupanya, dua hari pertama adalah masa menjejaki. Nanny memastikan apakah aku cuma datang barang sesaat lalu pergi lagi? Dan tidak adanya. Setelah itu, ia menjemput anaknya satu persatu dari tempat persembunyian.

Good job, Nanny!

(dah lama tak nulis, kire dah tak bise agek)
 
;