Selasa, 04 September 2012

Pak Bondot


        Tak tanggung-tanggung. Dua puluh balok kayu itu dirampung dalam hitungan kurangan dari satu jam. Pak Bondot memang luar biasa tenaganya. Soal kegigihannya dalam mencari nafkah, jangan pernah ditanya. Kebaikannya? Oh, apalagi. Siapa sih penduduk kampung yang tidak kenal dengannya. Dari yang tua sampai yang muda. Dari yang baru naik kepelaminan sampai janda tua. Kampung tidak punya banyak warna tanpa polahnya.
          “Terima kasih pak, atas bantuannya.”
         Pak RT mengeluarkan satu lembar uang lima puluh ribu dari saku bajunya. Dengan senyum khas yang tidak perlu dipaksakannya, ia menyodorkan benda kertas tersebut.
         Pak Bondot termangu. Tubuh kecil berototnya sangat tidak sesuai dengan riak muka culunnya. “Untuk apa, pak RT?”
        Sekarang giliran pak RT pula yang manyun. Mengerutkan keningnya sendiri. Menerima pertanyaan yang seharusnya tidak perlu dipertanyakan. Tentunya untuk usaha keras orang yang diajaknya bicara saat itu. Karena telah memanggul semua balok kayu dari tepi sungai ke rumahnya yang berjarak seratus meter lebih.
            “Atas bantuannya pak Bondot.”
            “Lha, tadi pak RT perlu bantuan, kan. Kita membantu harus ikhlas. TANPA PAMRIH?”
           Tanpa pamrih digaris bawahi dengan setebal mungkin oleh pak Bondot. Itulah prinsip hidupnya yang banyak disukai oleh warga setempat.
           Pak RT mengeraskan rahang-rahangnya. Bisa saja ia hanya cukup mengucapkan terima kasih kepada pak Bondot. Sebab itu sangat menguntungkan dan memungkinkan. Tapi pak RT sosok yang punya pandangan jauh ke depan. Bisa saja ia mengibuli lelaki dihadapannya, namun ia tidak siap dengan gosip yang akan tersebar dalam beberapa hari selanjutnya. RT yang tidak berperikemanusiaan.
       “Jadi begini pak, anggap saja uang rokok.” Dengan sedikit memaksa pak RT meraih tangan pak Bondot agar menerima saja uang itu. Dan lagi, pak Bondot tidak menerima begitu saja.
         “Saya tidak merokok, pak” Ungkap pak Bondot seraya melepaskan tangan dari cengkraman pak RT.
      Pak RT memalingkan muka. Ia menggerutu sendirian. Memberi upah saja sulitnya minta ampun. Salahnya sendiri, terhadap orang seperti itu harus bicaranya yang terang, jujur dan jelas. Tidak ada istilah kiasan-kiasan dan semacamnya.
      Agak mulai emosi, pak RT menegaskan, “Saya punya utang sama bu Maimun. Tolong berikan ini padanya, ya pak.”
        Tak ada jalan lain, pak RT harus berbohong sedikit agar pak Bondot mau menerima upah dari jerih payahnya siang itu.
           Masih berusaha untuk menyangkal, “Utang apa, pak.” Pak Bondot bertanya.
           “Sudah-sudah. Sampaikan saja. Istri bapak akan mengerti.”
          Sebelum berlalu, pak RT mengucapkan terima kasih atas bantuan pak Bondot. Lalu ia pun beranjak dengan hati sedikit dongkol.
*******
           Mencari orang berkata apa adanya dan tidak sombong sulit di dunia ini. Demikian adanya, istrinya, Maimun, seharusnya bersyukur mendapat suami sebagai orang yang langka tersebut. Tapi jika sudah keterlaluan, emosinya sering tidak bisa dibendung. Jebol seperti Situ Gintung di Ciputat.  
             “Uang belanja masih cukup pak.”
             Maimun menanggapi sodoran uang dari suaminya. Seperti katanya, untuk keperluan dapur.
             “Itu dari pak RT. Memangnya utang apa pak RT sama kamu mun?”
         Maimun tidak jadi meniup bara di perapian mendengar pertanyaan itu. Sama seperti suaminya, ia sendiri bertanya-tanya utang apa pak RT bernama Siswo itu padanya. Upah mencuci sudah bu Siti bayar kemarin. Uang memasak di acara kenduri juga sudah ia terima. Tidak ada utang yang tertangguh lagi dari keluarga itu.
            Istrinya itu berdiri mematung seketika. “Bapak mengambil upah apa dari pak RT?”
           Pak Bondot geleng kepala. Lalu mengatakan hari ini ia tidak mengambil upah apa-apa. Dikarenakan ia membantu pak RT memindahkan balok kayu.
       Maimun menghela nafas panjang. Membungkuk dan memuncungkan mulutnya. Meniup perapian berkali-kali hingga api mulai bergoyang-goyang dibawah panci. Meleburkan emosi yang tengah mendidih bersama keladi didalam benda aluminium tersebut. Maimun mendesah. Kemudian mengambil uang dari suaminya.

0 Messages:

Posting Komentar

 
;