Jumat, 19 Oktober 2012

Kejutan Mengerikan


=Hanya fiksi belaka. Jika terdapat kesamaan nama dan tempat itu hanyalah kebetulan yang sengaja dijadikan kebetulan. Karena fiksi itu adalah cerita yang sejatinya terinspirasi dari kejadian disekeliling kita dan kemudian dimasukkan unsur fiktif di dalamnya=

Ku kira aku punya cara sendiri untuk, katakanlah “merayakannya” dengan konsep privasi. Hari ini benar-benar akan menjadi milikku. Di ulang tahun yang ke tiga puluh. Tak ada pekerjaan karena memang aku mengajukan cuti sakit, khusus untuk hari ini dan besok. Bersantai dan melakukan apa saja sepanjang hari. Tentu saja tanpa gangguan dari orang lain. Kecuali mereka yang kuizinkan mengganggu. Dan sejauh ini tak seorangpun. 
Sejak pagi tadi HP memang sengaja ku matikan. Setelah shalat subuh ku lanjutkan lagi tidur. Jika engkau melihat dari luar, tempat tinggalku saat ini laiknya rumah kosong. Tak berpenghuni. Tertutup rapat pintu maupun jendelanya. Liburan yang sangat menyenangkan. Agendanya; sampai menjelang siang akan ku habiskan dengan baring-baring sambil menonton televisi. Dan setelah menjalankan tugas sebagai seorang hamba, lalu makan, baru akan memulai perjalanan ke bagian paling utara di kabupaten ini. Menyisiri pesisir sendirian.
Uh...Aku bangkit dengan malas untuk menanggapi sebuah ketukan pintu dari luar. Gerutuku menjadi namun pelan. Ku intip siapa pengganggu kesenanganku tersebut dari lubang pintu. Tak ada. Apakah setelah manusia berhasil ku sisihkan, makhluk halus juga iseng ikut menganggu hari istimewa ini? Aku tak akan membiarkan itu kalau begitu. Ku memastikannya dengan membuka pintu. Mataku menyipit diterpa cahaya mentari pagi menjelang siang. Setelah beberapa saat baru retina ini mulai menyesuaikan diri. Dengan kondisi semrawut, ternyata aku menyambut kedatangan Ning Amah, tetangga sebelah. Ia menenteng sebuah rantang bertutup piring beling. Pantas saja ketika diintip tadi aku tidak melihat seorang pun, karena memang tubuh wanita berumur itu lebih rendah dari lubang pintu.
“Ning dengar kamu sakit.”
Terlalu berlebihan. Darimana dia tahu? Aku hanya tidak mau seorangpun memasuki kehidupanku hari ini dan esok. Itu saja! Tapi tak mungkin itu ku utarakan di depan Ning Amah. Sebaliknya aku menyusun muka kusut agar sandiwara sakitku mendekati benar adanya.
“Hanya kurang enak badan, Ning.” Tukasku tak jelas.
Ning Amah menyodorkan barang bawaannya. Uapnya masih mengepul ketika ku buka tutupnya. Rupanya sayur lodeh itu seketika membuat perutku berteriak histeris. Benar, sampai jam segini belum ada makanan berat yang ku jejalkan ke dalam perut. Namun untuk menanak nasipun aku sangat tak kuasa melakukannya hari ini. Seperti rencanaku, baru akan mendatangi sebuah rumah makan siang nanti. Jadi tidak keluar dua tiga kali. Sekali jalan, maksudku.
Walau bagaimanapun, tentu saja tidak enak menolak pemberian seorang tetangga yang begitu perhatian dengan kita sebagai tetangganya. Masa bodoh dengan guyonan orang. Yang ku lihat dari raut muka Ning Amah hanyalah keikhlasan dalam memberi. Tak lebih. Beginilah susahnya menjadi orang bujang yang bermuka diatas rata-rata. Tunggu-tunggu. Kalaupun Ning Amah benar memiliki perasaan “aneh” terhadapku, itu wajar. Artinya dia normal. Ha..ha…ha…Yang terpenting itu semua akan berakhir segera. Karena awal tahun baru nanti, statusku tak lagi melajang.    
Aku berucap terima kasih sebelum Ning Amah beranjak dari muka rumahku. Si bocah Anung di jalan ingin bermanja denganku. Tak berminat meladeninya, selekasnya ku rapatkan pintu lagi. Pergi ke dapur dan bermaksud memasukkan gulai itu ke dalam lemari. Tapi mau bagaimana lagi, aku tak sabar untuk mencicipinya. Menguras semua sayurannya kemudian. Setelah ludes, ku tepikan rantang itu di sisi dinding. Ku lanjutkan pesta ku yang sempat terhenti.
…………
            Jelas pengelolaan di obyek wisata ini tak becus dan apa adanya. Hanya mengandalkan daya tarik alam untuk mengundang turis lokal agar berkunjung ke sini. Makanya, turis manca negara tak tertarik untuk sekedar melihat-lihat. Fasilitas umumnya tak tersedia dengan layak. Misalnya toilet umum yang kotornya minta ampun dan  kondisi penginapan yang sungguh, ku menyebutnya mengharukan.
            Ketika check-in tadi, gadis resepsionis melayani dengan ramah dibuat-buat. Jika bisa, ku ingin menyebutnya terpesona. Dibalik sikapnya itu, jelas ia tak lagi berselera bekerja disini. Mungkin bosan, gaji kecil, musiman, dan kurang menantang. Ku ajukan dua jempol jika yang terakhir benar-benar masuk poin. Kesimpulannya, tidak ada pilihan selain bekerja disini. Dan selain bekerja di negara tetangga tentunya.
Aku masih duduk di ruang tunggu. Menunggu seseorang selesai membersihkan kamar yang kupesan. Ditemani gadis yang duduk di meja resepsionisnya sejauh lima langkah. Sesekali ia melirik ke arahku. Tapi kini mukanya merengut-rengut. Dan satu-satunya alasan mengapa sampai itu terjadi adalah aku telah membuatnya dongkol. Sebenarnya aku sudah memasuki kamar nomor tiga sebaik saja ia memberikan kunci. Hanya saja tak mungkin tiduran di atas kasur yang berdebu. Makanya aku meminta pindah kamar saja. Dengan berat dan muka masam ia setuju. Di kamar empat keadaannya tak jauh beda. Bahkan kamar tiga lebih baik. Lalu, aku meminta pindah kamar lagi. Ia mendesis. Memencet beberapa tombol di HP nya.
Tak berselang lama kemudian datang seorang pemuda dengan senyum mengembang. Layu kemudian setelah melihat muka sang gadis. Berpakaian sekenanya, menandakan pemuda itu penduduk setempat. Tanpa panjang lebar, ia langsung masuk ke kamar nomor tiga. “Tunggu sebentar pak, kamarnya sedang dibersihkan.” katanya. Aku masih ternganga bila mengetahui dirinya adalah seorang cleaning service. Sebagai pegawai tetap, serapan atau cadangan. Apalah bedanya. Menurutku paling tidak atribut apakah yang mencirikannya jabatannya. Ini tidak.  
Dalam sebentar itu, kami sibuk kembali dengan urusan masing-masing. Seperti pertama aku melihatnya tadi, gadis itu tenggelam lagi mengisi Teka-Teki Silang. Sementara aku konsentrasi dengan siaran televisi yang menyala.
Luar biasa, pikirku. Seharusnya negeri ini menjadi negeri yang bahagia. Seperti orang-orang itu. Ketawa-ketiwi lepas begitu saja. Tadi pagi juga ada acara seperti ini. Seingatku tayangan serupa juga bejibun disiang hari. Sore lalu sampai malam pun tak kurang. Lalu apa masalahnya? Kontras sekali saat kita memutar channel sebelah. Pemberitaan tak jauh dari kriminalitas. Kasih sayang orang tua yang kering kerontang pada keturunannya hingga pada tingkat penyiksaan. Masyarakat kecil menjerit masalah perut mereka yang sering tak kunjung terkenyangkan. Kemiskinan, kesehatan, pendidikan yang tak berujung sekaligus menjadi lahan empuk para elit untuk menuju kursi kekuasaan. Aku jadi berpikir, apa mungkin permasalahan itu sengaja dipelihara sebagai komoditas yang menggiurkan.
Cepat-cepat aku menguasai diri agar tak terbuai terlalu dalam. “Ingat!” tegasku membatin. “Waktunya liburan, bukan memikirkan yang bukan-bukan.” Ditambah lagi pemuda si cleaning service sudahpun selesai dengan pekerjaannya. Menyilakan aku masuk ke kamar segera. Ku senyum sebisa mungkin dan berterima kasih. Kamar nomor tiga. Bila dituliskan angka nol dibelakangnya, tepat dengan usiaku saat ini. Aku mengangkat bahu.
Belum sempurna aku menutup pintu kamar, terdengar adu mulut terjadi. Perlahan tapi cukup jelas untuk dikuping.
“Sori yang, mengaku deh. Seminggu ini memang abang tak ada bersihkan kamar-kamar itu.”
Tak ada respon dari orang yang diajak bicara.
Suara pemuda menambahkan, “lagian kan memang sudah lama tidak ada yang mau menginap di tempat seperti ini di luar musim liburan. Jadi, ku pikir tidak apa-apa membiarkannya seminggu dua minggu.”
Resepsionis muda itu pun terlanjur merajuk. Cleaning service yang ternyata pacarnya itupun bertubi-tubi melancarkan permintaan maaf sambil membujuk akan membawanya jalan-jalan akhir pekan nanti. Pastinya tidak sampai disitu saja perbincangan mereka. Aku bukan orang tua mereka untuk melarang dan berceramah. Lagi pula, apakah orang tuanya akan marah melihat anaknya seperti itu.
Agenda malam gagal total. Padahal aku ingin memancing, bakar ikan atau apalah. Begitu menjelang isya langit tak lagi berbintang. Dibungkus oleh kawanan awan yang siap tumpah. Gerimis mulai menjatuhkan diri. Tak lama berselang diikuti pula oleh hujan berangin.
Terperangkap di penginapan bernama Wisma Bahagia bersama satu-satunya manusia yang bisa diajak berbincang, si cleaning service itu tadi. Dengan begitu tahulah aku bahwa namanya Rendy. “Pakai y bang, bukan i.” katanya menegaskan. Panjang lebar ia bercerita tentang bangunan tempat kami bernaung sekarang, tentang asal muasalnya, sampai pada pertama kali mengenal Laila hingga kenapa gadis itu masih enggan berbaikan dengan dirinya.
Lelah menjadi pendengar yang baik, ku pamit untuk segera pergi ke kamar saja. Tapi paling tidak aku sedikit membantu Rendy melapangkan isi hatinya. Baru kusadari bahwa tempat ini begitu sangat menyeramkannya diwaktu malam. Ditambah di ujung lorong, tidak ada penerangan sama sekali.
Menjelajahi internet merupakan pilihan terakhir sebelum tidur. Tekatku masih kuat agar tidak membuka facebook-ku. Sudah bisa ku bayangkan berapa banyak pemberitahuan yang menunggu. Paling-paling isinya mengucapkan selamat ulang tahun dan yang seperti itu. Sementara HP masih bertahan di ransel dalam keadaan off.
………..
Menyesal menghidupkan HP pagi ini. Semuanya sudah benar-benar berantakan. Masih adakah arti liburan jika masalah justru datang menghantui. Dan masalah ini benar-benar gawat. “Jangan-jangan?” pikirku. Secepatnya ku jejalkan pakaian, laptop dan chargernya ke dalam ransel. Tidak ada acara mandi dan sarapan pagi. Di meja resepsionis sudah ada Laila dengan wajah yang lebih manis dari kemarin sore.
“Kuncinya masih ada di kamar. Aku harus segera pergi sekarang.”
Tak perlu menunggu jawaban dari Laila, aku beranjak meninggalkannya dengan muka bingung. 
…………
Bagaimana tidak emosi dibuatnya. Dituduh mentah-mentah bepergian dengan Ning Amah dari rumahnya. Itu gila namanya.
“Tapi Anung melihat Ning Amah ke rumahmu kemarin pagi, bar.” Kata pak RT bertindak seolah ia seorang jaksa penuntut.
Jadi warga telah menarik kesimpulannya sendiri. Karena pertama, Ning Amah ke rumahku kemarin sekitar pukul setengah sepuluh. Kedua, aku ke rumah Ning Amah sebelum jam sebelas lewat lagi. Itu karena aku ingin mengembalikan rantangnya yang lalu batal lantaran sepertinya dirumahnya tidak ada orang. Ke empat, kejadiannya “seolah” bersamaan dengan pemergianku dari rumah tanpa siapapun yang tahu. Dan yang terakhir, HP ku tidak bisa dihubungi sama sekali sejak kemarin.
Aku tak bisa berbicara banyak setelah mengatakan yang sesungguhnya. Lagipula untuk apa seorang briptu “piknik”, meskipun tidak ada yang salah, ku garis bawahi jika beramai-ramai, dengan wanita hampir usia lanjut? Semoga saja pengakuanku tersebut bisa meredakan situasi.
Sampai siang ini. Ning Amah belum juga nampak batang hidungnya. Mendekati dua puluh empat jam atau mungkin lebih. Siapa yang tahu. Salah dirinya pastinya. Bepergian tanpa memberitahukan dengan tetangga kiri kanan. Apa mungkin diculik? pikirku. Itu sangat mustahil dan tidak punya motif sama sekali. Kaya tidak. Cantik mungkin ketika usianya dua puluhan dulu.
Tak lama kemudian, mata kami semua tertuju pada sesosok manusia di ujung gang yang tengah berjalan. Tiap detiknya, tubuh itu semakin besar dan menjelaskan siapa dirinya. Dengan santainya ia menenteng sebuah plastik hitam yang membungkus semacam benda berkotak. Tepat di hadapan kami semua, ia melongo. Ada berita apa gerangan sehingga semua warga se-gang berkumpul didepan rumahnya.
Tawanya pecah setelah menyadari semuanya. “Maafkan Ning telah membuat kalian semua cemas. Kemarin itu, Ning buru-buru pergi. Seseorang bertandang kerumah. Jujur, awalnya saya tidak mengenalinya. Tapi setelah menatapnya lekat, saya benar-benar mengenalinya. Dia Romli, temanku dulu.” Nadanya ditekankan pada kata dulu yang menandakan sesuatu.
Aku tahu maksud kata itu. Romli adalah….
“Dia memperkenalkanku pada anak-anaknya. Dan kami akan menikah.”
Gubraaak....
Bagus, terima kasih, dan selamat! Rasanya hari itu juga aku ingin mengenakan seragam dan berangkat kerja selekasnya. Karena liburan ini sangat, sangat menyenangkan.   

Alhamdulillah, genap lima hari akhinrya tulisan ini kelar juga. Semoga menyenangkan.
Terlebih buat teman-teman yang berbaik hati mengucapkan selamat ulang tahun...'_'

2 Messages:

zfakhiroh mengatakan...

mnjdi sarana perenungan sbnarnya berapa bnyak sisa wktu kt dbumi ini

Gho Soe mengatakan...

true one, Sista

Posting Komentar

 
;