![]() |
Just illustration. Pic' Source from ranyagroup.com |
Nanti saja menjelaskan bagaimana kami bisa bertemu. Satu catatan penting disini, 'jangan menghukum jika beberapa tulisanku nanti terinfeksi virus galau'. Ingat, kita belum deal bapak tua.
Aku hanya khawatir ini bentuk pengalihan issue. Maksudku, sinyalemen pak Soe untuk tidak melanjutkan tulisannya. Memang sering begitu sih. Awalnya, aku menyukai tulisan beliau. Tapi setelah beberapa entry yang tidak terselesaikan membuatku jengah mengikuti perkembangannya lagi. Ambil contoh, Panggung Cinta Bertopeng, Secangkir Kopi, dan Pedagang Pagi yang sampai detik ini tidak kunjung selesai. Ku yakin ia telah melupakannya. Eh, kenapa dituliskan disini ya. Kalau pak Soe tahu bagaimana? Ah, katakanlah sebuah kritikan yang membangun. Kalau dongkolpun, paling ia kelak murka padaku. Jadi, kalian tidak perlu takut.
Sebelum kalian membaca tulisan perdanaku, berikut e-mail yang dikirim oleh pak Soe beberapa waktu lalu.
"Belum menemukan titik terang, detektif Dann dan Prita meninggalkan Sarrin dan Vanisha untuk sementara waktu. Beralih pada kasus terbaru yang sama tidak biasanya. Mereka sekarang berada di Greater, sebuah sekolah menengah terpadu swasta terkemuka. Lima lantai pertama untuk jenjang pendidikan menengah pertama. Lima lantai lainnya untuk jenjang menengah atas. Sekolah itu menampung anak-anak paling jenius di negeri ini. Kebanyakan dari mereka bersekolah dengan beasiswa penuh terutama yang berasal dari keluarga ekonomi rendah. Luas areanya mencapai tiga hektar. Berdiri dikawasan itu juga asrama siswa dan guru yang bangunannya harus dibilang lebih dari lumayan. Lengkap dengan fasilitas perpustakaan online, galeri ekstrakurikuler; sanggar seni dan budaya, lapangan dan gedung olahraga. Singkatnya, siswa dikarantina selama masa pendidikan. Kecuali musim liburan tentunya.
Prita membuka berkas yang dibawanya. "Nici, 14 tahun, juara umum setiap tahunnya. Berkali-kali menjuarai berbagai lomba Matematika tingkat sekolah, lokal maupun nasional. Dan awal bulan depan akan mengikuti olimpiade tingkat ASEAN di Bangkok. Kontrasnya, hobinya adalah menulis dan berhasil di muat dikoran kota. Mengukur usianya, ia piawai meramu tulisan bergenre remaja dan anak-anak. Satu-satu teman terbaiknya adalah notebook."
"Anak yang suka menarik diri, kalau begitu. Lalu, latar belakang keluarganya?" Tanya detektif Dann.
"Ayahnya kuli di pelabuhan dan ibunya adalah ibu rumah tangga tulen."
Lelaki itu melonggarkan dasi dengan menarik-nariknya. "Bisa dikatakan bukan motif pemerasan. Kalaupun iya, pelakunya salah besar. Bukankah anak-anak wali kota dan beberapa duta besar juga bersekolah disini."
"Tepat. Saya juga berpendapat demikian, sir. Hal yang paling mencolok dari Nici adalah otaknya. Mungkin ini bisa kita jadikan batu pertama penyelidikan." Semangat Prita mulai bertunas.
Dann tersenyum pada Prita sebelum mengangkat alat komunikasinya lalu mendekatkan ke telinganya, "oke, terima kasih."
"Informasi dari teman sekamarnya dan sekelasnya juga akan sangat bermanfaat. Jadi, jangan terlewatkan. Juga laptop Nici."
Prita mengangguk dan menjauh meninggalkan detektif Dann. Dann kemudian bertanya kepada salah satu staf sekolah yang ada disana, "bisa saya bicara dengan penjaga gerbang sewaktu Nici pergi?"
"Perempuan?"
"Ya, berumuran awal lima puluhan ku kira. Mengaku kerabat dari pihak ibunya. Berbadan bongsor dan tingginya diatas rata-rata bentuk fisik wanita. Suaranya juga terdengar aneh. Suratnya yang meyakinkanku hingga memanggil Nici menemuinya."
Dann mengerutkan jidat, "surat?"
"Surat keterangan dari rumah sakit yang menyatakan Salma, ibunya Nici sekarat di sana." Itu prosedurnya. Kalau tidak keadaan darurat, siswa disini dilarang berkeliaran diluar sana."
Artinya Nici mengenal orang itu. Jika tidak, tidak mungkin ia masuk ke mobil dengan sukarela setelah menggesekkan kartu identitasnya pada mesin pencatat keluar-masuk.
Sashi, sekuriti itu kembali menambahkan, "kami mulai khawatir ketika Nici tidak kembali dalam waktu dua jam kemudian. Itu adalah batas waktu keluar dari Greater. Kecuali ada pemberitahuan dari yang bersangkutan dengan bukti meyakinkan. Seperti pernyataan dari pihak ke tiga."
Lelaki itu menelan ludah sebentar. Lalu melanjutkan, "Staf bagian kedisiplinan sekolah mengecek langsung ke rumah sakit dan mendapati tidak ada pasien mereka bernama Salma. Bagian administrasi juga menyangkal telah mengeluarkan surat keterangan dengan tujuan ke sekolah Greater."
............
Dann dan Prita masih bertahan di ruangannya saat matahari telah tergelincir ke ufuk barat. Dari situ mereka bisa menyaksikan cakrawala jingga begitu mempesona di balik pancangan balok-balok raksasa.
Diam mereka bukan kebisuan. Tapi mencerna dan menganalisis.
Detektif Dann membuka keheningan dengan mengatakan, "ini." Prita melihat dan mengambil apa yang disuguhkan atasannya.
Gadis itu membaca dalam hatinya. Kalimat tanya pertama yang ingin diajukannya adalah 'kenapa bisa?'
"Semakin menarik. Besar kemungkinan ia tahu dimana Sarrin dan Vanisha saat ini. Namun, kita harus melacak keberadaannya terlebih dahulu."
"Profesor Qiman...."
Penasaran nih. Terungkap ayah Sarrin ternyata seorang profesor. Profesor macam apa ya dirinya?
Prita membuka berkas yang dibawanya. "Nici, 14 tahun, juara umum setiap tahunnya. Berkali-kali menjuarai berbagai lomba Matematika tingkat sekolah, lokal maupun nasional. Dan awal bulan depan akan mengikuti olimpiade tingkat ASEAN di Bangkok. Kontrasnya, hobinya adalah menulis dan berhasil di muat dikoran kota. Mengukur usianya, ia piawai meramu tulisan bergenre remaja dan anak-anak. Satu-satu teman terbaiknya adalah notebook."
"Anak yang suka menarik diri, kalau begitu. Lalu, latar belakang keluarganya?" Tanya detektif Dann.
"Ayahnya kuli di pelabuhan dan ibunya adalah ibu rumah tangga tulen."
Lelaki itu melonggarkan dasi dengan menarik-nariknya. "Bisa dikatakan bukan motif pemerasan. Kalaupun iya, pelakunya salah besar. Bukankah anak-anak wali kota dan beberapa duta besar juga bersekolah disini."
"Tepat. Saya juga berpendapat demikian, sir. Hal yang paling mencolok dari Nici adalah otaknya. Mungkin ini bisa kita jadikan batu pertama penyelidikan." Semangat Prita mulai bertunas.
Dann tersenyum pada Prita sebelum mengangkat alat komunikasinya lalu mendekatkan ke telinganya, "oke, terima kasih."
"Informasi dari teman sekamarnya dan sekelasnya juga akan sangat bermanfaat. Jadi, jangan terlewatkan. Juga laptop Nici."
Prita mengangguk dan menjauh meninggalkan detektif Dann. Dann kemudian bertanya kepada salah satu staf sekolah yang ada disana, "bisa saya bicara dengan penjaga gerbang sewaktu Nici pergi?"
"Perempuan?"
"Ya, berumuran awal lima puluhan ku kira. Mengaku kerabat dari pihak ibunya. Berbadan bongsor dan tingginya diatas rata-rata bentuk fisik wanita. Suaranya juga terdengar aneh. Suratnya yang meyakinkanku hingga memanggil Nici menemuinya."
Dann mengerutkan jidat, "surat?"
"Surat keterangan dari rumah sakit yang menyatakan Salma, ibunya Nici sekarat di sana." Itu prosedurnya. Kalau tidak keadaan darurat, siswa disini dilarang berkeliaran diluar sana."
Artinya Nici mengenal orang itu. Jika tidak, tidak mungkin ia masuk ke mobil dengan sukarela setelah menggesekkan kartu identitasnya pada mesin pencatat keluar-masuk.
Sashi, sekuriti itu kembali menambahkan, "kami mulai khawatir ketika Nici tidak kembali dalam waktu dua jam kemudian. Itu adalah batas waktu keluar dari Greater. Kecuali ada pemberitahuan dari yang bersangkutan dengan bukti meyakinkan. Seperti pernyataan dari pihak ke tiga."
Lelaki itu menelan ludah sebentar. Lalu melanjutkan, "Staf bagian kedisiplinan sekolah mengecek langsung ke rumah sakit dan mendapati tidak ada pasien mereka bernama Salma. Bagian administrasi juga menyangkal telah mengeluarkan surat keterangan dengan tujuan ke sekolah Greater."
............
Dann dan Prita masih bertahan di ruangannya saat matahari telah tergelincir ke ufuk barat. Dari situ mereka bisa menyaksikan cakrawala jingga begitu mempesona di balik pancangan balok-balok raksasa.
Diam mereka bukan kebisuan. Tapi mencerna dan menganalisis.
Detektif Dann membuka keheningan dengan mengatakan, "ini." Prita melihat dan mengambil apa yang disuguhkan atasannya.
Gadis itu membaca dalam hatinya. Kalimat tanya pertama yang ingin diajukannya adalah 'kenapa bisa?'
"Semakin menarik. Besar kemungkinan ia tahu dimana Sarrin dan Vanisha saat ini. Namun, kita harus melacak keberadaannya terlebih dahulu."
"Profesor Qiman...."
Penasaran nih. Terungkap ayah Sarrin ternyata seorang profesor. Profesor macam apa ya dirinya?
Cerbung 4 Dimensi